Banner 468 X 60

Kamis, 19 Agustus 2010

Sunnahnya Mengakhirkan Shalat Isya

Dari Aisyah -radhiallahu anha-
dia berkata:

أَعْتَمَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ
لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ
اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ
الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ
فَصَلَّى فَقَالَ إِنَّهُ
لَوَقْتُهَا لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ
عَلَى أُمَّتِي

“Suatu malam Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam mendirikan
shalat ‘atamah (isya`) sampai
berlalu sebagian besar malam
dan penghuni masjid pun
ketiduran, setelah itu beliau
datang dan shalat. Beliau
bersabda: “Sungguh ini adalah
waktu shalat isya’ yang tepat,
sekiranya aku tidak
memberatkan umatku.” (HR.
Muslim no. 638)
Dari Jabir bin Samurah -
radhiallahu anhu- dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُؤَخِّرُ صَلَاةَ الْعِشَاءِ
الْآخِرَةِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam biasa mengakhirkan
shalat isya.” (HR. Muslim no.
643)
Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata:

أَعْتَمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِالْعِشَاءِ حَتَّى نَادَاهُ
عُمَرُ: الصَّلاَةُ، نَامَ
النِّسَاءُ وَالصِّبْيَانُ.
فَخَرَجَ فَقَالَ: مَا
يَنْتَظِرُهَا أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ
الْأَرْضِ غَيْرُكُمْ. قَالَ: وَلاَ
يُصَلَّى يَوْمَئِذٍ إِلاَّ
بِالْمَدِيْنَةِ، وَكاَنُوْا
يُصَلُّوْنَ فِيْمَا بَيْنَ
أَنْ يَغِيْبَ الشَّفَقُ إِلَى
ثُلُثِ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ

“Rasulullah mengakhirkan shalat
isya hingga malam sangat gelap
sampai akhirnya Umar menyeru
beliau, “Shalat. Para wanita dan
anak-anak telah tertidur.” Beliau
akhirnya keluar seraya bersabda,
“Tidak ada seorang pun dari
penduduk bumi yang menanti
shalat ini kecuali kalian.” Rawi
berkata, “Tidak dikerjakan shalat
isya dengan cara berjamaah
pada waktu itu kecuali di
Madinah. Nabi beserta para
sahabatnya menunaikan shalat
isya tersebut pada waktu antara
tenggelamnya syafaq sampai
sepertiga malam yang awal.”
(HR. Al-Bukhari no. 569 dan
Muslim no. 1441)
Dari Mu’adz bin Jabal
radhiallahu anhu dia berkata:

أَبْقَيْنَا النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
صَلاَةِ الْعَتَمَةِ، فَأَخَّرَ
حَتَّى ظَنَّ الظَّانُّ أَنَّهُ
لَيْسَ بِخَارِجٍ، وَالْقَائِلُ
مِنَّا يَقُوْلُ: صَلَّى. فَإِنَّا
لَكَذَلِكَ حَتَّى خَرَجَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوْا
لَهُ كَماَ قَالُوْا. فَقَالَ
لَهُمْ: أَعْتِمُوْا بِهَذِهِ
الصَّلاَةِ، فَإِنَّكُمْ قَدْ
فَضَّلْتُمْ بِهَا عَلَى
سَائِرِ الْأُمَمِ وَلَمْ
تُصَلِّهَا أُمَّةٌ قَبْلَكُمْ

“Kami menanti Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam shalat
isya (‘atamah), ternyata beliau
mengakhirkannya hingga
seseorang menyangka beliau
tidak akan keluar (dari
rumahnya). Seseorang di antara
kami berkata, “Beliau telah
shalat.” Maka kami terus dalam
keadaan demikian hingga Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
keluar, lalu para sahabat pun
menyampaikan kepada beliau
apa yang mereka ucapkan.
Beliau bersabda kepada mereka,
“Kerjakanlah shalat isya ini di
waktu malam yang sangat gelap
(akhir malam) karena sungguh
kalian telah diberi keutamaan
dengan shalat ini di atas seluruh
umat. Dan tidak ada satu umat
sebelum kalian yang
mengerjakannya.” (HR. Abu
Dawud no. 421 dan dinyatakan
shahih oleh Al-Albani dalam
Shahih Sunan Abi Dawud)

Penjelasan ringkas:

Hukum asal dari shalat-shalat
lima waktu adalah dikerjakan di
awal waktunya masing-masing.
Kecuali shalat isya, karena adanya
dalil-dalil yang tegas
menunjukkan disunnahkannya
untuk mengerjakan shalat isya di
akhir malam. Walaupun
demikian, Rasulullah  tidaklah
mengharuskan umatnya untuk
terus mengerjakannya di akhir
waktu disebabkan adanya
kesulitan. Dalam pelaksanaan
shalat isya berjamaah di masjid,
beliau melihat jumlah orang-
orang yang berkumpul di masjid
untuk shalat, sedikit atau
banyak. Sehingga terkadang
beliau menyegerakan shalat isya
dan terkadang
mengakhirkannya. Bila beliau
melihat para makmum telah
berkumpul di awal waktu maka
beliau mengerjakannya dengan
segera. Namun bila belum
berkumpul beliau pun
mengakhirkannya.
Hal ini ditunjukkan dalam hadits
Jabir radhiyallahu ‘anhuma, ia
mengabarkan:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُصَلِّي الظُّهْرَ
بِالْهَاجِرَةِ وَالْعَصْرَ
وَالشَّمْسُ نَقِيَّةٌ
وَالْمَغْرِبَ إِذَا وَجَبَتْ
وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا
وَأَحْيَانًا يُعَجِّلُ، كَانَ إِذَا
رَآهُمْ قَدِ اجْتَمَعُوْا عَجَّلَ
وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَأُوْا أَخَّرَ …

“Adalah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam shalat zhuhur di
waktu yang sangat panas di
tengah hari, shalat ashar dalam
keadaan matahari masih putih
bersih, shalat maghrib saat
matahari telah tenggelam dan
shalat isya terkadang beliau
mengakhirkannya, terkadang
pula menyegerakannya. Apabila
beliau melihat mereka (para
sahabatnya/jamaah isya) telah
berkumpul (di masjid) beliau pun
menyegerakan pelaksanaan
shalat isya, namun bila beliau
melihat mereka terlambat
berkumpulnya, beliau pun
mengakhirkannya.” (HR. Al-
Bukhari no. 565 dan Muslim no.
1458)
Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu
berkata, “Yang afdhal/utama
bagi para wanita yang shalat di
rumah-rumah mereka adalah
mengakhirkan pelaksanaan
shalat isya, jika memang hal itu
mudah dilakukan.” (Asy-Syarhul
Mumti’ 2/116)
Bila ada yang bertanya,
“Manakah yang lebih utama,
mengakhirkan shalat isya
sendirian atau melaksanakannya
secara berjamaah walaupun di
awal waktu?” Jawabannya, kata
Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin
rahimahullahu, adalah shalat
bersama jamaah lebih utama.
Karena hukum berjamaah ini
wajib (bagi lelaki), sementara
mengakhirkan shalat isya
hukumnya mustahab. Jadi tidak
mungkin mengutamakan yang
mustahab daripada yang wajib.
(Asy-Syarhul Mumti’ 2/116, 117)


[Penjelasan ringkas ini kami nukil
dari: http://www.darussalaf.or.id/
stories.php?id=1349]

www.al-atsariyyah.com/?p=2048#more-2048

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Assalamualaikum,

makasih ilmunya nih :)

Hidup sederhana mengatakan...

wa'alaykum salam, sama-sama.

Posting Komentar