Banner 468 X 60

Senin, 12 Juli 2010

Tafsir Surat Al Fatihah

Ditulis oleh Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-
Sa'di Rahimahullah


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ )1( الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
)2( الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
)3( مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
)4( إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
)5( اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ )6(
صِرَاطَ الَّذِينَ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
)بسم الله

yakni: Aku
memulai dengan
segenap nama Allah
Ta ’ala, karena lafaz
(اسم) mufrad mudhaf (kata
tunggal bersandar) maka
mencakup segenap nama-nama
Allah (yang husna).
( الله) adalah al ma’luh-al
ma’bud (yang diibadahi), yang
berhak ditunggalkan dalam
peribadahan, karena sifat-sifat
yang dimiliki oleh-Nya dari sifat-
sifat uluhiyah, dan ia merupakan
sifat-sifat kesempurnaan.
( الرحمن الرحيم ) dua nama
yang menunjukkan bahwa Allah
Ta’ala memiliki rahmat yang luas
dan besar yang mencakup segala
sesuatu dan semua yang hidup
dan Dia tetapkan untuk orang-
orang yang bertakwa yang
mengikuti nabi-nabi-Nya dan
rasul-rasul-Nya. Mereka
mendapatkan rahmat yang
mutlak dan selain mereka
mendapatkan bagian dari
rahmat-Nya.
Dan ketahuilah bahwa diantara
kaidah-kaidah yang telah
disepakati oleh salaf (pendahulu)
ummat ini dan imam-imam
mereka: beriman dengan nama-
nama Allah dan sifat-sifat-Nya
dan beriman dengan hukum-
hukum sifat. Mereka mengimani
–misalnya- bahwa Allah rahman
rahim (Maha Pengasih Maha
Penyayang –pentj) yang memiliki
sifat rahmat (kasih sayang –pentj)
yang Dia curahkan kepada al
marhum (yang Dia kasih-
sayangi). Maka nikmat-nikmat
seluruhnya merupakan buah
dari rahmat-Nya. Dan
demikianlah pada seluruh sifat.
Kita katakan pada Al Alim (Yang
Maha Mengetahui –pentj);
bahwa Dia Maha Mengetahui,
memiliki pengetahuan,
dengannya Dia mengetahui
segala sesuatu. Qadir (Yang
Maha Berkuasa), memiliki
kekuasaan, berkuasa atas segala
sesuatu.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
)الحمد لله adalah pujian
terhadap Allah dengan sifat-sifat
kesempurnaan dan dengan
perbuatan-perbuatan-Nya yang
berkisar antara karunia dan
keadilan. Maka milik-Nya pujian
yang sempurna dari segala
macam sisi.
( رب العالمين ) Rabb,
adalah yang mentarbiyah
seluruh alam –(alam) adalah
segala sesuatu selain Allah-,
(mentarbiyah mereka) dengan
menciptakan mereka dan
dengan memberikan segala
macam alat dan sarana serta
nikmat-nikmat yang besar
kepada mereka, yang apabila
mereka kehilangan nikmat-
nikmat tersebut mustahil mereka
dapat melangsungkan
kehidupannya. Maka apapun
nikmat yang ada pada mereka
semata-mata dari Allah Ta’ala.
Dan tarbiyah Allah Ta’ala
terhadap makhluk-Nya ada 2:
umum dan khusus.
(Tarbiyah yang) umum adalah:
penciptaan Allah terhadap
segenap makhluk dan memberi
rejeki kepada mereka serta
memberikan petunjuk kepada
mereka terhadap segala
kemaslahatan mereka yang
merupakan sebab terjaganya
kehidupan mereka di dunia.
(Dan tarbiyah yang) khusus yaitu:
tarbiyah Allah kepada para wali-
Nya. Allah mentarbiyah mereka
dengan keimanan dan
menganugrahkan taufik kepada
mereka kepadanya serta
menyempurnakan keimanan
tersebut bagi mereka dan
menghalau dari mereka segala
macam shawarif (faktor yang
memalingkan) dan ‘awa’iq
(faktor penghalang) yang
menghalangi antara mereka
dengan-Nya.
Dan hakikatnya (tarbiyah yang
khusus): tarbiyah taufik kepada
setiap kebaikan dan
perlindungan dari segala macam
kejelekan. Dan sepertinya inilah
rahasianya, kondisi kebanyakan
doa para nabi dengan
menggunakan lafaz Rabb.
Karena permintaan-permintaan
mereka seluruhnya termasuk ke
dalam rububiyah (tarbiyah) Allah
yang khusus.
Maka firman Allah (رب
العالمين) menunjukkan akan
Maha Tunggalnya Allah dalam
penciptaan dan pengaturan dan
nikmat-nikmat dan
(menunjukkan akan)
sempurnanya kekayaan Allah
dan sempurnanya kebutuhan
seluruh alam kepada-Nya dari
segala macam sisi dan penilaian.
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Al Malik, adalah yang memiliki
sifat al mulk (raja) yang diantara
dampaknya bahwa Dia
memerintah dan melarang, dan
memberi pahala dan
menghukum, serta berbuat di
kerajaan-Nya dengan segala
macam bentuk kebijakan.
Dan disandarkannya al mulk
kepada yaumid-diin (hari
kemudian) dan yaumid-diin
adalah hari kiamat, hari dimana
manusia menghadap dengan
membawa amal perbuatan
mereka, baik atau buruk, karena
pada hari itu tampaklah pada
seluruh makhluk dengan jelas
kerajaan-Nya yang sempurna,
keadilan-Nya yang sempurna
dan kebijaksanaan-Nya yang
sempurna dan terputusnya
kerajaan-kerajaan makhluk
hingga pada hari itu menjadi
sejajar antara raja-raja dan
rakyat, budak dan orang
merdeka. Semuanya tunduk di
hadapan kebesaran-Nya, hina di
hadapan kemuliaan-Nya dan
menunggu-nunggu pembalasan-
Nya, mengharap-harap pahala
dari-Nya dan takut akan
hukuman-Nya. Oleh karena itu
ia (yaumid-diin) dikhususkan
penyebutannya meskipun (pada
dasarnya) Allah adalah raja bagi
hari kemudian dan hari-hari
selainnya.
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ
Dan firman-Nya ( إياك نعبد
وإياك نستعين ) yakni:
kami khususkan Engkau semata
dalam peribadahan dan isti’anah
(meminta pertolongan). Karena
mendahulukan ma’mul (objek)
berfungsi membatasi. Yaitu
menetapkan hukum kepada
yang disebut dan menafikannya
dari selainnya. Seolah-olah ia
mengatakan; kami beribadah
kepada-Mu dan tidak beribadah
kepada selain-Mu dan kami
meminta pertolongan-Mu dan
tidak meminta pertolongan dari
selain-Mu.
Dan didahulukan (penyebutan)
ibadah dari isti’anah dalam
rangka mendahulukan yang
umum dari yang khusus dan
memberi perhatian lebih dengan
mendahulukan hak Allah Ta’ala
dari hak hamba-Nya.
Dan ibadah adalah; sebuah
nama yang mencakup segala
sesuatu yang dicintai Allah dan
diridhai oleh-Nya dari perbuatan
dan perkataan yang tampak dan
tersembunyi.
Dan isti’anah adalah; bersandar
kepada Allah Ta’ala dalam
menggapai kemanfaatan dan
menolak kemudharatan disertai
dengan kepercayaan penuh
kepada Allah dalam menggapai
yang demikian.
Dan menegakkan ibadah kepada
Allah dan isti’anah kepada-Nya
merupakan sarana kepada
kebahagiaan yang abadi dan
keselamatan dari segala macam
kejelekan. Maka tidak ada jalan
kepada keselamatan kecuali
dengan menegakkan keduanya.
Dan ibadah disebut ibadah
apabila bersumber dari
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam dengan
mengharapkan wajah Allah.
Maka dengan dua hal ini ibadah
disebut ibadah.
Dan penyebutan isti’anah setelah
ibadah padahal isti’anah adalah
bagian dari ibadah adalah
karena butuhnya hamba pada
setiap ibadah-ibadahnya kepada
meminta pertolongan Allah.
Karena sesungguhnya apabila
Allah tidak menolongnya, dia
tidak akan mendapatkan apa
yang dikehendakinya dari
mengerjakan apa yang
diperintahkan dan meninggalkan
apa yang dilarang.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ
Kemudian Allah berfirman,
( اهدنا الصراط
المستقيم) yakni; tunjuki
dan bimbing kami dan berikan
taufik pada kami kepada
shiratal-mustaqim, yaitu; jalan
yang terang yang mengantarkan
kepada Allah dan kepada surga-
Nya. Dan (jalan) itu adalah;
mengetahui yang hak dan
mengamalkannya. Maka
tunjukilah kami kepada jalan ini
dan tunjukilah kami di dalam
jalan ini.
Dan petunjuk kepada jalan
adalah menjalani ajaran Islam
dan meninggalkan ajaran
selainnya.
Sedangkan petunjuk di dalam
jalan mencakup petunjuk kepada
setiap rincian-rincian ajaran
(Islam), mengetahui dan
mengamalkannya.
Maka doa ini diantara doa yang
paling luas dan besar
manfaatnya bagi hamba. Oleh
karena itu wajib bagi seseorang
untuk berdoa kepada Allah
dengannya pada setiap rakaat
dari shalatnya, karena
kebutuhan mereka yang darurat
kepadanya.
صِرَاطَ الَّذِينَ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيْهِمْ وَلا
الضَّالِّينَ
Dan shiratul-mustaqim ini adalah
“jalannya orang-orang yang
Engkau berikan kepada mereka
nikmat dari para nabi dan
shiddiq dan syuhada’ dan
shalihin” bukan jalan
( المغضوب عليهم ) orang-
orang yang Engkau murkai, yaitu
orang-orang yang mengetahui
yang hak tapi meninggalkannya
seperti orang-orang Yahudi dan
orang-orang yang semisal
dengan mereka. Dan bukan
jalan (الضآلين) orang-orang
yang sesat, yaitu orang-orang
yang meninggalkan yang hak di
atas kejahilan dan kesesatan
seperti orang-orang Nashara dan
orang-orang yang semisal
dengan mereka.
Maka surat ini meskipun singkat
tapi mencakup perkara-perkara
yang belum dicakup oleh satu
surat pun dari surat-surat Al
Qur’an.
Surat ini mengandung tiga
macam tauhid: tauhid rububiyah
yang diambil dari firman-Nya
( رب العالمين ) “Rabb
segenap alam”.
Dan tauhid uluhiyyah, yaitu
menunggalkan Allah dalam
peribadahan yang diambil dari
lafaz (الله) dan dari firman-Nya
( اياك نعبد ) “hanya kepada
Engkau kami beribadah”.
Dan tauhid asma’ was shifat,
yaitu menetapkan sifat-sifat
kesempurnaan bagi Allah Ta’ala
dari sifat-sifat yang Ia tetapkan
bagi diri-Nya dan ditetapkan
oleh rasul-Nya tanpa ta’thil
(penolakan) dan tamtsil
(permisalan) dan tasybih
(penyerupaan), yang
menunjukkan hal ini lafaz
(الحمد) “segala puji”
sebagaimana telah berlalu
(penjelasannya).
Dan (surat ini) mengandung
penetapan nubuwah (yaitu) pada
firman-Nya ( اهدنا الصراط
المستقيم) “tunjukilah kami
jalan yang lurus” karena hal ini
mustahil tercapai tanpa Allah
mengutus rasul-Nya.
Dan adanya pembalasan atas
amal perbuatan, pada firman-
Nya ( مالك يوم الدين ) “Raja
hari kemudian” dan bahwasanya
pembalasan terjadi dengan
keadilan, karena ad-diin
(pembalasan) artinya adalah
pembalasan dengan adil.
Dan mengandung adanya takdir
dan bahwasanya hamba adalah
pelaku yang hakiki (dari
perbuatannya) berseberangan
dengan Qadariyah dan Jabriyah.
Bahkan (surat ini) mengandung
bantahan kepada setiap ahlul
bid’ah dan (pengekor) kesesatan,
pada firman-Nya (اهدنا
الصراط المستقيم )
“tunjukilah kami jalan yang
lurus” karena (jalan yang lurus)
adalah; mengetahui yang hak
dan mengamalkannya. Dan
setiap mubtadi’ (ahlul bid’ah)
dan orang yang sesat menyelisihi
al hak ini.
Dan terkandung pemurnian
ibadah bagi Allah Ta’ala,
peribadahan dan isti’anah, pada
firman-Nya ( إياك نعبد
وإياك نستعين ) “hanya
kepada Engkau kami beribadah
dan hanya kepada Engkau kami
mohon pertolongan.”
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin.

Diterjemahkan dari Taysir
Karimir-Rahman fi Tafsir Kalamil
Mannan


Sumber :
Tafsir As-Sa'di
http://www.ahlussunnah-
jakarta.com/artikel_detil.php?
id=438
www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=110%3Atafsir-surat-al-fatihah-1-7&catid=38%3Atafsir&Itemid=18

0 komentar:

Posting Komentar