Banner 468 X 60

Rabu, 25 Agustus 2010

Mitos Tanah Karbala

Tidak ada satu pun hadits
shahih yang menjelaskan
tentang kesucian tanah
Karbala’ di Irak . Lebih-lebih
hadits yang menjelaskan
keutamaan sujud di atas
tanahnya, atau kesunnahan
mengambil lempengan tanah
untuk digunakan alas sujud
sebagaimana yang dikerjakan
oleh orang-orang syi’ah
dewasa ini. Seandainya memang
itu benar-benar ibadah sunnah,
pasti masih akan lebih
diutamakan tanah dua masjid
suci yang berada di Makkah
(Masjid Al-Haram) dan di
Madinah (Masjid Nabawi).
Makkah dan Madinah walaupun
ia tanah suci, namun seorang tak
dianjurkan untuk menjadikan
tanahnya sebagai sarana dalam
mendapatkan berkah, atau
dijadikan jimat. Ini tak boleh,
karena termasuk ajaran baru
yang berusaha disusupkan oleh
para ahli bid’ah –utamanya
kelompok sesat Syi’ah- ke dalam
ajaran Islam yang murni.
Barangsiapa yang menyusupkan
ajaran baru alias mengada-ada
ajaran tanpa ada dasarnya
dalam Al-Kitab dan Sunnah,
maka itu adalah amalan yang
tertolak. Rasulullah -Shallallahu
‘alaihi wa sallam- bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا
مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
)رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَ
مُسْلِمٌ)

"Barang siapa yang mengada-
ada dalam urusan (agama) kami
ini sesuatu yang bukan termasuk
darinya, maka ia (perkara) itu
tertolak". [HR. Al-Bukhoriy
(2697), dan Muslim (1718)]

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang mengerjakan
suatu amalan yang tak ada
padanya urusan (agama) kami,
maka ia (amalan) itu tertolak".
[HR. Muslim (1718)]
Perbuatan ini sebenarnya hanya
bid’ah yang diciptakan orang-
orang Syi’ah akibat kecintaan
mereka yang ekstrim kepada
ahlul bait (keturunan Nabi -
Shallallahu ‘alaihi wa sallam-),
dan bekas-bekas peninggalan
mareka. Anehnya, mereka
menganggap rasio sebagai
sumber syariat bagi mereka.
Karenanya, mereka bisa bebas
menganggap sesuatu itu baik
atau buruk menurut ukuran
akal. Walaupun demikian,
mereka tetap meriwayatkan
hadits tentang keutamaan sujud
di atas tanah Karbala’. Sedang
hadits-hadits itu –menurut rasio-
dikuatkan oleh akal yang sehat
tentang kebatilannya
Al-Allamah Al-Albaniy berkata,
"Sungguh aku pernah
menemukan salah satu risalah
yang mereka miliki, yakni
karangan As-Sayyid Abdur
Ridho Al-Mar’asyi Asy-
Syahrastani yang berjudul As-
Sujud ‘ala At-Turbah Al-
Husainiyah (sujud di atas Pusara
Husain). Di antara perkara yang
tertera di dalamnya, "Telah
datang sebuah riwayat bahwa
sujud di atas tanah Karbala’
adalah paling utama. Hal ini
disebabkan kemuliaannya dan
kesuciannya, sekaligus juga
kesucian seorang syahid yang
dimakamkan di sana (yakni, Al-
Husain, cucu Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam-). Telah
disebutkan juga hadits yang
bersumber dari para imam
keturunan Nabi yang suci -alaihis
salam- bahwa sujud di atas
tanah Karbala’ bisa menerangi
bumi sampai lapis tujuh dengan
cahaya. Disebutkan pula dalam
riwayat lain bahwa sujud di sana
bisa membakar hijab
(penghalang) yang berjumlah
tujuh. Di dalam riwayat lain
disebutkan pula bahwa Allah
akan menerima shalat orang
yang sujud di atas tanah Karbala’
ketika di tempat lain tidak akan
diterima. Riwayat lain
menyebutkan bahwa
sesungguhnya sujud di atas
tanah makam Al-Husain dapat
menerangi beberapa lapis
bumi." [Lihat As-Sujud 'ala At-
Turbah Al-Husainiyah (hal.15)]

Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah-
berkata, "Hadits-hadits seperti
disebutkan di atas adalah tidak
benar menurut pandangan
kami. Para imam dari kalangan
ahlul bait -radhiyallahu ‘anhum-
sendiri, sama sekali cuci tangan
dari hal tersebut. Hadits-hadits
itu juga tidak memiliki sanad
(mata rantai perawi) yang
bersambung pada mereka
sehingga bisa dikritik sesuai
dengan disiplin ilmu hadits dan
ilmu ushulul hadits. Hadits-hadits
yang telah disebutkan itu hanya
hadits-hadits mursal (ada satu
perawi yang gugur dalam
rangkaian sanad) dan mu’dhal
(ada dua orang perawi dalam
rangkaian sanad).
Pengarang risalah tersebut tidak
sekedar membawakan nukilan-
nukilan palsu ini dari para imam
ahlul bait sehingga ia pun
memberikan gambaran kepada
para Pembaca bahwa nukilan-
nukilan riwayat itu juga
diriwayatkan dalam kitab-kitab
kita –Ahlus Sunnah-.
Namun sayangnya di dalam kitab
itu, si Penulis itu berkata,
"Hadits-hadits yang
menerangkan tentang
keutamaan tanah Al-Husainiyah
(Karbala’) dan kesuciannya tidak
terbatas pada hadits-hadits para
imam ahlul bait. Sebab hadits-
hadits semisal ini sebenarnya
sudah sangat terkenal di dalam
kitab-kitab induk di seluruh sekte
keagamaan dalam Islam dari
jalur para ulama dan para
perawi hadits di kalangan
mereka. Di antaranya, hadits
yang diriwayatkan oleh As-
Suyuthiy di dalam kitabnya Al-
Khosho’is Al-Kubra di dalam
bab: Ikhbar An-Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- bi Qatl Al-
Husain. Selain itu juga
diriwayatkan oleh sekitar dua
puluhan perawi senior seperti Al-
Hakim, Al-Baihaqiy, Abu Nu’aim,
Ath-Thabraniy (aslinya dalam
risalah itu tertulis: Ath-Thabariy),
Al-Haitsamiy di dalam Al-Majma’
dan para perawi terkenal
lainnya". [Lihat As-Sujud 'ala At-
Turbah Al-Husainiyyah
(hal.19)].
Ketahuilah wahai saudara
semuslim, sesungguhnya As-
Suyutiy dan Al-Haitsamiy tidak
meriwayatkan satu hadits pun
yang menerangkan masalah
keutamaan tanah pusara Husain
dan kesuciannya. Semua yang
disebutkan dalam masalah itu
hanya pemberitahuan Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi wasallam-
tentang terbunuhnya Al-Husain
di sana. Apakah kamu akan
menemukan pengakuan yang
diklaim oleh orang Syi’ah
tersebut di dalam risalah-nya
atas As-Suyutiy dan Al-Haisamiy?!
Sama sekali tidak!! Akan tetapi
orang-orang syi’ah dalam rangka
melegitimasi kesesatan dan
perbuatan bid’ah mereka, maka
mereka (orang-orang Syi’ah)
sebenarnya berpegang kepada
sesuatu yang lebih rapuh
dibandingkan sarang laba-laba.
Masalah manipulasi terhadap
para pembaca tidak berhenti
hanya sampai di sini, tapi yang
lebih berbahaya adalah
menimbulkan konsekuensi
kebohongan atas nama
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- . Di dalam kitab
tersebut, orang Syi’ah itu
berkata, "Orang yang paling
pertama mengambil lempengan
tanah dari tanah Karbala’ untuk
digunakan alas sujud adalah
Nabi kita Muhammad -
Shollallahu ‘alaihi wasallam-
pada tahun ketiga hijriyah. Ketika
itu sedang terjadi perang yang
berkecamuk antara kaum
muslimin dan kafir Quraisy di
gunung Uhud. Pada peperangan
itulah banyak tokoh besar dalam
Islam yang syahid, di antaranya
adalah Hamzah bin Abdul
Muthalib, paman Rasulullah -
Shollallahu ‘alaihi wasallam- .
Pada waktu itu beliau telah
memerintahkan para wanita
untuk meratapi kematian
Hamzah di perkumpulan-
perkumpulan mereka. Perintah
itu berkembang agar mereka
memuliakan Hamzah, sampai
akhirnya diperintahkan
mengambil tanah dari tanah itu
dengan niat karena Allah -
Ta’ala- sambil membaca lafazh-
lafazh tasbih, sebagaimana yang
tercantum di dalam kitab Al-
Ardh wath Turbah Al-
Husainiyah…". [Lihat As-Sujud
'ala At-Turbah Al-Hasaniyah
(hal.13)].

Kitab yang disebutkan di atas
adalah kitab golongan Syi’ah.
Karenanya, para pembaca yang
budiman perlu untuk
mencermatinya. Bagaimana dia
begitu berani berbohong atas
Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam-, bahkan mengatakan
bahwa beliaulah orang yang
pertama kali mengambil
lempengan tanah untuk
digunakan alas sujud. Kemudian
Penulis itu tidak membawakan
dalil untuk menguatkan
dakwaannya, kecuali kedustaan-
kedustaan lainnya, yaitu perintah
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- kepada para wanita
untuk meratapi kematian
Hamzah di setiap perkumpulan
mereka. Padahal ini sama sekali
tak ada hubungannya –
seandaianya memang benar-
dengan pengambilan lempengan
tanah di Karbala’ sebagaimana
yang nampak. Hal itu sama sekali
tidak benar berasal dari Nabi -
Shollallahu ‘alaihi wasallam-.
Bagaimana pendapat ini bisa
dibenarkan, sedangkan ada
riwayat shahih yang mengatakan
bahwa wanita telah berbaiat
kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wa sallam- untuk tidak
melakukan niyahah (meratapi
orang yang telah meninggal
dunia), sebagaimana yang telah
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim serta para perawi lain
dari Ummu ‘Athiyyah.
Jelaslah bagi kita bahwa
sesungguhnya orang Syi’ah tadi
telah membangun kebohongan
di atas kebohongan yang
lainnya, yakni perkataannya
mengenai para sahabat Nabi -
Shollallahu ‘alaihi wasallam-
sebagai berikut, "Perintah itu
malah menjadi berkembang
menjadi penghormatan kepada
Hamzah, sehingga mereka
mengambil tanah makamnya,
mencari berkah darinya dan
sujud di atasnya karena Allah -
Ta’ala-…"
Ini merupakan kedustaan atas
nama para sahabat -radhiyallahu
‘anhum- . Mustahil para sahabat
melakukan keberhalaan seperti
ini. Cukup bagi Pembaca sebagai
argumen bahwa Pengarang
Syi’ah itu memang telah
berbohong atas nama Nabi -
Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan
sahabatnya; Pengarang Syi’ah itu
tidak bisa mencarikan referensi
bagi pendapatnya dari satu kitab
pun yang menjadi sumber
rujukan kaum muslimin. Paling-
paling dia akan merujuk pada
kitab Al-Ardh wat Turbah Al-
Husainiyah. Sedangkan kitab ini
sendiri adalah karangan ulama
Syi’ah generasi terakhir dan
ditulis oleh seorang Pengarang
yang tak dikenal. Karena suatu
hal, Penulis itu sendiri tidak
berani menyebutkan nama
Pengarangnya, dan tidak pula
mengungkap jati dirinya sehingga
tidak terbuka kedok
kebohongannya, akibat ia
menyebutkannya sebagai sumber
rujukan bagi kedustaan-
kedustaannya
Pengarang Syi’ah tadi tidak
merasa cukup dengan
kebohongan yang telah dia
rekayasa terhadap para generasi
pertama umat ini, akan tetapi
juga mengatasnamakan
kebohongan itu pada generasi-
generasi berikutnya. Untuk lebih
jelasnya, simaklah perkataannya
yang berikut, "Di antara para
ulama, yakni seorang ahli fiqhi
senior yang tidak diragukan lagi
kreidibilatasnya, Masruq bin Al-
Ajda’ (wafat 62 H) telah
menunjukkan sikap itu. Dia
adalah seorang tabi’in yang
besar dan termasuk guru
(perawi) para imam hadits yang
berjumlah enam (Al-Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i,
At-Tirmidziy, dan Ibnu Majah).
Beliau telah mengambil
lempengan dari tanah Madinah
Al-Munawwarah untuk dijadikan
alas sujud ketika bepergian jauh.
Hal ini sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Syaikh Al-
Masyaikh Al-Hafidz Imam As-
Sunnah Abu Bakr bin Abi
Syaibah di dalam kitabnya Al-
Mushannaf (jilid dua, dalam
bab: Man Kana Yahmilu fis
Safinah Syai’an Yasjudu ‘alahi).
Beliau telah meriwayatkan
dengan dua sanad. Isinya adalah
jika Masruq bepergian, maka dia
akan membawa lempengan dari
tanah Madinah di dalam kapal
untuk digunakan alas
sujud." [Lihat As-Sujud alat
Turbah Al-Husainiyyah (hal.
13)]
Di dalam perkataan di atas
terdapat banyak sekali
kebohongan. Pertama, jika dia
menyebutkan bahwa Masruq
mengambil lempengan tanah
saat bepergian, maka yang
dimaksud bepergian di sini
adalah lewat jalur darat. Maka
riwayat itu bertentangan dengan
keterangan yang dia sebutkan
sendiri. Kedua, pernyataan dia
bahwa Masruq telah melakukan
hal tersebut, sehingga
memberikan opini bahwa
memang hal itu berasal dari
Masruq. Padahal yang benar,
tidak demikian. Bahkan hadits itu
tergolong dha’if (lemah) dan
terputus sanadnya, sebagaimana
akan dibahas secara rinci.
Ketiga, Ucapannya, "…dengan
dua sanad" merupakan
kedustaan. Padahal itu hanya
satu sanad bermuara pada
Muhammad bin Sirin. Dalam hal
itu, sanad ke Masruq adalah
dho’if (lemah), tak bisa dijadikan
hujjah, karena bermuara pada
seorang rawi yang tak
disebutkan lagi majhul (tak
dikenal). Keempat, pengarang
Syia’h ini telah menyusupkan
redaksi tambahan dalam hadits
tersebut. Redaksi susupan itu
sendiri tidak tercantum dalam
kitab Al-Mushannaf. Redaksi
tambahan yang dimaksud adalah
kalimat "Dari tanah Madinah Al-
Munawwarah". Frase ini tidak
terdapat di dalam dua riwayat
tersebut dari Penulis Syi’ah itu.
Tahukah Anda kenapa Penulis
Syi’ah itu menyusupkan redaksi
ini dalam atsar (hadits) itu?
Sekarang sudah jelas bahwa
mengambil lempengan tanah
yang dianggap memiliki berkah
(Madinah Al-Munawwarah)
untuk digunakan alas sujud tidak
memiliki dasar dalil. Tujuan dari
penyusunan redaksi tersebut
sebenarnya adalah untuk
memberikan kesan kepada
pembaca bahwa seakan-akan
Masruq -rahimahullah- telah
mengambil lempengan tanah
Madinah untuk dibuat alas sujud
dan digunakan untuk mencari
berkah. Jika para pembaca telah
membenarkan informasi ini,
maka secara otomatis orang
Syi’ah itu akan mengikutkan di
dalamnya pembolehan
mengambil lempengan tanah
Karbala’, karena status kedua
tanah tersebut dianggap memiliki
"kesamaan", yakni sama-sama
suci dan mulia. Ya, walaupun
tanah Karbala’ pada hakikatnya
tak suci.
Jika anda telah tahu bahwa yang
dijadikan sumber qias (tanah
Madinah) adalah keliru dan tidak
ada dasarnya, bahkan hanya
hasil rekayasa seorang Syi’ah.
Jadi, sudah barang tentu materi
yang diqiaskan (tanah Karbala’)
akan salah juga. Karena ada
pepatah yang mengatakan,
"Apakah bayangan akan tegak
lurus kalau tongkatnya sendiri
sudah bengkok?!"
Maka pikirkan kembali wahai
pembaca yang mulia, begitu
nekadnya orang-orang Syi’ah
untuk membuat kebohongan,
sekalipun atas nama Nabi-
Shollallahu ‘alaihi wasallam-
dalam rangka menguatkan
kesesatan mereka. Niscaya
jelaslah bagimu kebenaran orang
yang menyifati mereka dari
kalangan ulama’ dengan istilah,

أَكْذَبُ الطَّوَائِفِ
الرَّافِضَةُ

"Kelompok yang paling
pembohong adalah kelompok
Rafidhah (Syi’ah)". [Lihat Ash-
Shahihah (3/162-166)]
Syaikh Ali Al-Qari-
rahimahullah- berkata,
"Disunnahkan untuk tidak
menyamai kelompok Rafidhah
(Syi’ah) dalam perkara agama
yang mereka ada-adakan atau
perkara yang telah menjadi syi’ar
mereka -sebagaimana hal itu
telah ditetapkan dalam madzhab
kami-. Di antara bid’ah dan
syi’ar mereka adalah
meletakkan batu di atas
tempat sujud. Karena
sesungguhnya sujud langsung di
atas tanah adalah lebih afdhol
menurut kesepakatan para
ulama’. Disamping itu, memang
boleh sujud di atas hamparan,
loteng, dan sejenisnya menurut
Ahlus Sunnah. Akan tetapi
meletakkan batu di atas tempat
sujud merupakan perbuatan
bid’ah yang diada-adakan oleh
orang-orang Syi’ah. Hal ini telah
menjadi syi’ar mereka. Karena
itulah selayaknya perbuatan
semacam ini dijauhi dengan dua
alasan: pertama, karena akan
menyamai mereka dalam bid’ah.
Kedua, menghindarkan diri dari
tuduhan yang tidak-tidak." [Lihat
Tazyin Al-'Ibarah li Tahsinil
Isyarah (hal.12) dan As-Sailil
Jarrar (1/217)]


Sumber : Buletin Jum’at Al-
Atsariyyah edisi 80 Tahun II.
Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas.
Alamat : Pesantren Tanwirus
Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58,
Kel. Borong Loe, Kec. Bonto
Marannu, Gowa-Sulsel. HP :
08124173512 (a/n Ust. Abu
Fa’izah).

www.almakassari.com/artikel-islam/aqidah/mitos-tanah-karbala.html#more-328

0 komentar:

Posting Komentar