Banner 468 X 60

Senin, 06 September 2010

Wajibnya Memahami Kedua Wahyu Dengan Pemahaman Para Sahabat

Ada 3 jenis dalil yang
menunjukkan wajibnya pokok
agama yang satu ini, yaitu:

A. Dalil Akal
Bahwa para Shahabat
radhiallahu ‘anhum adalah
manusia yang paling dekat
dengan zaman kenabian
sehingga mereka adalah kaum
yang menyaksikan turunnya
ayat-ayat Al-Qur`an dan
mendengarkan langsung
keluarnya hadits-hadits dari
mulut Ar-Rasul. Ayat-ayat Al-
Qur`an turun di depan mata-
mata mereka, hadits-hadits Nabi
keluar saat kehadiran mereka.
Maka mereka adalah manusia
yang paling tahu tentang Al-
Kitab dan As-Sunnah
dibandingkan orang-orang yang
datang setelah mereka, mereka
mengetahui bahwa ayat ini
maknanya begini, cocok dipakai
pada kejadian begini atau ayat ini
terhapus hukumnya dengan ayat
ini atau hadits ini, dan mereka
mengetahui bahwa hadits ini,
keluar pada kejadian A sehingga
tidak cocok bila dipakai pada
kejadian B dan demikian
seterusnya.
Secara umum, keadaan para
shahabat sebagaimana keadaan
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
‘anhu, beliau berkata:

وَالَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ, مَا
أَُنْزِلَتْ سُوْرَةٌ مِنْ
كِتَابِ اللهِ إِلاَّ أَنَا أَعْلَمُ
أَيْنَ نُزِلَتْ, وَلاَ أُنْزِلَتْ
آيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللهِ إِلاَّ
أَنَا أَعْلَمُ فِيْمَنْ
أُنْزِلَتْ, وَلَوْ أَعْلَمُ أَحَدًا
أَعْلَمَ مِنِّي بِكِتَابِ اللهِ
تَبْلُغُهُ الْإِبِلُ
لَرَكِبْتُ إِلَيْهِ
وَفِي رِوَايَةٍ : وَمَا مِنْ آيَةٍ
إِلاَّ أَنَا أَعْلَمُ فِيْمَا
نَزَلَتْ

“Demi yang tidak ada sembahan
yang haq selain Dia, tidak ada
satupun surah dalam kitab Allah
kecuali saya mengetahui dimana
turunnya dan tidak ada satupun
ayat dalam kitab Allah kecuali
saya mengetahui kepada siapa
turunnya, seandainya saya
mengetahui bahwa ada yang
lebih berilmu dari saya tentang
kitab Allah yang (tempatnya) bisa
dicapai oleh onta, maka saya
akan mengadakan perjalanan
kepadanya”. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Dalam riwayat lain : “Tidak ada
satupun ayat kecuali saya
mengetahui pada kejadian apa
dia turun”. (HR. Muslim)

B. Dalil Sam’i (Wahyu)
1. Surah Al-Baqarah ayat 137 :

فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا
ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ
اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا
فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ

“Maka jika mereka beriman
kepada apa yang kalian telah
beriman kepadanya, sungguh
mereka telah mendapat
petunjuk; dan jika mereka
berpaling, sesungguhnya mereka
berada dalam permusuhan
(dengan kalian)”.
Dan kaum mu`minin pada
waktu turunnya ayat adalah para
shahabat Rasulullah, maka Allah
‘Azza wa Jalla menjadikan
keimanan mereka sebagai
barometer dan timbangan bagi
keimanan orang-orang selain
mereka dan Allah menjadikan
syarat benarnya keimanan ahlil
kitab tatkala keimanan mereka
sesuai dengan keimanan para
shahabat radhiallahu ‘anhum.
Maka demikian pula
pemahaman mereka radhiallahu
‘anhum terhadap Al-Kitab dan
As-Sunnah merupakan
barometer dan timbangan bagi
pemahaman orang-orang selain
mereka dalam memahami kedua
wahyu ini, maka setiap
pemahaman –terhadap kedua
wahyu- yang tidak pernah
dipahami oleh satu orangpun
dari kalangan shahabat, maka
pemahaman tersebut adalah
pemahaman yang bid’ah, batil
dan menyimpang dari kebenaran
dengan dalil ayat di atas.
2. Surah An-Nisa` ayat 115 :

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ
بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ
الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ
سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ
مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang
menentang Rasul sesudah jelas
kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mu’min, Kami
biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasinya
itu dan Kami masukkan ia ke
dalam Jahannam, dan Jahannam
itu seburuk-buruk tempat
kembali”.
Dan kaum mu`minin pada
waktu turunnya ayat adalah para
shahabat radhiallahu ‘anhum.
Maka siapa saja yang menyelisihi
pemahaman mereka dalam
memahami suatu ayat atau
hadits, Allah ‘Azza wa Jalla
mengancam mereka untuk
menguasakan kesesatan atas
mereka dan memasukkan
mereka ke dalam Jahannam,
wal’iyadzu billah. Maka ayat ini
tegas menunjukkan bahwa
menyelisihi para shahabat
radhiallahu ‘anhum baik dalam
hal keimanan, menhaj dan
pemahaman termasuk dari dosa
besar yang paling besar yang
wajib kita mentahdzir darinya.
3. Surah At-Taubah ayat 100 :

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ
مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu
lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang
muhajirin dan anshar dan orang-
orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha
kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-
surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya; mereka
kekal di dalamnya selama-
lamanya. Itulah kemenangan
yang besar”.
Berkata Ibnu Katsir dalam
Tafsirnya : “Allah Ta’ala
mengabarkan akan
keridhoanNya kepada orang-
orang yang terdahulu dari
kalangan Muhajirin dan Anshar
(para Shahabat) dan kepada
yang mengikuti mereka dengan
baik (dari kalangan tabi’in dan
atba’ut tabi’in)”.
Maka ayat ini sangat jelas
menunjukkan bahwa Allah Ta’ala
telah meridhoi keimanan
mereka, pemahaman mereka,
perkataan mereka dan amalan
mereka radhiallahu ‘anhum
ajma’in.
4. Hadits Abdullah bin Mas’ud
radhiallahu ‘anhu :

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah
manusia yang hidup di zamanku
(para shahabat) kemudian yang
hidup setelahnya (tabi’in)
kemudian yang hidup setelahnya
(atba’ut tabi’in)”. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)
Dan juga datang dari hadits
‘Imran bin Hushoin riwayat
Bukhary dan Muslim.
5. Hadits Abdullah bin Busr
radhiallahu ‘anhu :

طُوْبَى لِمَنْ رَآنِي
وَطُوْبَى لِمَنْ رَأَى مَنْ
رَآنِي وَلِمَنْ رَأَى مَنْ رَأَى
مَنْ رَآنِي وَآمَنَ بِي

“Keberuntungan bagi orang
yang melihatku (para shahabat),
keberuntungan bagi orang yang
melihat orang yang melihatku
(tabi’in), keberuntungan bagi
orang yang melihat orang yang
melihat orang yang melihatku
(atba’ut tabi’in) dan beriman
kepadaku”. (HR. Al-Hakim dan
dihasankan oleh Syaikh Al-
Albany rahimahullah dalam Ash-
Shohihah no. 1254)
Dan ukuran kebaikan dan
keberuntungan suatu zaman
adalah dengan banyaknya
orang-orang yang berilmu
dengan Al-Kitab dan As-Sunnah
dan memahami keduanya sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh
Allah dan RasulNya. Karena
kebaikan yang hakiki tidak
mungkin bisa diraih kecuali
dengan ilmu yang bermanfaat
dan amalan yang sholih serta
hati yang selamat, maka yang
jadi patokan dalam mengukur
kebaikan adalah ilmu dan
bertafaqquh dalam agama.
6. Hadits Abdullah bin ‘Amr
ibnul ‘Ash radhiallahu ‘anhuma :

بَلِّغُوْا عَنِّي وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku (wahai
kalian) walaupun hanya satu
ayat”. (HR. Al-Bukhari)
6. Hadits Abu Bakrah
radhiallahu ‘anhu tentang
khutbah Rasulullah Shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam
dalam haji Wada’, diantaranya :

لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ
الْغَائِبَ

“Hendaknya orang-orang yang
hadir diantara kalian (pada hari
ini) menyampaikan (apa yang
telah saya sampaikan) kepada
orang-orang yang tidak hadir”.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maka Allah dan RasulNya telah
mempercayai mereka (para
shahabat) –sebagaimana dalam
dua hadits ini- untuk
menyampaikan ajaran agama ini
kepada orangg-orang yang akan
datang setelah mereka, dan hal
ini mengandung terpercayanya
ilmu, pemahaman dan amalan
mereka radhiallahu ‘anhum.
C. Dalil Ijma’
Ibnu Qudamah rahimahullah
berkata, “Telah tetap kewajiban
mengikuti para ‘ulama Salaf
rahmatullahi ‘alaihim
berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah
dan Ijma’ …”. Baca Dzammut
Ta`wil beserta pembahasan
kewajiban mengikuti Salaf hal.
28-36.
Ibnul Qoyyim rahimahullah
berkata, “ Sesungguhnya
senantiasa para ‘ulama di setiap
zaman sepakat dalam berhujjah,
mereka mengambil perkataan
dan perbuatan para shahabat
dan tak satupun mengingkari hal
ini. Karangan-karangan dan
ucapan-ucapan mereka menjadi
bukti dari hal itu. Dan berkata
sebagian ‘ulama Al-Malikiyah :
Para ulama di setiap zaman
sepakat mengambil apa-apa
yang datang dari shahabat di
dalam berhujjah, hal ini terkenal
dalam riwayat-riwayat para
ulama, kitab-kitab dan ucapan
serta pengambilan dalil-dalil
mereka yang selalu berpatokan
dari perkataan dan perbuatan
para shahabat”. Baca Bashoir
dzawi Asy-Syaraf Bimarwiyat
Manhaj As-Salaf hal.77-78.
Imam Ahmad rahimahullah
berkata, “Pokok sunnah di sisi
kami adalah berpegang teguh di
atas apa yang para shahabat di
atasnya dan mengikuti mereka”.
Lihat : Syarah ushul I’tiqod
Ahlussunnah Wal Jama’ah 1/176.
Dan ini juga diucapkan oleh ‘Ali
Ibnul Madini sebagaimana dalam
Dzammut Ta`wil.


www.al-atsariyyah.com/?p=1191

1 komentar:

Jaloee mengatakan...

hehehe ini mah dalil jagoannya salafi.. :D ..

Posting Komentar