Banner 468 X 60

Senin, 30 Agustus 2010

Konsepsi Jihad Syar'i Dalam Islam

Pertanyaan : Sebagaimana yang
telah kita ketahui bersama
bahwa di negeri kita (Indonesia)
sejak beberapa tahun terakhir
sedang marak-maraknya teror
dalam bentuk peledakan dan
sebagainya yang kemudian sang
pelaku menamakan tindakan-
tindakan tersebut sebagai jihad
di jalan Allah, ada yang pro dan
ada pula yang kontra. Oleh
karena itu tolong dijelaskan
konsepsi jihad yang syar’iy di
dalam agama kita.

Jawab :
Masalah ini sebenarnya adalah
masalah yang cukup berat dan
termasuk perkara kontemporer
yang tidak ada yang boleh
berbicara di dalamnya kecuali
para ulama ahli ijtihad. Dan
alhamdulillah para ulama besar
di zaman ini telah berbicara sejak
awal mula terjadinya fitnah teror
dan peledakan ini yang
sebagiannya telah termuat dalam
Risalah Ilmiah An-Nashihah Vol.
3 tahun 2001 dan Vol. 4 tahun
2002 silam. Maka di sini –dengan
memohon pertolongan hanya
kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala- kami akan menjelaskan
secara ringkas tentang konsepsi
jihad yang syar’iy dalam Islam
serta menukil kembali
sebahagian dari fatwa-fatwa
mereka dengan beberapa
perbaikan, semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala
memberikan berkah dengannya
kepada kita bersama.

Berikut
uraiannya :
Jihad di dalam Islam –khususnya
melawan orang-orang kafir- ada
dua bentuk :
Jihad mudafa’ah (Jihad membela
atau melindungi diri dari
serangan musuh), yaitu apabila
kaum kuffar (orang-orang kafir)
menyerang dan atau mengepung
negeri kaum muslimin. Maka
dalam keadaan seperti ini fardhu
‘ain bagi setiap orang yang
berada di negeri tersebut untuk
membela dirinya serta wajib juga
atas kaum muslimin di seluruh
penjuru dunia untuk menolong
saudara-saudara mereka di
negeri tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata : “Apabila musuh
hendak menyerang kaum
muslimin, maka wajib atas orang-
orang yang diserang secara
langsung untuk menghadang
mereka dan juga wajib atas
orang yang belum diserang
untuk membantu saudara
mereka sebagaimana firman
Allah Ta’ala :

وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي
الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ
النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ
بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ
مِيثَاقٌ

“(Akan tetapi) jika mereka
meminta pertolongan kepadamu
dalam (urusan pembelaan)
agama, maka kamu wajib
memberikan pertolongan kecuali
terhadap kaum yang telah ada
perjanjian antara kamu dengan
mereka”. (QS. Al-Anf al : 72)
Di tempat yang lain beliau
rahimahullah menegaskan
bahwa jihad bentuk ini tidak
memiliki syarat-syarat yang harus
dipenuhi sebelum
pelaksanaannya.
Jihad hujum atau jihad tholab
(jihad menyerang), yaitu kaum
muslimin yang mulai menyerang
kaum kuffar dengan
memberikan kepada mereka tiga
pilihan ; masuk Islam atau
membayar jizyah (upeti) dengan
penuh kehinaan atau diperangi
sebagaimana yang disebutkan
urutannya dalam hadits Buraidah
riwayat Muslim no. 1731. Dan
dilihat secara zhohirnya,
peledakan serta bom bunuh diri
yang sedang marak di negeri
kaum muslimin –termasuk
Indonesia- atau yang terjadi di
negeri-negeri kafir oleh sebagian
kaum muslimin adalah termasuk
jihad hujum karena mereka yang
memulai penyerangan dengan
mendatangi negeri-negeri kafir
atau tempat-tempat mereka di
negeri kaum muslimin dan
mengadakan penyerangan dan
peledakan di sana. Akan tetapi
hakikatnya perbuatan seperti ini
adalah perbuatan yang
melanggar syari’at Islam yang
suci ini dan menunjukkan
jauhnya para pelaku ataupun
orang-orang yang mengajari
mereka dari ilmu agama yang
benar. Berikut penjelasannya :
Penting untuk diketahui oleh
setiap muslim bahwa jihad
menyerang ini tidak boleh
dilaksanakan secara mutlak,
dalam artian boleh dilakukan
kapan saja, dimana saja dan oleh
siapa saja. Akan tetapi jihad yang
mulia ini memiliki syarat-syarat
yang kapan seluruh syarat ini
terpenuhi barulah ketika itu
boleh bahkan wajib menegakkan
jihad menyerang ini, syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut :

Di bawah kepemimpinan seorang
imam/kepala Negara yang
disepakati oleh kaum muslimin di
negeri itu bahwa dia adalah
pemimpin atau orang yang
ditunjuk oleh imam kaum
muslimin sebagai pimpinan
perang, jadi bukan “imam-
imaman” yang diangkat sendiri
oleh sebagian jama’ah atau
golongan atau aliran dan
seterusnya yang tidak di atas
kesepakatan kaum muslimin
kemudian menegakkan jihad
menyerang sendiri tanpa
persetujuan dari kepala Negara
dan yang lebih aneh kadang
jihad versi mereka diarahkan
untuk menyerang sesama kaum
muslimin, na’udzu billahi min
dzalik.

Memiliki daerah dan wilayah
kekuasaan atau dengan kata lain
negara.
Memiliki kekuatan yang cukup
untuk berperang, baik dari sisi
personil, perbekalan maupun
persenjataan.
Kapan salah satu atau bahkan
seluruh syarat di atas tidak
terpenuhi, maka tidak boleh
melaksanakan jihad menyerang
seperti ini, kalaupun dipaksakan
maka tidaklah dianggap jihad
yang syar’iy dan dikhawatirkan
korban yang jatuh didalamnya
tidak digolongkan syahid tapi
bunuh diri, nas`alullahas
salamata wal ‘afiyah.
Oleh karena itulah syari’at jihad
menyerang tidak turun di
Mekkah karena belum
terpenuhinya syarat-syarat
tersebut. Kaum muslimin belum
memiliki pemimpin yang syah,
belum punya Negara dan masih
lemah, sebagaimana firman Allah
Ta ’ala :

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ
لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا
الزَّكَاةَ

“Tidakkah kamu perhatikan
orang-orang yang dikatakan
kepada mereka: "Tahanlah
tanganmu (dari berperang),
dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat !”. (QS. An-Nisa` : 77)
Akan tetapi setelah hijrah ke
Medinah, maka kaum muslimin
sudah memiliki Negara sendiri
dengan pimpinan Nabi
Shollallahu ‘alaih wa ‘ala alihi
wasallam dan telah memiliki
kekuatan yang sangat besar
dengan banyaknya manusia yang
masuk Islam, barulah Allah
Ta’ala menurunkan perintah
untuk menyerang kaum kuffar di
luar kota Medinah.
Setelah mengetahui hal ini, maka
sekarang kita tanyakan kepada
orang-orang yang katanya
berjihad melawan orang kafir –
tapi tidak jarang ada juga kaum
muslimin yang jadi korban,
sengaja atau tidak- : Siapa
pemimpin kalian yang diakui
oleh seluruh kaum muslimin?!,
mana Negara kalian?! dan
mana kekuatan kalian?!,
bukankah perbuatan bom
bunuh diri atau dengan
memasang peledak di tempat-
tempat kaum kuffar
menunjukkan kalian belum
punya cukup kekuatan,
bukankah hal itu adalah
perbuatan pengecut dan
khianat kepada mereka yang
telah dijamin keamanannya
oleh Negara?!.

Pembagian Orang Kafir dalam
Islam
Setelah terpenuhinya ketiga
syarat di atas, langkah
selanjutnya adalah dengan
melihat keadaan orang kafir
yang akan diserang dan
diperangi tersebut apakah dia
termasuk orang kafir yang
boleh/halal untuk dibunuh
ataukah tidak, karena orang
kafir dalam syari’at Islam yang
mulia ini ada empat macam :

Pertama : Kafir Dzimmy, yaitu
orang kafir yang membayar
jizyah (upeti) yang dipungut tiap
tahun sebagai imbalan bolehnya
mereka tinggal di negeri kaum
muslimin. Kafir seperti ini tidak
boleh dibunuh selama ia masih
menaati peraturan-peraturan
yang dikenakan kepada mereka.
Banyak dalil yang menunjukkan
hal tersebut di antaranya firman
Allah Al-‘Aziz Al-Hakim :

قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَ
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلاَ
بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلاَ
يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ
دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى
يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ
وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah dan
tidak (pula) kepada hari
kemudian dan mereka tidak
mengharamkan apa yang telah
diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya dan tidak beragama
dengan agama yang benar
(agama Allah), (yaitu orang-
orang) yang diberikan Al-Kitab
kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah dengan patuh
sedang mereka dalam keadaan
shogirun (hina, rendah, patuh)”.
(QS. At-Taubah : 29).

Kedua : Kafir Mu’ahad, yaitu
orang-orang kafir yang telah
terjadi kesepakatan antara
mereka dan kaum muslimin
untuk tidak berperang dalam
kurun waktu yang telah
disepakati. Dan kafir seperti ini
juga tidak boleh dibunuh
sepanjang mereka menjalankan
kesepakatan yang telah dibuat.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :

إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ
يَنْقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ
يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا
فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ
إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ

“Kecuali orang-orang musyrikin
yang kalian telah mengadakan
perjanjian (dengan mereka) dan
mereka tidak mengurangi dari
kalian sesuatu pun (dari isi
perjanjian) dan tidak (pula)
mereka membantu seseorang
yang memusuhi kalian, maka
terhadap mereka itu penuhilah
janjinya sampai batas waktunya.
Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertakwa”.
(QS. At-Taubah : 4).
Dan Rasulullah shollallahu ‘alaihi
waalihi wa sallam bersabda
dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr
riwayat Bukhary :

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ
رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ
رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ
مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا

“Siapa yang membunuh kafir
Mu’ahad ia tidak akan mencium
bau surga dan sesungguhnya
bau surga itu tercium dari
perjalanan empat puluh tahun”.

Ketiga : Kafir Musta’man, yaitu
orang kafir yang mendapat
jaminan keamanan dari kaum
muslimin atau sebagian kaum
muslimin. Kafir jenis ini juga tidak
boleh dibunuh sepanjang masih
berada dalam jaminan
keamanan. Allah Subhanahu Wa
Ta’ala berfirman :

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى
يَسْمَعَ كَلاَمَ اللَّهِ ثُمَّ
أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَ يَعْلَمُونَ

“Dan jika seorang di antara
kaum musyrikin meminta
perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia agar ia sempat
mendengar firman Allah,
kemudian antarkanlah ia ke
tempat yang aman baginya.
Demikian itu disebabkan mereka
kaum yang tidak mengetahui”.
(QS. At-Taubah : 6).

Keempat : Kafir Harby, yaitu
kafir selain tiga di atas. Kafir jenis
inilah yang disyari’atkan untuk
diperangi dengan ketentuan
yang telah kita jelaskan di atas.
Demikianlah pembagian orang
kafir oleh para ulama seperti
syeikh Muqbil bin H adi Al-
Wadi’iy, syeikh Ibnu ‘Utsaimin,
‘Abdullah Al-Bassam dan lain-
lainnya. Dan bagi yang menelaah
buku-buku fiqih dari berbagai
madzhab akan menemukan
benarnya pembagian ini.
Wallahul Musta’ an.


Sumber : Jurnal Al-Atsariyyah
Vol. 01/Th01/2006
www.almakassari.com/artikel-islam/aqidah/konsepsi-jihad-syari-dalam-islam.html

0 komentar:

Posting Komentar