Banner 468 X 60

Selasa, 03 Agustus 2010

Bagaimana Sikap Kita Yang Benar Atas Orang Kafir

Penulis: Asy-Syaikh Muhammad
bin Shalih Al- ’Utsaimin


Apakah kita diperbolehkan
memberikan sikap loyal
(dukungan) kepada orang kafir?
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah menjelaskan
bahwa ber-wala ’ kepada orang
kafir dengan memberikan rasa
cinta, bantuan atau pertolongan
(kepada mereka) serta
menjadikan mereka sebagai
teman dekat adalah haram dan
dilarang nash Al Qur ’anul Karim:

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا
آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيْرَتَهُمْ

“ Kamu tidak akan mendapati
sesuatu kaum yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak,
atau anak-anak atau saudara-
saudara ataupun keluarga
mereka. ” (Al-Mujadilah: 22)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ
تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا
دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ
أَوْلِيَاءَ

“ Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil jadi
pemimpinmu, orang-orang yang
membuat agamamu jadi buah
ejekan dan permainan, (yaitu) di
antara orang-orang yang telah
diberi Kitab sebelummu, dan
orang-orang yang kafir (orang-
orang musyrik). ” (Al-Maidah: 57)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ
تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan
Nashrani menjadi pemimpin-
pemimpin(mu); sebahagian
mereka adalah pemimpin bagi
sebagian yang lain. Barangsiapa
di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu
termasuk golongan
mereka. ” (Al-Maidah: 51)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ
تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ
دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ
خَبَالاً وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ
بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ
أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي
صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ

“ Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu ambil orang-
orang yang di luar kalanganmu
menjadi teman kepercayaanmu.
(Karena) mereka tidak henti-
hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu. Mereka
menyukai apa yang
menyusahkan kamu. Telah nyata
kebencian dari mulut mereka,
dan apa yang disembunyikan
oleh hati mereka lebih besar
lagi. ” (Ali Imran: 118)
Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengabarkan , jika kaum
mukminin tidak ber-wala’ (saling
mencintai) satu sama lain,
sementara orang kafir sebagian
menjadi wali bagi yang lain dan
tidak terbedakan antara kaum
mukminin dengan mereka, maka
akan terjadi fitnah dan
kerusakan yang besar di muka
bumi. Dan tidak semestinya
seorang mukmin percaya dengan
selain mukmin (kafirin)
bagaimanapun ia menampilkan
kecintaan dan menampakkan
niat baik, karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah
mengatakan tentang mereka:

وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا
كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً
فَلاَ تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ
أَوْلِيَاءَ حَتَّى يُهَاجِرُوا
فِي سَبِيلِ اللهِ

“ Mereka ingin supaya kamu
menjadi kafir sebagaimana
mereka telah menjadi kafir, lalu
kamu menjadi sama (dengan
mereka). Maka janganlah kamu
jadikan di antara mereka
penolong-penolong (mu), hingga
mereka berhijrah pada jalan
Allah. ” (An-Nisa: 89)
Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengatakan kepada Nabi-Nya
Shallallahu 'alaihi wa sallam:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ
الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى
حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“ Orang-orang Yahudi dan
Nashrani tidak akan senang
kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka. ” (Al-
Baqarah: 120)
Yang wajib dilakukan seorang
mukmin adalah agar bersandar
kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala dalam melaksanakan
syariat-Nya dan jangan peduli
dengan cemoohan orang dan
tidak takut kepada musuh-
musuhnya. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ
يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلاَ
تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ

“ Sesungguhnya mereka itu tidak
lain hanyalah setan yang
menakut-nakuti (kamu) dengan
kawan-kawannya (orang-orang
musyrik Quraisy). Karena itu
janganlah kamu takut kepada
mereka, tetapi takutlah kepada-
Ku jika kamu benar-benar orang
yang beriman. ” (Ali ‘Imran: 175)

فَتَرَى الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ
يُسَارِعُونَ فِيهِمْ
يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ
تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى
اللهُ أَنْ يَأْتِيَ
بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ
عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى
مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ
نَادِمِيْنَ

“ Maka kamu akan melihat
orang-orang yang ada penyakit
dalam hatinya (orang-orang
munafik) bersegera mendekati
mereka (Yahudi dan Nasrani),
seraya berkata: Kami takut akan
mendapat bencana. Mudah-
mudahan Allah akan
mendatangkan kemenangan
(kepada Rasul-Nya) atau sesuatu
keputusan dari sisi-Nya. Karena
itu, mereka menyesali apa yang
mereka rahasiakan dalam diri
mereka.” (Al-Maidah: 52)
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا
الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلاَ
يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ
خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ
يُغْنِيكُمُ اللهُ مِنْ
فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللهَ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“ Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya orang-orang yang
musyrik itu najis, maka janganlah
mereka mendekati Masjidil
Haram sesudah tahun ini. Dan
jika kamu khawatir menjadi
miskin, maka Allah nanti akan
memberikan kekayaan
kepadamu dari karunia-Nya, jika
Dia menghendaki. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. ” (At-Taubah:
28)
Lantas, bolehkah seorang muslim
bermuamalah dengan orang
kafir dengan menunjukkan sikap
lemah lembut dengan harapan
mereka mau masuk Islam?
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah menjelaskan, tidak
ada keraguan bahwa seorang
muslim wajib untuk membenci
musuh-musuh Allah Subhanahu
wa Ta'ala dan berlepas diri dari
mereka karena inilah jalan para
rasul dan para pengikut mereka.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ
وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا
لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ
مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللهِ كَفَرْنَا
بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ
وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى
تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ

“Sesungguhnya telah ada suri
teladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika
mereka berkata kepada kaum
mereka: ‘Sesungguhnya kami
berlepas diri dari kamu dan dari
apa yang kamu sembah selain
Allah. Kami ingkari (kekafiran)-
mu, dan telah nyata
permusuhan dan kebencian
antara kami dan kamu untuk
selama-lamanya hingga kamu
beriman kepada Allah
semata ’.” (Al-Mumtahanah: 4)

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا
آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيْرَتَهُمْ

“ Kamu tidak akan mendapati
sesuatu kaum yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara,
ataupun keluarga mereka. ” (Al-
Mujadalah: 22)
Atas dasar ini tidak halal bagi
seorang muslim di dalam hatinya
tumbuh perasaan cinta tehadap
musuh-musuh Allah Subhanahu
wa Ta'ala yang sebenarnya
mereka pada kenyataannya
adalah musuhnya juga. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ
تَتَّخِذُوْا عَدُوِّي
وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ
بِالْمَوَدَّةِ

“ Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil
musuh-Ku dan musuhmu
menjadi teman-teman setia yang
kamu sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad),
karena rasa kasih sayang. ” (Al-
Mumtahanah: 1)
Seorang muslim yang
memperlakukan orang kafir
dengan lembut, dengan harapan
mereka masuk Islam maka yang
semacam ini tidak mengapa
karena ini masuk dalam bab
mendekatkan seseorang kepada
keislaman. Akan tetapi jika putus
(kecil) harapannya, maka
hendaknya memperlakukan
mereka menurut haknya. Dan ini
telah terinci dalam buku-buku
para ulama lebih khusus buku
Ibnul Qayyim rahimahullah,
Ahkamu Ahlidzimmah.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah kemudian ditanya,
apakah boleh mengatakan
bahwa orang kafir itu jujur,
amanah, dan baik bekerjanya?
Beliau menjawab, akhlak yang
disebutkan ini jika benar adanya,
maka sesungguhnya sifat dusta,
khianat dan ngawur yang ada
pada mereka lebih banyak dari
apa yang didapati di negara-
negara Islam. Dan ini satu hal
yang telah diketahui (bersama).
Akan tetapi jika ini benar, maka
itu sesungguhnya akhlak yang
diserukan oleh Islam. Dan kaum
muslimin lebih berhak untuk
melakukannya, agar dengan itu
mereka mendapatkan akhlak
yang baik dan pahala. Adapun
orang kafir, mereka tidak
memaksudkan dengan itu
kecuali karena materi. Sehingga,
kejujuran mereka dalam bergaul
hanya untuk menarik simpati
manusia.
Adapun seorang muslim, jika
berakhlak dengan perkara-
perkara ini, di samping
mengharapkan perkara materi,
ia juga mengharapkan perkara
syar ’i, yaitu mewujudkan iman
dan pahala dari Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Dan inilah
pembeda antara muslim dan
kafir. Adapun orang yang
menganggap adanya kujujuran di
negara kafir, barat maupun
timur, jika ini benar maka itu
hanya sedikit kebaikan di antara
kejelekan yang banyak. Dan
kalaulah tidak ada pada mereka
kecuali mereka mengingkari hak
Dzat yang paling besar haknya
yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيْمٌ

“ Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang
besar. ” (Luqman: 13)
Maka, bagaimanapun beramal,
sesungguhnya mereka tenggelam
dalam kejelekan, kekafiran dan
kezaliman mereka. Maka tiada
kebaikan pada mereka.
Bagaimana hukum mencintai
orang kafir dan lebih
mengutamakan mereka dari
pada kaum muslimin?
Beliau menjawab, tidak ada
keraguan bahwa orang yang
mencintai orang kafir lebih dari
kaum muslimin berarti dia telah
melakukan keharaman yang
besar. Karena sesungguhnya ia
wajib mencintai kaum muslimin,
dan cintanya untuk mereka
sebagaimana kecintaan untuk
dirinya. Adapun mencintai
musuh-musuh Allah lebih dari
kaum muslimin maka ini adalah
bahaya besar dan haram
baginya. Bahkan tidak boleh
mencintai mereka meski lebih
sedikit dari kaum muslimin:

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللهَ
وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا
آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيْرَتَهُمْ

“Kamu tidak akan mendapati
sesuatu kaum yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara,
ataupun keluarga mereka. ” (Al-
Mujadalah: 22)
Adapun orang-orang kafir
karena murtad maka wajib di-
hajr dan dijauhi. Jangan diajak
duduk-duduk dan makan-makan
jika sudah dinasehati dan
didakwahi untuk kembali kepada
Islam, namun mereka (tetap)
menolak. Karena orang yang
murtad tidak boleh dibiarkan
pada kemurtadannya, namun
diajak untuk kembali kepada
agama yang ia keluar darinya.
Jika dia menolak, wajib
membunuhnya. Dan jika
dibunuh karena murtad, maka ia
tidak dimandikan, tidak dikafani,
tidak dishalati, dan tidak dikubur
bersama kaum muslimin. Akan
tetapi dibuang dengan pakaian
dan darahnya yang najis di
lubang yang jauh dari
pekuburan kaum muslimin di
tanah yang tidak bertuan.
Adapun orang kafir yang tidak
murtad namun merupakan
kerabat, mereka tetap punya
hak kekerabatan sebagaimana
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

وَءَاتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ
السَّبِيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ
تَبْذِيْرًا

“ Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang
miskin dan orang yang dalam
perjalanan; dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. ” (Al-
Isra: 26)
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman tentang dua orang tua
yang kafir dan musyrik:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ
تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا
وَصَاحِبْهُمَا فِيالدُّنْيَا
مَعْرُوفًا

“ Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti
keduanya. Dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan
baik...” (Luqman: 15)


(Dikutip dari majalah asy Syariah
vol I/No 11/1425 H/2004, judul
asli Al Wala' dan Al Bara'
Terhadap Orang Kafir, penulis
Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al- ’Utsaimin rahimahullah,
rubrik Kajian Utama. URL
sumber http://
www.asysyariah.com/
syariah.php?
menu=detil&id_online=207)

www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=827

0 komentar:

Posting Komentar