Banner 468 X 60

Selasa, 06 Juli 2010

Hukum Memperingati Perayaan Isra' Mi'raj

Penulis:
Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي
تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا
سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ
الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ
وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ n وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ
مُحْدَثَاتُهَا فَإِنَّ كُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ
ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ،
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ.

Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah,
Alhamdulillah, segala puji kita
panjatkan ke hadirat Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang
memiliki nama-nama yang husna
dan sifat yang sempurna. Dialah
satu-satunya yang mengatur
alam semesta dan memberikan
rezeki kepada seluruh makhluk-
Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya
dan tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan-Nya. Shalawat
dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada sayyidul
awwaliin wal akhiriin, Nabi kita
Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, keluarganya, para
sahabatnya, dan seluruh kaum
muslimin yang berjalan di atas
sunnahnya.
Jamaah jum’ah yang semoga
dirahmati Allah Subhanahu wa
Ta’ala,
Marilah kita senantiasa bertakwa
kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan bersungguh-
sungguh dalam menjalankan
agama kita. Yaitu, dimulai
dengan bersemangat dalam
mempelajarinya sehingga kita
bisa menjalankannya di atas
ilmu. Tentu saja dalam
mempelajarinya harus dengan
bimbingan para ulama Ahlus
Sunnah wal Jamaah. Yaitu para
ulama yang berjalan di atas jalan
generasi terbaik di umat ini, para
sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Karena merekalah
generasi yang menyaksikan
secara langsung bagaimana
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjalankan agama ini.
Sehingga memahami agama
Islam dengan pemahaman
mereka adalah satu-satunya
jalan yang diridhai oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Adapun
jalan-jalan lainnya yang
menyelisihi pemahaman para
sahabat dalam memahami
agama Islam adalah pemahaman
yang menyimpang. Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah
memerintahkan kepada Rasul-
Nya untuk menyampaikan
kepada umatnya bahwa jalan
yang diridhai-Nya hanya satu
sebagaimana dalam firman-Nya:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ
وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ
سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ
بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan sesungguhnya (yang Kami
perintahkan ini) adalah jalan-Ku
yang lurus. Maka ikutilah jalan
itu dan janganlah kalian
mengikuti jalan-jalan (yang lain)
sehingga kalian akan berpecah-
belah dari jalan-Nya (yang lurus),
itulah yang diperintahkan Allah
kepada kalian agar kalian
menjadi orang-orang yang
bertakwa.” (Al-An’am: 153)
Hadirin rahimakumullah,
Oleh karena itu wajib bagi kaum
muslimin untuk mengikuti
bimbingan para ulama yang
mengikuti jejak para sahabat
dalam memahami agama ini.
Para ulama adalah orang-orang
yang telah dijadikan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala sebagai
penjaga agama ini. Mereka
menyibukkan diri untuk
menyampaikan kepada kaum
muslimin ajaran Islam yang
dibawa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam serta
mengingatkan dari ajaran-ajaran
yang menyimpang dari jalannya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Oleh karena itu, Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah
memerintahkan kepada orang
yang tidak tahu tentang masalah
agama untuk bertanya kepada
para ulama. Sebagaimana dalam
firman-Nya:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ
كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kalian
kepada ulama jika kalian tidak
mengetahui.” (An-Nahl: 43)
Hadirin jamaah jum’ah
rahimakumullah,
Usaha para ulama dalam
menjelaskan ajaran-ajaran yang
menyimpang merupakan amalan
yang patut disyukuri oleh
seluruh kaum muslimin. Karena
mengada-adakan amalan ibadah
yang tidak disyariatkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-
Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah salah satu faktor terbesar
yang menyebabkan datangnya
musibah serta cobaan yang
menimpa kaum muslimin. Di
samping itu, agama ini adalah
agama yang sempurna. Sehingga
orang yang mengada-adakan
ajaran baru yang tidak
disyariatkan secara tidak
langsung dia menganggap
agama belum sempurna. Bahkan
Al-Imam Malik rahimahullahu,
salah seorang imam Ahlus
Sunnah wal Jamaah mengatakan:

مَنِ ابْتَدَعَ فِي الْإِسْلاَمِ
بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً
فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا
خَانَ الرِّسَالَةَ لِأَنَّ اللهَ
يَقُوْلُ: } ﭻ ﭼ ﭽ ﭾ { فَمَا لَمْ
يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِيْنًا فَلاَ
يَكُوْنُ الْيَوْمَ دِيْنًا

Barangsiapa memunculkan
bid’ah dan dia memandang
bahwa perbuatan tersebut
adalah perbuatan yang baik,
sungguh dia telah menyangka
bahwa Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah berkhianat dalam
menyampaikan ajaran Islam.
Karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah berfirman (yang
artinya): ‘Pada hari ini telah Aku
sempurnakan bagi kalian agama
kalian.’ Sehingga apa saja yang
pada hari itu (di masa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
bukan termasuk ajaran Islam
maka pada hari ini (juga) bukan
termasuk ajaran Islam.” (Lihat
kitab Al-I’tisham karya Asy-
Syathibi)
Jamaah jum’ah rahimakumullah,
Di antara perbuatan bid’ah yang
telah diperingatkan oleh para
ulama untuk ditinggalkan adalah
mengkhususkan amalan-amalan
ibadah tertentu pada bulan
Rajab. Seperti mengkhususkan
hari ke-27 pada bulan tersebut
untuk berpuasa dan shalat pada
malam harinya, serta shalat yang
diistilahkan dengan shalat ar-
ragha`ib, yaitu shalat yang
dilakukan pada malam Jumat
pertama di bulan Rajab yang
sebelumnya didahului dengan
puasa hari Kamis. Al-Imam An-
Nawawi rahimahullahu
mengatakan ketika beliau
ditanya tentang shalat tersebut:
“Amalan tersebut adalah bid’ah
yang sangat jelek, yang
merupakan kemungkaran yang
sangat besar dan mengandung
banyak kesalahan, maka harus
ditinggalkan dan berpaling
darinya serta mengingkari orang
yang menjalankannya.” Begitu
pula Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullahu, beliau
mengatakan: “Adapun shalat
yang (disebut) ar-ragha`ib maka
(amalan tersebut) tidak ada
landasannya dan (amalan
tersebut) hanya diada-adakan….”
Hadirin rahimakumullah,
Amalan bid’ah lainnya yang
banyak dilakukan oleh sebagian
kaum muslimin pada bulan Rajab
adalah perayaan Al-Isra` wal
Mi’raj. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin
Abdullah bin Baz rahimahullahu,
dalam salah satu risalahnya
menyebutkan: “Dan malam
yang peristiwa Al-Isra` wal Mi’raj
tersebut terjadi, tidak tersebut
dalam hadits-hadits yang shahih
tentang kapan waktu terjadinya.
Tidak pula (disebutkan kepastian
waktunya) di bulan Rajab
ataupun di bulan lainnya.
Seluruh hadits yang
menyebutkan tentang waktu
terjadinya peristiwa Al-Isra` wal
Mi’raj tersebut adalah hadits
yang tidak datang dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
(tidak shahih), sebagaimana
keterangan para ulama ahlul
hadits. Dan hanya Allah
Subhanahu wa Ta’ala-lah yang
mengetahui hikmah di balik
dilupakannya orang-orang (dari
kepastian waktu terjadinya
peristiwa tersebut). Seandainya
pun ada hadits shahih yang
menunjukkan tentang waktu
terjadinya peristiwa tersebut,
maka tidak boleh bagi kaum
muslimin untuk mengkhususkan
ibadah-ibadah tertentu pada hari
tersebut, dan tidak boleh pula
bagi mereka untuk menjadikan
peristiwa tersebut sebagai sebab
untuk melakukan perayaan”
Hadirin rahimakumullah,
Dari keterangan para ulama
tersebut dan juga ulama yang
lainnya, maka jelaslah bahwa
apa yang menjadi kebiasaan
kaum muslimin berupa
mengkhususkan hari-hari
tertentu di bulan Rajab untuk
berpuasa dan shalat adalah
amalan yang tidak pernah
dicontohkan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabatnya. Begitu pula
mengkhususkan bulan Rajab
terutama pada malam yang
ke-27 untuk memperingati
perayaan Al-Isra` wal Mi’raj
adalah perbuatan bid’ah. Yang
demikian tadi karena beberapa
sebab:

1. Peristiwa Isra` Mi’raj ini
meskipun benar-benar terjadi,
namun tidak ada dalil shahih
yang menunjukkan waktu
terjadinya. Sehingga
mengkhususkan bulan Rajab
atau malam ke-27 dari bulan
tersebut adalah penetapan yang
tidak berdasarkan dalil.
2. Seandainya pun peristiwa
tersebut diketahui waktu
terjadinya, tetap tidak
diperbolehkan bagi kaum
muslimin untuk menjadikannya
sebagai hari perayaan dengan
memperingatinya. Hal ini karena
tidak pernah dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan Al-Khulafa` Ar-
Rasyidin serta para sahabat yang
lainnya. Sehingga tidak boleh
bagi siapapun untuk membuat
syariat baru yang tidak pernah
dilakukan oleh mereka.
3. Kenyataan yang ada, bahwa
pada acara tersebut banyak
dilakukan perbuatan
kemungkaran. Seperti
bercampurnya laki-laki dan
perempuan, dilantunkannya
shalawat-shalawat yang
mengandung makna syirik,
nyanyian-nyanyian dengan alat
musik, serta kemungkaran-
kemungkaran lainnya.
Oleh karena itu wajib bagi kaum
muslimin yang telah mengetahui
keterangan ulama tentang
masalah ini untuk meninggalkan
amalan tersebut, meskipun
banyak di antara kaum muslimin
yang mengerjakannya. Karena
seorang muslim harus mengingat
bahwa agama ini diambil dari Al-
Qur`an dan hadits yang shahih,
bukan diambil dari anggapan
baik akal manusia.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ
فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ مَا
تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ
ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ.

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ عَلَى فَضْلِهِ
وَإِحْسَانِهِ حَمْدًا طَيِّبًا
كَثِيْرًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ، سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى عَمَّا يَقُوْلُ
الظَّالِمِيْنَ عُلُوًّا
كَبِيْرًا، وََأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
أَسْرَى بِهِ مِنْ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ إِلى الْمَسْجِدِ
الْأَقْصَى وَعُرِجَ بِهِ إِلَى
السَّمَاوَاتِ الْعُلَى، فَنَالَ
بِذَلِكَ فَضْلاً كَبِيْرًا
وخَيْرًا كَثِيْرً، صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمً كَثِيْرًا، أَمّا
بَعْدُ:

Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah,
Marilah kita berusaha sekuat
kemampuan kita untuk
senantiasa bertakwa kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala serta
bersyukur kepada-Nya atas
berbagai nikmat yang
dikaruniakan kepada kita.
Terlebih nikmat diutusnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada umat ini dan
diberikannya kepada beliau
keistimewaan dan mu’jizat serta
kemuliaan yang tidak diberikan
kepada para nabi sebelumnya.
Di antaranya adalah mu’jizat
yang berupa peristiwa Al-Isra`
wal Mi’raj.
Saudara-saudaraku kaum
muslimin rahimakumullah,
Kewajiban seorang muslim
adalah mengambil pelajaran dari
peristiwa-peristiwa yang
disebutkan di dalam Al-Qur`an
maupun hadits-hadits yang
shahih. Sehingga dia menjadi
orang-orang yang senantiasa
berpegang teguh dengan ajaran
Islam dan tidak membuat
amalan ibadah baru yang tidak
disyariatkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-
Nya. Namun sungguh sangat
disayangkan, yang kita saksikan
justru sebaliknya. Sebagian kaum
muslimin menjadikan peristiwa
Al-Isra` wal Mi’raj sebagai
landasan untuk mengada-
adakan perayaan yang tidak
disyariatkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-
Nya. Sedangkan pelajaran
penting yang bisa diambil dari
acara tersebut yaitu kewajiban
shalat lima waktu malah
diabaikan. Sehingga kita
dapatkan banyak di antara
orang-orang yang merayakan
acara perayaan tersebut, justru
malas menjalankan shalat secara
berjamaah. Atau bahkan dia
tidak menjalankannya kecuali
pada waktu-waktu tertentu saja.
Maka sungguh yang demikian ini
menunjukkan terjatuhnya
mereka kepada perangkap setan
yang selalu berusaha
menyesatkan hamba-hamba
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka bertakwalah wahai
saudara-saudaraku
rahimakumullah. Janganlah kita
tertipu oleh setan yang
senantiasa menghalangi kita dari
berpegang teguh di atas agama
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kita tertipu dengan
rayuannya yang menghias-hiasi
maaksiat sehingga nampak baik
dan mengajak untuk berlebih-
lebihan dalam beribadah
sehingga menjalankan ibadah
yang tidak disyariatkan. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ
فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا
يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا
مِنْ أَصْحَاب اaلسَّعِيرِ

Sesungguhnya setan itu adalah
musuh bagi kalian, maka
anggaplah ia musuh (kalian),
karena sesungguhnya setan-
setan itu hanya mengajak
golongannya supaya mereka
menjadi penghuni neraka yang
menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Akhirnya, mudah-mudahan Allah
Subhanahu wa Ta’ala senantiasa
menunjukkan jalan yang diridhai-
Nya, kepada kita dan seluruh
kaum muslimin.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَجْمَعِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ
عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ
وَعُثْمَانَ وَعَلِي وَعَنْ
جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ
الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ
وَأَذِلَّ الشِّرْكَ
وَالْمُشْرِكِيْنَ. اللَّهُمَّ
أَصْلِحْ أَحْوَالَ
الْمُسْلِمِينَ في كُلِّ
مَكَانٍ، رَبِّ اجْعَلْنَا
مُقِيْمِي الصَّلاَةِ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِنَا، رَبَّنَا آتِنَا
فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ ... اذْكُرُوا اللهَ
الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ
يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُوْنَ .


Sumber Bacaan:
Al-A’yad wa Atsaruha ‘alal
Muslimin, hal. 353
Majmu’ Fatawa wa Maqalat
Mutanawwi’ah, 1/183
http://www.asysyariah.com/
print.php?id_online=711
www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1352

0 komentar:

Posting Komentar