Banner 468 X 60

Rabu, 29 September 2010

Dukun Sahabat Setan

Ustadz Abulfaruq Ayip Syafrudin


Perdukunan ada di mana-mana.
Dalam tumbuh kembangnya,
dunia perdukunan (termasuk
paranormal) hadir tak semata di
tingkat akar rumput yang rata-
rata berpendidikan rendah. Pun
tak semata di area yang dihuni
rakyat jelata yang miskin, papa
dan hidup terbelakang. Dunia
perdukunan menyentuh juga
manusia yang hidup dalam
kawasan elite, prestisius bahkan
borjuis. Perdukunan merambah
kemana pun. Menyeruak, masuk
ke alam kehidupan semua strata
dan latar belakang manusia,
kecuali orang-orang yang
dirahmati-Nya.
Hasil penelitian ilmiah pada
masyarakat Bugis-Makasar,
diperoleh beragam keahlian
sanro (sebuah istilah paling
populer untuk dukun).
Kelompok sanro pappamole,
sanro pabballe, atau sanro
tomalasa, yaitu dukun yang ahli
mengobati orang sakit atau yang
berusaha menyembuhkan
penyakit. Sanro puru, dukun
yang biasa mengobati orang
yang berpenyakit puru atau
sarampa (cacar). Sanro pattiro-
tiro atau sanro paccini-cini atau
sanro patontong, yaitu dukun
peramal. Misal, menentukan
letak barang yang hilang atau
dicuri, menyebutkan pelaku atau
ciri-ciri pencurinya, dan
sebagainya. Dukun ini suka
meramal nasib atau masa depan
orang, melihat sifat dan tabiat
seseorang meski sang dukun
hanya tahu nama orangnya,
meramal hari atau waktu yang
baik seumpama hendak
bepergian atau melakukan hajat
tertentu. Sanro sehere (dukun
sihir) yang memelihara jin yang
bisa disuruh membawa guna-
guna dan memasukkannya ke
tubuh seseorang.
Di Aceh, terkait masalah
kekuatan ghaib ini disebut
eleumee. Cara untuk
memperoleh eleumee disebut
dengan amalan eleumee.
Beberapa macam eleumee yang
tersebar di sebagian masyarakat
Aceh seperti eleumee keubay,
yaitu ilmu kebal yang menjadikan
kebal terhadap tusukan senjata
tajam. Termasuk dalam ilmu
kebal ini antara lain eleumee
ma’rifat beusoe (ilmu ma’rifat
besi), eleumee rante but (ilmu
rantai perbuatan). Ada juga
eleumee tuba yaitu ilmu untuk
membuat racun dan
penawarnya. Jenisnya banyak,
seperti eleumee kulat yang
terkenal berasal dari Lam Teuba,
untuk membuat racun dari
jamur tertentu. Juga ada yang
disebut eleumee burong, ilmu
bersahabat dengan makhluk
halus. Eleumee pari, di mana
burong (burung) yang dipelihara
digunakan untuk menjaga
tuannya dari serangan ghaib.
Adapun eleumee sandrung yaitu
ilmu untuk memanggil makhluk
halus dan memasukkannya ke
dalam tubuh manusia. Ada pula
yang disebut eleumee akhirat
atau lebih dikenal dengan
kramat. Kekuatan kramat
bersifat umum, seperti
mengobati yang sakit, mengusir
setan, melancarkan usaha
mencari rezeki, dan pergi shalat
Jumat ke Makkah. Kisah tentang
ureueng kramat (orang kramat)
selalu berkisar di dayah
(pesantren) dan alim ulama,
karena eleumee ini senantiasa
disandingkan dengan nilai-nilai
agama. Namun, dalam batas
tertentu hal itu menjadi kabur.
Karena, seseorang yang
menginginkan kedudukan
kramat nyatanya menghendaki
menjadi orang yang memiliki
kesaktian, melakukan amalan
yang tidak bersumber pada nilai-
nilai agama yang benar, bahkan
justru melakukan perbuatan
bid’ah. Praktik yang sering
dilakukan ureueng kramat
maupun yang memiliki eleumee,
yaitu dengan memberi ajemmat.
Ajemmat adalah secarik kertas
yang ditulisi atau digambari
huruf Arab. Isinya beragam, ada
berupa tulisan kutipan ayat suci,
ada pula hanya huruf yang tidak
dipahami maknanya. Secarik
kertas tersebut lantas disimpan
dalam saku, ikat pinggang atau
dibakar lantas abunya
digosokkan pada badan atau
dimasukkan ke air di gelas lalu
diminum airnya. Mirip ajemmat,
dikenal pula tangkay. Yaitu
sebuah benda yang dianggap
mempunyai kekuatan yang
bersifat melindungi pemiliknya.
Benda-benda yang dipakai
sebagai tangkay seperti batu
akik, daun-daunan, benang
warna-warni, dan lain-lain.
(Dukun, Mantra dan
Kepercayaan Masyarakat, T.
Sianipar, Al-Wisol, Munawir
Yusuf, hal. 17-19 dan 147-149)
Dalam kehidupan masyarakat
Jawa juga tumbuh pemahaman
tentang perdukunan. Dukun
perewangan, yaitu dukun yang
bertindak sebagai mediator
dalam masalah mistik. Dukun
wiwit, yaitu yang melakukan
upacara panen. Dukun
temanten, yang mengatur
prosesi upacara pengantin agar
tidak terganggu. Dukun ramal.
Dukun sihir. Dukun susuk,
dukun yang menangani
peristiwa-peristiwa alam, seperti
menahan hujan atau membantu
agar barang-barang yang ada
tidak hilang dicuri. Masih banyak
lagi ragam dukun yang ada
dalam kehidupan masyarakat
Jawa.
Maka, dari beberapa bentuk
aktivitas dukun di atas, ada
beberapa kategori yang
menjadikan sebagian masyarakat
meminta bantuan kepada
dukun. Di antaranya, masyarakat
datang kepada seorang dukun
lantaran terkait masalah
kesehatan, penyakit, masalah
karir jabatan, masalah ekonomi,
bisnis atau sejenisnya, masalah
jodoh, hubungan suami istri, dan
masalah keselamatan secara
umum.

Dukun menurut Asy-Syaikh
Shalih bin Fauzan hafizhahullah,
adalah seseorang yang mengaku
mengetahui hal-hal ghaib.
Seperti, dirinya mengaku
mengetahui peristiwa-peristiwa
yang akan terjadi di muka bumi
ini. Mengaku mengetahui pula
tempat barang-barang yang raib.
Ini semua bisa dilakukan
lantaran sang dukun meminta
bantuan para setan yang
mencuri dengar (menyadap)
berita dari langit. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ
تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ.
تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ
أَثِيمٍ. يُلْقُونَ السَّمْعَ
وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ

“Apakah akan Aku beritakan
kepadamu, kepada siapa setan-
setan itu turun? Mereka turun
kepada tiap-tiap pendusta lagi
yang banyak dosa, mereka
menghadapkan pendengaran
(kepada setan) itu, dan
kebanyakan mereka adalah
orang-orang pendusta.” (Asy-
Syu’ara: 221-223)
Setan mencuri pendengaran dari
pernyataan-pernyataan malaikat,
lantas oleh setan perkataan
tersebut disampaikan ke telinga
dukun. Kemudian sang dukun
pun menambahi dengan seratus
kedustaan bersama kalimat
tersebut. Maka manusia pun
membenarkan apa yang
dikatakan sang dukun dengan
sebab perkataan yang telah
didengar setan dari langit.
(‘Aqidatut Tauhid, hal. 126)
Adapun menurut Asy-Syaikh
Shalih bin Abdul ‘Aziz Alu Asy-
Syaikh, hakikat perbuatan dukun
adalah dia meminta bantuan
kepada jin untuk (mengetahui)
berita-berita yang terkait
perkara-perkara ghaib pada
masa lalu atau masa yang akan
datang. Yang tentu saja, perkara
yang akan datang ini tidak ada
yang mengetahui kecuali hanya
Allah Jalla wa ‘Ala. (Syarhu Kitab
At-Tauhid, hal. 250)
Nampak keterkaitan antara
dukun dengan jin. Praktik dukun
yang menggunakan cara-cara
magis tidak lepas dari bantuan
jin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah ditanya perihal
dukun. Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata:

سَأَلَ أُنَاسٌ النَّبِيَّ صلى
الله عليه وسلم عَنِ الْكُهَّانِ
فَقَالَ: إِنَّهُمْ لَيْسُوا
بِشَيْءٍ. فَقَالُوا: يَا
رَسُولَ اللهِ، فَإِنَّهُمْ
يُحَدِّثُونَ بِالشَّيْءِ
يَكُونُ حَقًّا؟ فَقَالَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه
وسلم : تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ
الْحَقِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ
فَيُقَرْقِرُهَا فِي أُذُنِ
وَلِيِّهِ كَقَرْقَرَةِ
الدَّجَّاجَةِ فَيَخْلِطُونَ
فِيْهِ أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ
كَذْبَةٍ

“Orang-orang bertanya kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
perihal dukun. Maka beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, ‘Sungguh mereka itu
bukanlah suatu apapun.’ Lantas
orang-orang berkata, ‘Mereka
(para dukun) itu mengatakan
sesuatu bisa jadi benar.’ Maka
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Kalimat (perkataan)
itu dari yang benar, lantas jin
menyambarnya, lalu disampaikan
kepada telinga walinya seperti
suara ayam berkotek.
Tercampurlah di dalamnya
dengan seratus lebih
kedustaan’.” (HR. Al-Bukhari no.
7561)
Sungguh para dukun mendapat
tempat yang leluasa sebelum
Islam ada. Akan tetapi, setelah
kedatangan Islam penjagaan
langit makin diperketat. Jadilah
ruang gerak dukun semakin
kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengabarkan terkait keberadaan
setan:

وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ
فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا
شَدِيدًا وَشُهُبًا. وَأَنَّا كُنَّا
نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ
لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ
الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا
رَصَدًا

“Dan sesungguhnya kami telah
mencoba mengetahui (rahasia)
langit, maka kami mendapatinya
penuh dengan penjagaan yang
kuat dan panah-panah api, dan
sesungguhnya kami dahulu
dapat menduduki beberapa
tempat di langit itu untuk
mendengar-dengarkan (berita-
beritanya). Tetapi sekarang
barangsiapa yang (mencoba)
mendengar-dengarkan (seperti
itu) tentu akan menjumpai
panah api yang mengintai (untuk
membakarnya).” (Al-Jin: 8-9)
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:

إِلَّا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ
فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ

“Kecuali setan yang mencuri-curi
(berita) yang dapat didengar
(dari malaikat) lalu dia dikejar
oleh semburan api yang
terang.” (Al-Hijr: 18)
Itulah hakikat dukun yang tidak
bisa dilepaskan dari keterikatan
dengan jin (setan). Sebagaimana
disebutkan Asy-Syaikh Shalih bin
Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh
hafizhahullah, bahwa masalah
dukun masuk dalam
pembahasan Kitabut Tauhid,
lantaran dukun meminta
pelayanan (bantuan) kepada jin.
Sedangkan meminta bantuan
pada jin merupakan kekufuran
dan termasuk syirik yang paling
besar terhadap Allah Jalla wa
‘Ala. Sungguh, meminta bantuan
kepada jin dalam beberapa
perkara tidaklah akan bisa terjadi
kecuali dengan cara taqarrub
(mendekatkan diri) kepada jin
tersebut dengan sesuatu yang
termasuk peribadatan. Bagi para
dukun adalah satu kemestian –
agar jin membantu menyebutkan
perkara-perkara ghaib kepada
mereka– melakukan upaya
taqarrub kepada jin melalui
prosesi peribadatan. Prosesi
peribadatan tersebut di
antaranya dalam bentuk
penyembelihan (hewan),
melakukan istighatsah,
mengkufuri Allah Jalla wa ‘Ala
dengan bentuk perilaku
menghinakan mushaf (Al-
Qur’an), mencela Allah
Subhanahu wa Ta’ala, atau
melalui perbuatan-perbuatan
syirik dan kufur lainnya. (Syarhu
Kitabi At-Tauhid, hal. 250-251)
Karenanya tidak mengherankan
bila dalam praktik perdukunan,
sang dukun minta disediakan
ayam dengan warna tertentu,
kambing dengan ketentuan
tertentu, kemenyan, telur, bunga
dengan berbagai rupa, dan
lainnya. Semua permintaan
tersebut kelak dijadikan sebagai
sesaji atau tumbal. Semua
perbuatan tersebut merupakan
bentuk perbuatan syirik karena
termasuk upaya mendekatkan
diri (taqarrub) kepada setan
sebagai wujud rasa takut
mereka. Penyembelihan hewan
yang dilakukan merupakan
bentuk penyembelihan kepada
selain Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Bentuk kurban bagi jin.
Padahal Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah
bersabda sebagaimana dalam
hadits Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu:

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ
لِغَيْرِ اللهِ

“Allah telah melaknat orang
yang menyembelih karena selain
Allah.” (HR. Muslim no. 4978)
Asy-Syaikh Muhammad bin
Abdillah Al-Imam hafizhahullah
memasukkan dukun dalam
kategori tukang sihir. Kata
beliau, penyihir meliputi tukang
ramal, dukun, ‘arraf (orang yang
mengaku bisa mengetahui
keberadaan barang yang hilang).
Kebanyakan dari keempat
golongan ini, yaitu penyihir,
tukang ramal, dukun, dan ‘arraf
adalah orang-orang yang
menghambakan diri kepada jin
dan para setan mereka. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ
كَفَرُوا

“Hanya setan-setan itulah yang
kafir (mengerjakan sihir).” (Al-
Baqarah: 102)
Firman-Nya:

هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ
تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ.
تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ
أَثِيمٍ. يُلْقُونَ السَّمْعَ
وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ

“Apakah akan Aku beritakan
kepadamu, kepada siapa setan-
setan itu turun? Mereka turun
kepada tiap-tiap pendusta lagi
yang banyak dosa, mereka
menghadapkan pendengaran
(kepada setan) itu, dan
kebanyakan mereka adalah
orang-orang pendusta.” (Asy-
Syu’ara: 221-223)
Juga firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ
إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ
لِيُجَادِلُوكُمْ

“Sesungguhnya setan itu
membisikkan kepada kawan-
kawannya agar mereka
membantah kamu.” (Al-An’am:
121)
Barangsiapa, dari keempat
macam orang tersebut, yang
(mengatakan) tidak mendapat
berita dari para setan dan jin,
maka dia itu dajjal, pendusta
yang melakukan praktik sihir
dengan cara menyampaikan
perkataan dusta, menipu demi
meraup harta duniawi. (Irsyadun
Nazhir ila Ma’rifati ‘Alamat As-
Sahir, hal. 10)
Disebutkan pula bahwa ‘arraf
adalah juga dukun. Dua nama
namun menunjukkan sesuatu
yang satu. Dinyatakan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullahu bahwa al-’arraf
adalah nama bagi dukun, tukang
nujum, dan rammal (orang yang
meramal dengan cara
memukulkan kerikil dan
menggaris di pasir). (Syarhu
Kitabit Tauhid, hal. 255-256)
Sebagai agama yang membawa
rahmat, Islam melarang keras
keberadaan dukun dan praktik
perdukunan. Islam melarang
seseorang mendatangi dukun.
Sebagaimana hadits Mu’awiyah
bin Al-Hakam As-Sulami
radhiyallahu ‘anhu yang
menyatakan, “Wahai Rasulullah,
sungguh seorang dari kami
mendatangi dukun.” Kata
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:

فَلَا تَأْتِهِمْ

“Jangan engkau mendatangi
mereka.” (HR. Muslim no.537)
Juga berdasar hadits dari
Shafiyyah radhiyallahu ‘anha,
dari sebagian istri Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ
عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ بِمَا
يَقُولُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ
صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Barangsiapa yang mendatangi
dukun, lantas dia bertanya
tentang sesuatu kemudian
membenarkan apa yang
diucapkan dukun tersebut,
tidaklah diterima shalatnya
selama 40 malam.” (HR. Muslim
no. 2231, tanpa lafadz

فَصَدَّقَ بِهِ .
Tambahan
lafadz tersebut tertera dalam
hadits yang diriwayatkan Al-
Imam Ahmad dalam Musnad-
nya, 4/28, 5/380)
Secara zhahir hadits, sekadar
bertanya kepada dukun
merupakan bakal tidak
diterimanya shalat selama 40
malam. Akan tetapi, yang
demikian ini tidaklah bersifat
mutlak. Perlu ada rincian. Ini
sebagaimana dinyatakan As-
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-
Utsaimin rahimahullahu. Terkait
bertanya kepada dukun ini,
beliau rahimahullahu merinci
menjadi empat bagian:
1. Semata-mata bertanya, maka
yang seperti ini haram
hukumnya. Berdasarkan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ
عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ بِمَا
يَقُولُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ
صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Barangsiapa yang mendatangi
dukun, lantas dia bertanya
tentang sesuatu kemudian
membenarkan apa yang
diucapkan dukun tersebut,
tidaklah diterima shalatnya
selama 40 malam.”
Penetapan sanksi atas orang
yang bertanya kepada dukun
menunjukkan atas
keharamannya. Ini berarti bahwa
tidaklah ada sanksi kecuali atas
perbuatan yang diharamkan.
2. Bertanya lalu membenarkan
apa yang dikatakan dukun
tersebut. Yang seperti ini
menjadikan pelakunya kufur
lantaran dia membenarkan
dalam perkara yang ghaib dan
mendustakan Al-Qur’an, yaitu
firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
الْغَيْبَ إِلَّا اللهُ

“Katakanlah: ‘Tidak ada seorang
pun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang ghaib,
kecuali Allah’.” (An-Naml: 65)
3. Pertanyaan yang diajukan
kepada dukun dalam rangka
menguji dukun tersebut, apakah
dia seorang yang jujur atau
pendusta. Tidak dalam rangka
mengambil perkataannya. Yang
semisal ini tidak mengapa dan
tidak masuk dalam kategori
hadits di atas. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah
bertanya kepada Ibnu Shayyad:
مَا ذَا خَبَأْتُ لَكَ؟ قَاَلَ:
الدُّخُّ. فَقَالَ: اخْسَأْ فَلَنْ
تَعْدُوَ قَدْرَكَ
“Apakah yang aku sembunyikan
darimu?” Jawab Ibnu Shayyad:
“Asap.” Kata Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Diamlah.
Maka, sekali-kali kamu tidak
akan melampaui (apa yang telah
Allah Subhanahu wa Ta’ala)
takdirkan padamu.”
Maka, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyembunyikan sesuatu
dari Ibnu Shayyad dalam rangka
mengujinya. (HR. Al-Bukhari no.
3055)
4. Bertanya dalam rangka
menampakkan kelemahan dan
kedustaan dukun. Ini diuji
dengan perkara-perkara yang
akan memperjelas bahwa dia
adalah lemah dan dusta. Yang
demikian ini dituntut. Bahkan
terkadang bisa menjadi wajib
hukumnya. Sebab, menunjukkan
kebatilan perkataan dukun, tidak
diragukan lagi sebagai perkara
yang dituntut adanya, bahkan
bisa menjadi sesuatu yang wajib.
(Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit
Tauhid, hal. 341)
Bagaimana hukum membantu
dukun yang menggunakan sihir?
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam
hafizhahullah menyatakan
bahwa termasuk sebesar-besar
dosa yang paling besar adalah
melakukan tolong-menolong
dengan tukang sihir. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا
عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebaikan
dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa
dan permusuhan.” (Al-Ma’idah:
2)
Firman-Nya:
وَلَا تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ
يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ
اللهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ
خَوَّانًا أَثِيمًا.
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ
وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللهِ
وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ
مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ
وَكَانَ اللهُ بِمَا يَعْمَلُونَ
مُحِيطًا. هَا أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ
جَادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَمَنْ
يُجَادِلُ اللهَ عَنْهُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ
عَلَيْهِمْ
“Dan janganlah kamu berdebat
(untuk membela) orang-orang
yang mengkhianati dirinya.
Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang
selalu berkhianat lagi
bergelimang dosa, mereka
bersembunyi dari manusia, tetapi
mereka tidak bersembunyi dari
Allah, padahal Allah beserta
mereka, ketika pada suatu
malam mereka menetapkan
keputusan rahasia yang Allah
tidak ridhai. Dan adalah Allah
Maha meliputi (ilmu-Nya)
terhadap apa yang mereka
kerjakan. Beginilah kamu, kamu
sekalian adalah orang-orang
yang berdebat untuk (membela)
mereka dalam kehidupan dunia
ini. Maka siapakah yang akan
mendebat Allah untuk
(membela) mereka pada hari
kiamat? Atau siapakah yang jadi
pelindung mereka (terhadap
siksa Allah)?” (An-Nisa’: 107-109)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ
وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ
آوَى مُحْدِثًا
“Allah melaknat orang yang
melaknat kedua orangtuanya,
dan Allah melaknat terhadap
orang yang melindungi orang
yang jahat (kriminal).” (HR.
Muslim no. 1978, dari Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu)
Kata Asy-Syaikh Muhammad Al-
Imam hafizhahullah, termasuk
memberi perlindungan kepada
pelaku bid’ah atau kriminal, yaitu
membiarkan ia tinggal bersama
keluarganya, atau tinggal di
kampungnya, di kotanya, atau di
perkampungan muslim.
Termasuk pula memberi
perlindungan kepada pelaku
sihir adalah dengan mereka
dipungut uang lalu dilepaskan
bebas. Sehingga dia bisa
melangsungkan tindak kriminal.
Tidak ada upaya untuk
menjebloskannya ke penjara
hingga nampak sikap penyesalan
dan taubat pada diri dukun atau
tukang sihir ini. Tentunya,
dengan taubat yang sebenarnya.
Akan tetapi, kenyataan yang ada
justru dia diberi tempat untuk
menyembunyikan dirinya.
Karenanya, Asy-Syaikh
Muhammad Al-Imam
menasihatkan, hendaknya wajib
atas negara muslim untuk
menegakkan hukum kepada
para tukang sihir (termasuk
dukun, tukang ramal, dan
lainnya, pen.) jika mereka belum
menampakkan taubat yang
sebenar-benarnya. Jika tukang
sihir tersebut telah kafir maka
dia dibunuh karena telah murtad
dari Islam. Jika dia belum kafir,
hanya melakukan salah satu
dosa terbesar dari dosa-dosa
yang paling besar, maka
dihukum ta’zir (hukuman yang
bukan had, tidak ditentukan
kadarnya oleh syariat). Lain
halnya bila dia ternyata telah
membunuh seseorang dengan
sihirnya, maka dia dihukum mati.
Hendaknya pula masyarakat
bahu-membahu, saling
menolong dengan pihak
pemerintah dalam hal tersebut.
Menegakkan hukum terhadap
pelaku sihir termasuk sebesar-
besar upaya untuk melindungi
masyarakat muslimin dari hal-hal
yang menyebabkan kekufuran
dan kesyirikan. (Irsyadun Nazhir
ila Ma’rifati ‘Alamat As-Sahir, hal.
83 dan 94)
Adapun kepada tukang sihir,
dukun, tukang nujum, dan
lainnya, hendaklah bertaubat
kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan sebenar-
benarnya, dengan menunaikan
perintah Allah Subhanahu wa
Ta’ala Yang Maha Esa dan Maha
Kuasa. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ
لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ
اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ
الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ
وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ
لَا تُنْصَرُونَ. وَاتَّبِعُوا
أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ
مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ
بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا
تَشْعُرُونَ
“Katakanlah: ‘Wahai hamba-
hamba-Ku yang melampaui
batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus
asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Dan
kembalilah kamu kepada
Rabbmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya sebelum datang
azab kepadamu kemudian kamu
tidak dapat ditolong (lagi). Dan
ikutilah sebaik-baik apa yang
telah diturunkan kepadamu dari
Rabbmu sebelum datang azab
kepadamu dengan tiba-tiba,
sedang kamu tidak
menyadarinya’.” (Az-Zumar:
53-55)
Maka, bagi orang yang
memerhatikan ayat-ayat Al-
Qur’an, dia akan melihat bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menjanjikan maghfirah
(ampunan) dan rahmah bagi
hamba-hamba-Nya. (Irsyadun
Nazhir, hal. 103)
Wallahu a’lam.


www.majalahsyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=827

0 komentar:

Posting Komentar