Banner 468 X 60

Sabtu, 11 September 2010

Membentengi Rumah dari Setan bag 2

Ustadzah Ummu Ishaq Al-
Atsariyyah


Pada lembaran ini di edisi yang
lalu kita telah membicarakan
lima hal yang dapat dilakukan
untuk membentengi rumah dari
setan, yaitu:
1. Mengucapkan salam ketika
masuk rumah dan banyak
berzikir
2. Berzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala ketika
makan dan minum
3. Banyak membaca Al-Qur’an
dalam rumah
4. Membaca secara khusus surah
Al-Baqarah dalam rumah
5. Banyak melakukan shalat
sunnah/nafilah dalam rumah.
Berikut ini kelanjutan dari lima
hal di atas:

Membersihkan rumah dari suara
setan
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman dalam kalam-Nya
yang agung:

وَاسْتَفْزِزْ مَنِ
اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ
بِصَوْتِكَ

“Hasunglah siapa yang engkau
sanggupi dari kalangan mereka
dengan suaramu.” (Al-Isra: 64)
Mujahid rahimahullahu
menerangkan, suara setan
adalah laghwi (ucapan sia-sia/
main-main) dan nyanyian/lagu.
(Tafsir Ath-Thabari, 8/108)
Sebuah hadits dari sahabat yang
mulia, Abu Malik Al-Asy’ari
radhiyallahu ‘anhu,
mengingatkan kita bahwa
nyanyian, musik berikut alatnya
bukanlah perkara yang terpuji,
namun lebih dekat kepada azab.
Abu Malik radhiyallahu ‘anhu
berkata: Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيَكُونَنَّ مِن أُمَّتِي
أَقوَامٌ يَستَحِلُّونَ الْحِرَ
وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ
وَالْمَعَازِفَ، وَلَيَنْزِلَنَّ
أَقوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ،
يَرُوحُ عَلَيهِمْ بِسَارِحَةٍ
لَهُم، يَأتِيهِم– يَعنِي
الفَقِيرَ- لِحَاجَةٍ
فَيَقُولُوا: ارْجِعْ إِلَينَا
غَدًا. فَيُبَيِّتُهُمُ اللهُ
وَيَضَعُ الْعَلَمَ، وَيَمْسَخُ
أَخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ
إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ

“Benar-benar akan ada
sekelompok orang dari umatku
yang menghalalkan zina, sutera,
khamr, dan alat musik. Ada
sekelompok orang yang tinggal
di lereng puncak gunung. Setiap
sore seorang penggembala
membawa (memasukkan) hewan
ternak mereka ke kandangnya.
Ketika datang kepada mereka
seorang fakir untuk suatu
kebutuhannya, berkatalah
mereka kepada si fakir, ‘Besok
sajalah kamu kemari!’ Maka di
malam harinya, Allah Subhanahu
wa Ta’ala azab mereka dengan
ditimpakannya gunung tersebut
kepada mereka atau diguncang
dengan sekuat-kuatnya.
Sementara yang selamat dari
mereka, Allah Subhanahu wa
Ta’ala ubah menjadi kera-kera
dan babi-babi hingga hari
kiamat.” (HR. Al-Bukhari no.
5590)
Musik dan lagu merupakan
perkara yang jelas
keharamannya1. Allah
Subhanahu wa Ta’ala
mengingatkan:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي
لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ
عَنْ سَبِيلِ اللهِ بِغَيْرِ
عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا
أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan di antara manusia (ada)
orang yang mempergunakan
perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia)
dari jalan Allah tanpa ilmu dan
menjadikan jalan Allah sebagai
olok-olokan. Mereka itu akan
beroleh azab yang
menghinakan.” (Luqman: 6)
Menurut sahabat Abdullah bin
Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan
Abdullah bin Mas'ud
radhiyallahu ‘anhu, juga
pendapat Ikrimah, Mujahid, dan
Al-Hasan Al-Bashri –semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala
merahmati mereka– ayat ini
turun berkenaan dengan musik
dan nyanyian. (lihat Tahrim
Alatith Tharbi, karya Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu, hal.
142-144)
Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu sampai
mengatakan, “Musik/nyanyian
akan menumbuhsuburkan
kemunafikan di dalam
qalbu.” (Diriwayatkan Ibnu Abid
Dunya dalam Dzammul Malahi
dan Al-Baihaqi, dishahihkan Al-
Imam Al-Albani dalam At-Tahrim
hal. 10)
Al-Imam Malik rahimahullahu
ketika ditanya tentang sebagian
penduduk Madinah yang
membolehkan nyanyian, beliau
menjawab, “Sungguh menurut
kami, orang-orang yang
melakukannya adalah orang
fasik.” (Diriwayatkan Abu Bakr
Al-Khallal rahimahullahu dalam
Al-Amru bil Ma’ruf dan Ibnul
Jauzi rahimahullahu dalam Talbis
Iblis hal. 244 dengan sanad yang
shahih)
Al-Imam Ath-Thabari
rahimahullahu berkata, “Telah
sepakat ulama di berbagai negeri
tentang dibenci dan terlarangnya
nyanyian.” (Tafsir Al-Qurthubi,
14/56)
Dari penjelasan di atas, jelaslah
bagi kita haramnya nyanyian
sebagai suara setan. Maka bila
dalam sebuah rumah selalu
disenandungkan lagu-lagu dan
diputar musik, niscaya setan
akan menempati rumah
tersebut. Setan ini tentunya tidak
sendiri. Ia akan memanggil bala
tentaranya dari segala penjuru,
lalu mereka menebarkan
kerusakan dalam rumah tersebut
serta membuat perselisihan serta
perpecahan, kemarahan, dan
kebencian di antara anggota-
anggotanya. Karenanya,
janganlah kita menjadikan rumah
kita sebagai sarang setan, tempat
mereka beranak-pinak.
Membuang lonceng dari rumah
Bila sekiranya di rumah kita ada
lonceng-lonceng yang digantung
serupa dengan naqus/lonceng
gereja dalam hal suara ataupun
model/bentuknya, walaupun
tujuan kita hanya sebagai hiasan,
maka singkirkanlah. Karena Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda dalam hadits yang
disampaikan Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu:

الْجَرَسُ مَزَامِيرُ الشَّيطَانِ

“Lonceng itu adalah seruling
setan.” (HR. Muslim no. 5514)
Masih dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, ia
memberitakan sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لاَ تَصْحَبُ الْمَلاَئِكَةُ
رُفْقَةً فِيهَا كَلْبٌ وَلاَ
جَرَسٌ

“Para malaikat tidak akan
menyertai perkumpulan/
rombongan yang di dalamnya
ada anjing atau lonceng (yang
biasa dikalungkan di leher
hewan, pen.).” (HR. Muslim no.
5512)
Para malaikat adalah tentara Ar-
Rahman. Mereka selalu berada
dalam permusuhan dengan
tentara setan. Maka, bila di
suatu tempat tidak ada tentara
Ar-Rahman, siapa gerangan yang
menguasai tempat tersebut?
Tentu para tentara setan.
Apa sebabnya para malaikat
menjauhi lonceng? Ada yang
mengatakan karena jaras/
lonceng menyerupai naqus yang
biasa dibunyikan di gereja. Ada
pula yang berpandangan karena
lonceng termasuk gantungan
yang terlarang bila dipasang di
leher. Ada juga yang
berpendapat karena suara yang
ditimbulkannya. Pendapat yang
akhir ini diperkuat dengan
riwayat
:
الْجَرَسُ مَزَامِيرُ الشَّيطَانِ

“Lonceng itu adalah seruling
setan.” (Al-Ikmal 6/641, Al-
Minhaj 13/321)
Yang umum kita lihat, lonceng-
lonceng itu digantungkan di
leher hewan peliharaan. Dari
lonceng tersebut keluarlah suara
berirama bila hewan yang
memakainya berjalan atau
menggerak-gerakkan lehernya.
Tentunya menggantung lonceng
seperti ini dibenci dengan dalil
hadits di atas.
Faedah
Fadhilatusy Syaikh Muhammad
ibnu Shalih Al-Utsaimin
rahimahullahu menyatakan,
dering yang terdengar dari jam
sebagai pengingat waktu dan
yang semisalnya, tidaklah masuk
dalam pelarangan, karena
lonceng itu tidak digantungkan
di leher hewan peliharaan dan
suaranya keluar hanya di waktu-
waktu tertentu sebagai
pengingat. Demikian pula bel
rumah yang biasa dipasang di
pintu rumah, tidak masuk dalam
larangan. (Syarhu Riyadhish
Shalihin, 4/338)
Ada faedah penting yang juga
disampaikan oleh Asy-Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullahu
dalam kitab yang sama, kita
bawakan di sini sebagai
tambahan ilmu. Asy-Syaikh
rahimahullahu mengingatkan
tentang adanya sebagian
telepon, ketika tersambung
dengan nomor yang dituju
namun masih menanti orang
yang dituju karena sedang tidak
ada di tempat (masih
dipanggilkan misalnya, pen.)
didapatkan adanya pesan:
“Tunggulah beberapa saat,
dengarkanlah terlebih dahulu
musik ini!” Hal ini jelas haram
karena musik hukumnya haram.
Akan tetapi bila seseorang tidak
mampu menghubungi orang
yang diinginkan kecuali
sebelumnya terdengar
sambungan suara musik maka
dosanya ditanggung oleh orang
yang menginginkan musik tadi
sebagai nada tunggu untuk
nomor teleponnya. Hanya saja,
kalau bisa disampaikan nasihat
kepada yang bersangkutan maka
disampaikan hingga musik tidak
lagi menjadi nada tunggu,
sekadar pesan, “Tunggulah
beberapa saat!” Setelah itu diam,
tidak ada suara lain, sampai
akhirnya orang yang dituju
berbicara.
Ada sebagian orang menjadikan
bacaan Al-Qur’an sebagai nada
tunggu atau nada sambung, di
mana saat terhubung dengan
nomor yang dituju terdengar
lantunan beberapa ayat Al-
Qur’an. Ketahuilah, perbuatan
seperti ini justru merendahkan
nilai Kalamullah, walaupun yang
melakukannya tidak bermaksud
demikian. Al-Qur’an turun
kepada kita untuk sesuatu yang
lebih mulia dan lebih agung
daripada hal tersebut. Al-Qur’an
turun untuk memperbaiki qalbu
dan amalan-amalan. Al-Qur’an
tidak turun untuk dijadikan nada
tunggu pada telepon dan
selainnya. Selain itu, terkadang
yang menghubungi kita
bukanlah orang yang
mengagungkan Al-Qur’an, tidak
perhatian terhadapnya dan
terasa berat baginya mendengar
sesuatu dari Kitabullah.
Terkadang juga yang
menghubungi kita seorang
Nasrani, seorang kafir, atau
seorang Yahudi. Ia dengar Al-
Qur’an tersebut lalu ia
menyangka itu adalah nyanyian,
karena ia tidak kenal dengan Al-
Qur’an, apalagi bila ia bukan
orang Arab yang mengerti
bahasa Arab. Dengan begitu
tidaklah diragukan, perbuatan
demikian justru merendahkan
Al-Qur’an. Karenanya, kepada
orang yang menjadikan Al-
Qur’an sebagai nada tunggu
dinasihatkan: bertakwalah
engkau kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala! Kalamullah itu lebih
mulia untuk dijadikan sebagai
nada tunggu!
Adapun kata-kata hikmah yang
ada riwayatnya atau hadits yang
ada riwayatnya dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidaklah terlarang dipakai
sebagai nada tunggu, seperti
hadits:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا
يَرِيبُكَ
“Tinggalkan apa yang
meragukanmu menuju kepada
apa yang tidak meragukanmu.”2
مَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ
فَقَدِ اسْتَبرَأَ لِدِيْنِهِ
وَعِرضِهِ
“Siapa yang berhati-hati dari
perkara syubhat maka sungguh
ia telah menjaga agama dan
kehormatannya.”3 Wallahu
ta’ala a’lam. (Syarhu Riyadhish
Shalihin, 4/338-339)
Tidak menempatkan gambar dan
patung di dalam rumah
Gambar dan patung yang
dimaksudkan di sini adalah yang
berupa/berbentuk makhluk
bernyawa (hewan dan
manusia)4. Gambar dan patung
seperti ini harus disingkirkan dari
rumah, terkecuali boneka untuk
mainan anak perempuan,
demikian kata Al-Qadhi
rahimahullahu. (Al-Minhaj,
14/308)
Namun boneka ini tidak boleh
dalam bentuk yang detail,
sebagaimana jawaban
Fadhilatusy Syaikh Muhammad
ibnu Shalih Al-Utsaimin
rahimahullahu ketika ditanya
tentang masalah ini. (lihat
Majmu’ Fatawa wa Rasail
Fadhilatusy Syaikh, no. 329,
2/227-278)5
Makhluk Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang mulia, para malaikat,
tidak akan memasuki rumah
yang di dalamnya ada gambar
dan patung. Sementara seperti
yang telah kita katakan, bila para
malaikat keluar dari rumah,
niscaya yang bersarang di dalam
rumah tersebut adalah para
setan karena rumah itu adalah
rumah yang buruk.
Aisyah radhiyallahu ‘anha
pernah membeli namruqah6
yang bergambar (makhluk
hidup). Ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melihat namruqah tersebut
beliau hanya berdiri di depan
pintu, enggan untuk masuk ke
dalam rumah. Aisyah
radhiyallahu ‘anha pun
mengetahui ketidaksukaan
tampak pada wajah beliau.
Aisyah radhiyallahu ‘anha
berucap:
أَتُوبُ إِلَى اللهِ، مَاذَا
أَذنَبْتُ؟ قَالَ: مَا هَذِهِ
النَّمْرُقَةُ؟ قُلتُ:
لِتَجْلِسَ عَلَيْهَا
وَتَوَسَدَّهَا. قَالَ: إِنَّ
أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ
يُعَذَّبُونَ يَومَ الْقِيَامَةِ،
يُقَالُ لَهُمْ: أَحْيُوا مَا
خَلَقتُمْ؛ وَإِنَّ الْمَلاَئِكِةَ
لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ
الصُّوَرةُ
“Aku bertaubat kepada Allah,
apa gerangan dosa yang
kuperbuat?” Rasulullah
menjawab, “Untuk apa
namruqah ini?” “Aku
membelinya agar engkau bisa
duduk di atasnya serta
menjadikannya sebagai
sandaran,” jawab Aisyah.
Rasulullah kemudian
memberikan penjelasan,
“Sungguh pembuat gambar-
gambar ini akan diazab pada
hari kiamat dan dikatakan
kepada mereka, ’Hidupkanlah
apa yang telah kalian ciptakan’
dan sesungguhnya rumah yang
di dalamnya ada gambar-gambar
(bernyawa) tidak akan dimasuki
para malaikat.” (HR. Al-Bukhari
no. 5957 dan Muslim no. 5499)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
berkata dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ
بَيْتًا فِيهِ تَمَاثِيلُ أَوْ
تَصَاوِيرُ
“Para malaikat tidak akan masuk
ke sebuah rumah yang di
dalamnya ada patung-patung
atau gambar-gambar.” (HR.
Muslim no. 5511)
Tidak memelihara anjing atau
membiarkan anjing masuk ke
dalam rumah
Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu
menyampaikan sabda Rasul yang
mulia Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
لاَ تَدْخُلُ الْمَلاَئِكَةُ
بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ
صُورَةٌ
“Para malaikat tidak akan masuk
ke sebuah rumah yang di
dalamnya ada anjing dan
gambar.” (HR. Al-Bukhari no.
3225 dan Muslim no. 5481)
Aisyah radhiyallahu ‘anha
mengisahkan:
وَاعَدَ رَسُولَ اللهِ صلى الله
عليه وسلم جِبرِيلُ فِي
سَاعَةٍ يَأتِيهَا فِيهَا،
فَجَاءَتْ تِلْكَ السَّاعَةُ
وَلَمْ يَأتِهِ، وَفِي يَدِهِ
عَصًا فَأَلقَاهَا مِنْ يَدِهِ
وَقَالَ: مَا يُخلِفُ اللهُ
وَعْدَهُ وَلاَ رُسُلُهُ. ثُمَّ
الْتَفَتَ فَإِذَا جِرْوُ
كَلْبٍ تَحْتَ سَرِيرٍ،
فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ، مَتَى
دَخَلَ هَذَا الْكَلْبُ هَهُنَا؟
فَقَالَتْ: مَا دَرَيتُ. فَأَمَرَ
بِهِ فَأُخرِجَ فَجَاءَ
جِبْرِيلُ، فَقالَ رَسُولُ
اللهِ :nوَاعَدْتَنِي
فَجَلَسْتُ لَكَ فَلَمْ
تَأتِ. فَقَالَ: مَنَعَنِي
الْكَلْبُ الَّذِي كَانَ فِي
بَيْتِكَ، إِناَّ لاَ نَدْخُلُ
بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ
صُورَةٌ
Jibril berjanji kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk mendatangi beliau di
suatu waktu. Maka tibalah waktu
tersebut namun ternyata Jibril
tak kunjung datang menemui
beliau. Ketika itu di tangan
beliau ada sebuah tongkat,
beliau melemparkan tongkat
tersebut dari tangan beliau
seraya berkata, “Allah dan para
utusannya tidak akan menyelisihi
janjinya.” Beliau lalu menoleh
dan ternyata di bawah tempat
tidur ada seekor anjing kecil.
Beliau berkata, “Ya Aisyah,
kapan anjing itu masuk ke sini?”
“Saya tidak tahu,” jawab Aisyah.
Beliau lalu menyuruh anjing itu
dikeluarkan. Setelah itu datang
Jibril. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata,
“Engkau berjanji kepadaku untuk
datang di waktu tadi, aku pun
duduk menantimu namun
ternyata engkau tidak kunjung
datang.” Jibril memberi alasan,
“Anjing yang tadi berada dalam
rumahmu mencegahku untuk
masuk karena sungguh kami
tidak akan masuk ke sebuah
rumah yang di dalamnya ada
anjing dan tidak pula masuk ke
rumah yang ada gambar.” (HR.
Muslim no. 5478)
Dengan demikian, haram bagi
seorang muslim memelihara
anjing7 tanpa ada kebutuhan,
terkecuali anjing untuk berburu,
anjing penjaga kebun, atau
penjaga hewan ternak/
peliharaan, sebagaimana
pengecualian yang disebutkan
dalam hadits Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma yang akan
datang penyebutannya.
Apakah boleh memelihara anjing
untuk menjaga rumah? Dalam
hal ini ada perselisihan
pendapat. Satu pendapat
mengatakan tidak boleh sesuai
zhahir hadits yang ada. Namun
pendapat yang paling shahih
menurut Al-Imam An-Nawawi
rahimahullahu adalah boleh
dikarenakan ada kebutuhan,
wallahu a’lam. (Al-Minhaj,
10/480)
Barangsiapa memelihara anjing
tanpa kebutuhan maka ia
terkena ancaman hadits Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma
berikut ini. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ
كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ ضَارٍ
نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ
يَوْمٍ قِيرَطاَنِ
“Siapa yang memelihara anjing
kecuali anjing penjaga ternak
atau anjing berburu berkurang
dua qirath pahala amalannya
setiap hari.” (HR. Al-Bukhari no.
5482 dan Muslim no. 3999)
Fadhilatusy Syaikh Muhammad
ibnu Shalih Al-Utsaimin
rahimahullahu menyatakan,
anjing itu memiliki beragam
warna, namun khusus anjing
berwarna hitam dinyatakan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai setan ketika
dipertanyakan kepada beliau,
“Apa bedanya anjing merah atau
anjing putih dengan anjing
hitam?” Beliau menjawab:
الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيطَانٌ
“Anjing hitam adalah setan.”
Anjing hitam ini bila lewat di
hadapan orang yang sedang
shalat akan memutus shalat
orang tersebut sehingga ia harus
mengulangi shalatnya dari awal.
Demikian pula bila anjing ini
lewat di antara orang yang
shalat dan sutrahnya.
Mayoritas ulama berpendapat,
anjing hitam tidak boleh
dijadikan anjing pemburu karena
anjing ini setan, walaupun ia
telah diajari dan ketika dilepas
untuk berburu pemiliknya telah
mengucapkan basmalah.
Sebagaimana orang kafir dari
kalangan bani Adam yang tidak
halal bagi kita memakan hewan
buruannya, terkecuali bila ia
seorang Yahudi atau Nasrani,
demikian pula setan berupa
anjing tidak sah buruannya.
Adapun anjing selain warna
hitam tidaklah membatalkan
shalat dan boleh dijadikan
hewan pemburu sesuai syarat-
syarat yang diterangkan para
ulama.
Sementara memelihara anjing
tanpa kebutuhan hukumnya
haram termasuk dosa besar.
Sebagai hukumannya, orang
yang memelihara anjing itu
dikurangi pahala amalannya
setiap hari sebesar dua qirath.
Satu qirath sendiri kata
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah semisal gunung
Uhud. Dikecualikan dari
pengharaman ini adalah bila
anjing itu dipelihara untuk
dijadikan hewan pemburu atau
penjaga ladang agar tidak
dirusak oleh hewan-hewan
ternak, atau anjing itu dipelihara
sebagai penjaga ternak, baik
berupa unta, kambing, ataupun
sapi. Sehingga ternak-ternak ini
terjaga dari serigala ataupun dari
pencuri. Anjing bisa pula
dimanfaatkan untuk menjaga
harta, misalnya seseorang
memiliki harta di satu tempat
dan tidak ada penjaga keamanan
(seperti satpam) di tempat
tersebut, lalu ia memanfaatkan
anjing sebagai penjaga hartanya.
Hal ini dibolehkan. Adapun
selain kepentingan yang telah
disebutkan maka hukumnya
haram.
Termasuk hikmah Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Dia
jadikan yang buruk itu untuk
yang buruk dan yang jelek untuk
yang jelek. Orang-orang kafir
dari kalangan Yahudi, Nasrani,
dan atheis di negeri timur
ataupun barat, biasa memelihara
anjing yang mereka rawat
sedemikian rupa dengan penuh
kasih sayang. Demikianlah Allah
Subhanahu wa Ta’ala jadikan
orang-orang yang buruk dan
jelek tersebut menyayangi hewan
yang buruk… (Syarhu Riyadhish
Shalihin, 4/334-336)
Hendaklah peringatan yang
seperti ini menjadi perhatian kita.
Karena ada di antara keluarga
muslim, yang mungkin mereka
jahil (tidak tahu) atau bersikap
masa bodoh atau sok meniru
orang Barat, memelihara anjing
di rumah mereka sebagai hewan
kesayangan keluarga. Anjing tadi
bebas keluar masuk ke rumah
tuannya. Bahkan masuk ke
kamar dan ikut tidur di tempat
tidur tuannya. Anjing itu pun
biasa menjilati bejana/wadah
makan dan minum mereka,
sementara pemiliknya tiada
perhatian akan hal ini. Padahal
bejana/wadah tadi ternajisi
karenanya dengan najis yang
berat sehingga pembasuhannya
harus sampai tujuh kali, salah
satunya dengan tanah,
sebagaimana datang
pengajarannya dari As-Sunnah
yang shahihah8.
Wallahu ta’ala a’lam bish-
shawab. (insya Allah
bersambung)
1 Lihat pembahasan lebih detail
tentang musik dan lagu dalam
rubrik Kajian Utama Majalah
Asy-Syariah edisi 40.
2 Hadits shahih riwayat At-
Tirmidzi dan An-Nasa’i,
dishahihkan dalam Al-Irwa’.
3 HR. Al-Bukhari dan Muslim.
4 Pembahasan tentang hukum
gambar bernyawa pernah
dimuat secara bersambung
dalam majalah Asy-Syariah edisi
21, 22, dan 23.
5 Lihat kembali fatwa tentang
boneka yang pernah dimuat
dalam majalah Asy-Syariah edisi
23, pada rubrik Fatawa Al-
Mar’ah Al-Muslimah.
6 Namruqah adalah bantal-
bantal yang dijejer berdekatan
satu dengan lainnya, atau bantal
yang digunakan untuk duduk.
(Fathul Bari, 10/478)
7 Pernah datang larangan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk membunuh semua
anjing kecuali anjing berburu
atau anjing penjaga kambing/
ternak. Namun kemudian
larangan tadi mansukh
(dihapus), sehingga semua anjing
tidak boleh dibunuh, kecuali
anjing yang berwarna murni
hitam dan punya dua titik putih
di atas kedua matanya.
Sebagaimana hal disebutkan
antara lain dalam hadits berikut
ini:
Jabir ibnu Abdillah radhiyallahu
‘anhuma berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami membunuh
anjing-anjing, sampai ada
seorang wanita datang dari
dusun membawa anjingnya kami
pun membunuh anjingnya.
Kemudian setelahnya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang membunuh anjing…
" (HR. Muslim no. 3996)
8 Yaitu hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا
وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَن
يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ
أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابٌِ
"Sucinya bejana salah seorang
kalian bila dijilati (bagian
dalamnya) oleh anjing adalah
dengan mencucinya sebanyak
tujuh kali, cucian pertamanya
dengan tanah." (HR. Muslim)
Dalam satu lafadz ada
tambahan:
فَلْيُرِقْهُ
"Tuanglah airnya ke tanah."
Maksudnya sebelum bejana tadi
dicuci, hendaknya air yang ada di
dalamnya dituang/dibuang.


Sumber:www.majalahsyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=939

0 komentar:

Posting Komentar