Banner 468 X 60

Selasa, 24 Agustus 2010

Jeritan Anak Muda

Siang datang bukan untuk
mengejar malam, malam tiba
bukan untuk mengejar siang.
Siang dan malam datang silih
berganti dan takkan pernah
kembali lagi. Menanti adalah hal
yang paling membosankan,
apalagi jika menanti sesuatu yang
tidak pasti. Sementara waktu
berjalan terus dan usia semakin
bertambah, namun satu
pertanyaan yang selalu
mengganggu "Kapan aku
menikah??".
Resah dan gelisah kian
menghantui hari-harinya.
Manakala usia telah melewati
kepala tiga, sementara jodoh tak
kunjung datang. Apalagi jika
melihat disekitarnya, semua
teman-teman seusianya, bahkan
yang lebih mudah darinya telah
naik ke pelaminan atau sudah
memiliki keturunan. Baginya, ini
suatu kenyataan yang
menyakitkan sekaligus
membingungkan. Menyakitkan
tatkala masyarakat memberinya
gelar sebagai "bujang lapuk"
atau"perawan tua" , "tidak
laku".Membingungkan tatkala
tidak ada yang mau peduli dan
ambil pusing dengan masalah
yang tengah dihadapinya.
Apalagi anggapan yang
berkembang di kalangan wanita,
bahwa semakin tua usia akan
semakin sulit mendapatkan
jodoh. Sehingga menambah
keresahan dan mengikis rasa
percaya diri. Sebagian wanita
yang masih sendiri terkadang
memilih mengurung diri dan
hari-harinya dihabiskan dengan
berandai-andai.
Ini adalah kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri sebab hal ini
bisa saja terjadi pada saudari
kita, keponakan, sepupu atau
keluarga kita. Salah satu faktor
yang menyebabkan hal ini,
tingginya batas mahar dan
uang nikah yang ditetapkan.
Hal ini banyak terjadi dinegeri
kita -khususnya di daerah
sulawesi-. Telah banyak kisah
para pemuda yang sudah ingin
sekali menikah, mundur dari
lamarannya hanya karena tidak
mampu menghadapi mahar yang
ditetapkan. Setan pun
mendapatkan celah untuk
menggelincirkan anak-anak
Adam sehingga melakukan
perkara-perkara terlarang mulai
dari kawin lari sampai pada
perbuatan-perbuatan yang hina
(zina), bahkan sampai
menghamili sebagai solusi dari
semua ini. Padahal agama yang
mulia ini telah menjelaskan
bahwa jangankan zina,
mendekati saja diharamkan,
"Dan janganlah kamu mendekati
zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang
keji. dan suatu jalan yang
buruk.". (QS. Al-Israa’:32 )

Al-Allamah Muhammad bin Ali
Asy-Syaukaniy -rahimahullah-
berkata, "Di dalam larangan dari
mendekati zina dengan cara
melakukan pengantar-
pengantarnya terdapat larangan
dari zina –secara utama-, karena
sarana menuju sesuatu, jika ia
haram, maka tujuan tentunya
haram menurut konteks hadits".
[Lihat Fathul Qodir (3/319)]
Pembaca yang budiman,
sesungguhnya islam adalah
agama yang mudah; Allah I telah
anugerahkan kepada manusia
sebagai rahmat bagi mereka. Hal
ini nampak jelas dari syari’at-
syari’at dan aturan yang ada di
dalamnya, dipenuhi dengan
rahmat, kemurahan dan
kemudahan. Allah I telah
menegaskan di dalam kitab-Nya
yang mulia,
"Thaahaa. Kami tidak
menurunkan Al Quran Ini
kepadamu agar kamu menjadi
susah; Tetapi sebagai peringatan
bagi orang yang takut (kepada
Allah)". (QS.Thohaa :1-3)
Allah I berfirman
"Allah tidak menghendaki
menyulitkan kalian, tetapi Dia
hendak membersihkan kalian
dan menyempurnakan nikmat-
Nya bagi kalian, supaya kalian
bersyukur."(QS. : Al-Maidah: 6)
Namun sangat disayangkan
kalau kemudahan ini, justru
ditinggalkan. Malah mencari-cari
sesuatu yang sukar dan susah
sehingga memberikan dampak
negatif dalam menghalangi
kebanyakan orang untuk
menikah, baik dari kalangan
lelaki, maupun para wanita,
dengan meninggikan harga
uang pernikahan dan maharnya
yang tak mampu dijangkau oleh
orang yang datang melamar.
Akhirnya seorang pria
membujang selama bertahun-
tahun lamanya, sebelum ia
mendapatkan mahar yang
dibebankan. Sehingga banyak
menimbulkan berbagai macam
kerusakan dan kejelekan, seperti
menempuh jalan berpacaran.
Padahal pacaran itu haram,
karena ia adalah sarana menuju
zina. Bahkan ada yang
menempuh jalan yang lebih
berbahaya, yaitu jalan zina !!
Di sisi yang lain, hal tersebut
akan menjadikan pihak keluarga
wanita menjadi kelompok
materealistis dengan melihat
sedikit banyaknya mahar atau
uang nikah yang diberikan.
Apabila maharnya melimpah
ruah, maka merekapun
menikahkannya dan mereka
tidak melihat kepada akibatnya;
orangnya jelek atau tidak yang
penting mahar banyak !! Jika
maharnya sedikit, merekapun
menolak pernikahan, walaupun
yang datang adalah seorang
pria yang diridhoi
agamanyadan akhlaknya serta
memiliki kemampuan
menghidupi istri dan anak-
anaknya kelak. Padahal
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam-telah mamperingatkan

إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ
خُلُقَهُ وَدِيْنَهُ
فَزَوِّجُوْهُ . إِلَّا تَفْعَلُوْا
تَكُنْ فِتْنَةٌ فِيْ
الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ

Jika datang seorang lelaki yang
melamar anak gadismu, yang
engkau ridhoi agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah ia.
Jika tidak, maka akan terjadi
fitnah (musibah) dan kerusakan
yang merata dimuka bumi
"[HR.At-Tirmidziy dalam Kitab
An-Nikah(1084 & 1085), dan
Ibnu Majah dalam Kitab An-
Nikah(1967). Di-hasan-kan oleh
Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah
(1022)]
Jadi, yang terpenting dalam
agama kita adalah ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya,
bukan sekedar kekayaan dan
kemewahan. Sebuah rumah
yang berhiaskan ketaqwaan dan
kesholehan dari sepasang suami
istri adalah modal surgawi, yang
akan melahirkan kebahagian,
kedamaian, kemuliaan, dan
ketentraman. Namun sangat
disayangkan sekali, realita yang
terjadi di masyarakat kita, jauh
dari apa yang dituntunkan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Hanya
karena perasaan "malu" dan
"gengsi" hingga rela
mengorbankan ketaatan kepada
Allah; tidak merasa cukup
dengan sesuatu yang telah Allah
tetapkan dalam syari’at-Nya.
Mereka melonjakkan biaya
nikah, dan mahar yang tidak
dianjurkan di dalam agama yang
mudah ini. Akhirnya
pernikahan seakan menjadi
komoditi yang mahal, sehingga
menjadi penghalang bagi para
pemuda untuk menyambut
seruan Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ
اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ

Wahai para pemuda! Barang
siapa diantara kalian yang telah
mampu, maka menikahlah,
karena demikian (nikah) itu lebih
menundukkan pandangan dan
menjaga kemaluan. Barang siapa
yang belum mampu, maka
berpuasalah, karena puasa akan
menjadi perisai baginya". [HR. Al-
Bukhoriy (4778), dan Muslim
(1400), Abu Dawud (2046), An-
Nasa'iy (2246)]
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- telah menganjurkan
umatnya untuk mempermudah
dan jangan mempersulit dalam
menerima lamaran dengan
sabdanya,

مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ
تَسْهِيْلُ أَمْرِهَا وَقِلَّةُ
صَدَاقِهَا

Diantara berkahnya seorang
wanita, memudahkan urusan
(nikah)nya, dan sedikit
maharnya". [HR. Ahmad dalam
Al-Musnad (24651), Al-Hakim
dalam Al-Mustadrok (2739), Al-
Baihaqiy dalam Al-Kubro
(14135), Ibnu Hibban dalam
Shohih-nya (4095), Al-Bazzar
dalam Al-Musnad (3/158), Ath-
Thobroniy dalam Ash-Shoghir
(469). Di-hasan-kan Al-Albaniy
dalam Shohih Al-Jami' (2231)]
Oleh karena itu, pernah
seseorang datang kepada Nabi -
Shollallahu ‘alaihi wasallam-
seraya berkata,"Sesungguhnya
aku telah menikahi seorang
wanita." Beliau bersabda,
"Engkau menikahinya dengan
mahar berapa?" orang ini
berkata:"empat awaq (yaitu
seratus enam puluh dirham)".
Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda:

عَلَى أَرْبَعِ أَوَاقٍ ؟ كَأَنَّمَا
تَنْحِتُوْنَ الْفِضَّةَ مِنْ
عَرْضِ هَذَا الْجَبَلِ مَا
عِنْدَنَا مَا نُعْطِيْكَ وَلَكِنْ
عَسَى أَنْ نَبْعَثَكَ فِيْ
بَعْثٍ تُصِيْبُ مِنْهُ

Dengan empat awaq (160
dirham)? Seakan-akan engkau
telah menggali perak dari
sebagian gunung ini. Tidak ada
pada kami sesuatu yang bisa
kami berikan kepadamu. Tapi
mudah-mudahan kami dapat
mengutusmu dalam suatu
utusan (penarik zakat) ; engkau
bisa mendapatkan (empat awaq
tersebut)". [HR, Muslim(1424)].
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya
bin Syarof An-Nawawiy-
rahimahullah- berkata tentang
sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wa sallam- yang kami huruf
tebalkan, "Makna ucapan ini,
dibencinya memperbanyak
mahar hubungannya dengan
kondisi calon suami".[Lihat Syarh
Shohih Muslim (6/214)]
Perkara meninggikan mahar, dan
mempersulit pemuda yang mau
menikah, ini telah diingkari oleh
Umar -radhiyallahu ‘anhu-.
Umar -radhiyallahu ‘anhu-
berkata,

أَلَا لَا تَغَالُوْا بِصُدُقِ
النِّسَاءِ فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ
مَكْرَمَةً فِيْ الدُّنْيَا أَوْ
تَقْوًى عِنْدَ اللهِ لَكَانَ
أَوْلَاكُمْ بِهَا النََّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَا أَصْدَقَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اِمْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ وَلَا
أُصْدِقَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ
بَنَاتِهِ أَكْثَرَ مِنْ
ثِنْتَيْ عَشَرَ أُوْقِيَةٌ

Ingatlah, jangan kalian berlebih-
lebihan dalam memberikan
mahar kepada wanita karena
sesungguhnya jika hal itu adalah
suatu kemuliaan di dunia dan
ketaqwaan di akhirat, maka Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam-
adalah orang yang palimg
berhak dari kalian. Tidak pernah
Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- memberikan mahar
kepada seorang wanitapun dari
istri-istri beliau dan tidak pula
diberi mahar seorang wanitapun
dari putri-putri beliau lebih dari
dua belas uqiyah (satu uqiyah
sama dengan 40 dirham)" .
[HR.Abu Dawud (2106), At-
Tirmidzi(1114),Ibnu Majah(1887),
Ahmad(I/40&48/no.285&340). Di-
shohih-kan oleh Syaikh Al-
Albaniy dalam Takhrij Al-
Misykah (3204)]
Pembaca yang budiman,
pernikahan memang
memerlukan materi, namun itu
bukanlah segala-galanya, karena
agungnya pernikahan tidak bisa
dibandingkan dengan materi.
Janganlah hanya karena materi,
menjadi penghalang bagi
saudara kita untuk meraih
kebaikan dengan menikah. Yang
jelas ia adalah seorang calon
suami yang taat beragama,
dan mampu menghidupi
keluarganyanya kelak. Sebab
pernikahan bertujuan
menyelamatkan manusia dari
perilaku yang keji (zina), dan
mengembangkan keturunan
yang menegakkan tauhid di atas
muka bumi ini.
Oleh karena itu, Rasulullah -
Shollallahu ‘alaihi wasallam-
perkah bersabda,

ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى
اللهِ عَوْنُهُ الْغَازِيْ فِيْ
سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتَبُ
الَّذِيْ يُرِيْدُ الْأَدَاءَ
وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ يُرِيْدُ
التَّعَفُّفَ

Ada tiga orang yang wajib bagi
Allah untuk menolongnya:
Orang yang berperang di jalan
Allah, budak yang ingin
membebaskan dirinya, dan
orang menikah yang ingin
menjaga kesucian diri". [HR.
At-Tirmidziy (1655), An-Nasa'iy
(3120 & 1655), Ibnu Majah
(2518). Di-hasan-kan oleh Al-
Albaniy dalam Takhrij Al-
Misykah (3089)]
Orang tua yang bijaksana tidak
akan tentram hatinya sebelum ia
menikahkan anaknya yang telah
cukup usia. Karena itu adalah
tanggung-jawab orang tua demi
menyelamatkan masa depan
anaknya. Oleh karena itu,
diperlukan kesadaran orang tua
semua untuk saling tolong-
menolong dalam hal kebaikan.
Ingatlah sabda Nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam

إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ
يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلَّا
غَلَبَهُ

Agama adalah mudah dan tidak
seorangpun yang mempersulit
dalam agama ini, kecuali ia akan
terkalahkan". [HR. Al-Bukhary
(39), dan An-Nasa'iy(5034)]
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- memerintahkan
umatnya untuk menerapkan
prinsip islam yang mulia ini
dalam kehidupan mereka
sebagaimana dalam sabda
Beliau,

يَسِّرُوْا وَلَا تُعَسِّرُوْا
وَبَشِّرُوْا وَلَا تُنَفِّرُوْا

permudahlah dan jangan kalian
mempersulit, berilah kabar
gembira dan jangan kalian
membuat orang lari". [HR.Al-
Bukhary(69& 6125), dan Muslim
(1734)]
Syaikh Al-Utsaimin-
rahimahullah- berkata, "Kalau
sekiranya manusia mencukupkan
dengan mahar yang kecil,
mereka saling tolong menolong
dalam hal mahar(yakni tidak
mempersulit) dan masing-masing
orang melaksanakan masalah ini,
niscaya masyarakat akan
mendapatkan kebaikan yang
banyak, kemudahan yang
lapang, serta penjagaan yang
besar, baik kaum lelaki maupun
wanitanya".[Lihat Az-Zawaaj]


Sumber : Buletin Jum’at Al-
Atsariyyah edisi 54 Tahun I.
Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas.
Alamat : Pesantren Tanwirus
Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58,
Kel. Borong Loe, Kec. Bonto
Marannu, Gowa-Sulsel. HP :
08124173512 (a/n Ust. Abu
Fa’izah)

www.almakassari.com/artikel-islam/manhaj/jeritan-anak-muda.html#more-234

0 komentar:

Posting Komentar