Banner 468 X 60

Selasa, 01 Juni 2010

Hukum Menamai Negeri Yahudi Dengan Israel

Fadhilatul ‘Allamah Dr. Rabi’ bin
Hadi bin ‘Umair Al-Madkhali
menjelaskan:
الحمد لله ، والصلاة
والسلام على رسول الله ،
وعلى آله وصحبه ومن
اتبع هداه. أما بعد
Di sana ada sebuah fenomena
aneh yang tersebar di tengah-
tengah kaum muslimin, yaitu
penamaan negeri Yahudi -yang
dimurkai- dengan nama Israel.
Dan saya belum melihat seorang
pun yang mengingkari fenomena
yang berbahaya ini [1]. Sebuah
fenomena yang menyinggung
kemuliaan seorang rasul yang
mulia, salah satu dari pemimpin
para rasul, yaitu Ya ’qub[2]
‘alaihish shalatu wassalam, yang
dipuji oleh Allah bersama kedua
ayahnya yang mulia, Ibrahim dan
Ishaq di dalam kitab-Nya yang
mulia dengan firman-Nya:
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي
الأَيْدِي وَالأَبْصَارِ . إِنَّا
أَخْلَصْنَاهُم بِخَالِصَةٍ
ذِكْرَى الدَّارِ . وَإِنَّهُمْ
عِندَنَا لَمِنَ
الْمُصْطَفَيْنَ الأَخْيَارِ .
“Dan ingatlah hamba-hamba
Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub
yang mempunyai perbuatan-
perbuatan yang besar dan ilmu-
ilmu yang Tinggi. Sesungguhnya
kami telah mensucikan mereka
dengan (menganugerahkan
kepada mereka) akhlak yang
tinggi yaitu selalu mengingatkan
(manusia) kepada negeri akhirat.
Dan sesungguhnya mereka pada
sisi kami benar-benar termasuk
orang-orang pilihan yang paling
baik. ” (Shad: 45-47)
Inilah kedudukan seorang rasul
yang mulia ini, maka bagaimana
mungkin beliau dikaitkan dengan
orang-orang yahudi dan orang
yahudi dikaitkan dengan beliau!?
Kebanyakan kaum muslimin
menyebutkan negeri ini dalam
konteks celaan, misalnya
mengatakan ‘Israel berbuat
demikian’, ‘Israel melakukan
tindakan demikian dan
demikian ’, dan ‘Israel akan
berbuat demikian’. Dan ini -
menurut pandangan saya-
adalah kemungkaran yang tidak
boleh terjadi di tengah-tengah
kaum muslimin, terlebih lagi jika
menjadi sebuah fenomena yang
telah tersebar di tengah-tengah
mereka tanpa ada pengingkaran.
Dari sinilah kami lontarkan
pertanyaan ini dan sekaligus
jawabannya. Kami katakan:
‘Bolehkah memberi nama negeri
Yahudi -yang kafir lagi jahat-
dengan Isra ’il atau Negara Israel
yang kemudian ketika
mengarahkan kecaman dan
celaan kepadanya, menyebutkan
nama Israel!?
Yang benar adalah hal itu tidak
boleh, dan sungguh orang-orang
Yahudi telah membuat makar
yang sangat besar ketika
menjadikan haknya sebagai hak
yang sesuai syari ’at di dalam
mendirikan negara untuk
menggulingkan negeri-negeri
muslimin atas nama warisan Nabi
Ibrahim, dan juga Nabi Isra ’il.
Mereka (Yahudi) juga telah
membuat makar yang amat
besar di dalam penamaan
terhadap negerinya As-
Suhaiwaniyyah dengan nama
negara Israel, dan tipu daya
mereka telah mengalahkan
kaum muslimin -saya tidak
mengatakan mengalahkan
kalangan awam saja bahkan
para cendikia pun juga-.
Mereka menyebutkan negara
Israel, bahkan (mencatut) nama
Nabi Isra ’il di dalam berita-berita,
surat kabar-surat kabar,
majalah-majalah, dan
pembicaraan-pembicaraan
mereka, baik dalam konteks
murni berita maupun dalam
konteks kecaman, celaan, dan
bahkan laknat. Semua itu terjadi
di tengah-tengah kaum
muslimin, dan sangat
memprihatinkan sekali kami tidak
mendengar satu pengingkaran
pun terhadapnya.
Sungguh Allah subhanahu
wata ’ala telah mencela orang-
orang Yahudi di dalam banyak
ayat-ayat Al-Qur ’an, melaknat
mereka, dan memberitakan
kepada kita kemurkaan-Nya atas
mereka dengan menyebutkan
nama Yahudi, dan nama orang-
orang kafir dari Bani Isra ’il,
bukan atas nama Isra’il, seorang
nabi yang mulia -Ya’qub-, putra
seorang yang mulia -Ishaq
Nabiyullah-, putra seorang yang
mulia -Ibrahim Khalilullah
‘ alaihimush shalatu wassalam.
Orang-orang Yahudi tidak
memiliki kaitan keagamaan
dengan Nabiyullah Isra ’il -Ya’qub
‘alaihis salam-, dan tidak juga
dengan Ibrahim Khalilullah
‘ alaihish shalatu wassalam, dan
mereka juga tidak memiliki hak
terhadap agama warisan kedua
Nabi tersebut, akan tetapi
(warisan agama keduanya) itu
hanya khusus bagi kaum
mukminin saja. Allah ta ’ala
berfirman:
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ
بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ
اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ
وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَاللهُ
وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ .
“Sesungguhnya orang yang
paling dekat kepada Ibrahim
ialah orang-orang yang
mengikutinya dan nabi ini
(Muhammad), beserta orang-
orang yang beriman (kepada
Muhammad), dan Allah adalah
pelindung semua orang-orang
yang beriman. ” (Ali ‘Imran: 68)
Dan Allah berfirman -dalam
rangka membersihkan Khalil-
Nya, Ibrahim dari agama Yahudi,
Nashrani, dan musyrikin-:
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا
وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِن كَانَ
حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ
مِنَ الْمُشْرِكِينَ .
“Ibrahim bukan seorang Yahudi
dan bukan (pula) seorang
Nasrani, akan tetapi dia adalah
seorang yang lurus lagi berserah
diri (kepada Allah) dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk golongan
orang-orang musyrik. ” (Ali
‘Imran: 67)
Kaum muslimin tidaklah
mengingkari bahwa Yahudi
adalah anak cucu nabi Ibrahim
dan Isra ’il, akan tetapi mereka
(muslimin) menetapkan bahwa
Yahudi termasuk musuh-musuh
Allah dan para Rasul-Nya, di
antaranya: Muhammad, Ibrahim,
dan Isra ’il ‘alaihimush shalatu
wassalam, dan mereka juga
menetapkan bahwa tidak ada
warisan antara para nabi dengan
musuh-musuh mereka dari
kalangan orang-orang kafir, baik
Yahudi, Nashara, atau dari
kalangan musyrikin arab dan
selain mereka. Sesungguhnya
orang yang paling dekat dengan
Ibrahim dan seluruh para nabi
adalah kaum muslimin yang
beriman kepada mereka,
mencintai dan memuliakan
mereka, beriman dengan segala
yang diturunkan kepada mereka
berupa kitab-kitab dan shuhuf,
dan kaum muslimin menganggap
hal itu merupakan pokok agama
mereka, mereka adalah para
pewaris para nabi dan orang-
orang yang paling dekat dengan
mereka.
Bumi Allah ini hanyalah
diperuntukkan bagi hamba-
hamba-Nya yang beriman
kepada-Nya, dan kepada para
Rasul yang mulia. Allah ta ’ala
berfirman:
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي
الزَّبُورِ مِن بَعْدِ الذِّكْرِ
أَنَّ الأَرْضَ يَرِثُهَا
عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ . إِنَّ
فِي هَذَا لَبَلاغًا لِّقَوْمٍ
عَابِدِينَ . وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ .
“Dan sungguh telah Kami tulis di
dalam Zabur sesudah (Kami tulis
dalam) Lauhul Mahfuzh,
bahwasanya bumi ini diwarisi
oleh hamba-hamba-Ku yang
shalih. Sesungguhnya (apa yang
disebutkan) dalam (Surat) ini,
benar-benar menjadi peringatan
bagi kaum yang beribadah
(kepada Allah). Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam. ” (Al-Anbiya’:
105-107)
Musuh-musuh para nabi tidak
memiliki warisan di muka bumi
ini, -terlebih orang-orang
Yahudi- di dunia ini, dan di
akhirat bagi mereka siksa neraka
yang kekal. Dan sangat
mengherankan kondisi mayoritas
kaum muslimin yang menerima
klaim Yahudi bahwa mereka
adalah pewaris negeri Palestina,
dan mencari Haikal Sulaiman
yang mereka (Yahudi)
mengkufurinya dan menuduhnya
dengan tuduhan yang keji.
Mereka (orang-orang Yahudi)
adalah paling keras
permusuhannya terhadap Nabi
Sulaiman dan selain beliau para
nabi dari kalangan Bani Isra’il.
Allah ta’ala berfirman:
أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ
بِمَا لاَ تَهْوَى أَنفُسُكُمُ
اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقاً
كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا
تَقْتُلُونَ.
“Apakah setiap datang
kepadamu seorang Rasul
membawa sesuatu (pelajaran)
yang tidak sesuai dengan
keinginanmu lalu kamu
menyombong, maka beberapa
orang (di antara mereka) kamu
dustakan dan beberapa orang
(yang lain) kamu bunuh ?” (Al-
Baqarah: 87)
Bagaimana bisa sebagian kaum
muslimin -minimalnya dengan
perbuatan mereka- menerima
klaim yang batil ini!? Dan
bersamaan dengan itu mereka
pun juga menamai negeri Yahuid
dengan Isra’il, dan dengan nama
Negara Israel!
Dan -demi Allah- tidak pernah
ada seharipun mereka lebih
berhak atas kaum mukminin
dalam warisan agama
Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, para rasul, dan yang
mengamalkan risalah mereka
itulah wali-wali Allah, wali-wali
para nabi dan para rasul-Nya.
Hendaknya kaum muslimin
mengembalikan jati diri mereka
dalam akidah dan manhajnya
dengan bersumber dari
Kitabullah, sunnah Nabi mereka
shallallahu ‘alaihi wasallam, dan
prinsip beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam, para shahabatnya,
orang-orang yang mengikutinya
dengan baik dari generasi terbaik
tabi ’in, para ulama yang
senantiasa memberikan
bimbingan dalam agama ini. Ini
merupakan sebab terbesar
datangnya pertolongan Allah
kepada mereka dalam
menghadapi musuh-musuhnya,
dan sebab datangnya kejayaan
bagi mereka, kebahagiaan, dan
kemuliaan di dunia dan akhirat.
Dan hendaknya kaum muslimin
juga membersihkan tangan-
tangan mereka dari jeratan hawa
nafsu dan bid ’ah, sikap fanatik
terhadap kebatilan dan para
pengusungnya, kemudian
hendaknya mereka berusaha
dengan sungguh-sungguh di
dalam mempersiapkan
perlengkapan berupa
persenjataan dengan segala
bentuknya, dan hal-hal yang
mendukung itu semua berupa
perhatian dan pelatihan
terhadap pasukan, sebagaimana
yang diperintahkan oleh Allah
subhanahu wata’ala dan Rasul-
Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah ta’ala berfirman:
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا
اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن
رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ
بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ .
“Dan siapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan
apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang (yang
dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah
dan musuhmu.” (Al-Anfal: 60)
Dan kekuatan yang disebutkan
di dalam ayat ini mencakup
semua bentuk kekuatan yang
bisa menggentarkan musuh dari
berbagai bentuk persenjataan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘ anhu, dia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
( ألا إن القوة الرمي . ألا إن القوة
الرمي . ألا إن القوة الرمي )
“Ketahuilah bahwasanya
kekuatan itu adalah lemparan,
ketahuilah bahwasanya kekuatan
itu adalah lemparan, ketahuilah
bahwasanya kekuatan itu adalah
lemparan. ”
Ar-Ramyu (lemparan) dalam
hadits tersebut adalah termasuk
di dalamnya segala bentuk
senjata yang digunakan untuk
melempar (menembak,
menusuk, memukul, dsb), semua
itu harus didapatkan, baik
dengan membuatnya, atau
dengan membelinya, atau
dengan selain keduanya.
Dan sungguh -sekali lagi- saya
sangat terheran dengan adanya
penetapan nama Nabi yang
mulia lagi terhormat ini terhadap
sebuah negeri yang jahat, umat
yang dimurkai, dan umat yang
sangat pendusta. Disebutkanlah
negeri tersebut ketika
membicarakan tentangnya,
ketika menyebutkan berita
tentangnya, atau ketika
mencelanya dengan Isra ’il dan
atau Negara Israel. Seolah-olah
bahasa Islam dan bahasa arab
yang luas ini telah menjadi
sempit bagi mereka, sehingga
mereka tidak mendapatkan
nama kecuali nama ini.
Kemudian apakah mereka
(muslimin) memikirkan hal ini?
Apakah ini diridhai Allah atau
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi
wasallam!? Dan apakah juga
diridhai oleh nabiyullah Isra ’il,
atau bahkan sebaliknya, sesuatu
yang menyakitkan hati beliau
seandainya beliau hidup!?
Tidakkah mereka tahu bahwa
celaan dan cercaan yang mereka
tujukan kepada Yahudi dengan
menyebutkan nama beliau
(Isra ’il) akan bisa tertuju kepada
beliau sendiri dalam keadaan
mereka tidak menyadarinya!?
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘ anhu, dia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
ألا تعجبون كيف يصرف الله
عني شتم قريش ولعنهم !؟
يشتمون مذممًا ويلعنون
مذممًا ، وأنا محمد .
“Tidakkah kalian heran
bagaimana Allah menghindarkan
aku dari celaan dan laknat
Quraisy!? Mereka mencela dan
melaknat, sedangkan aku adalah
Muhammad. ” (HR. Ahmad, Al-
Bukhari di dalam shahihnya
no. 3533, dan An Nasa ’i).
Maka bagaimana kalian bisa
memalingkan celaan, laknat, dan
cercaan kalian terhadap musuh
Allah kepada nama seorang nabi
yang mulia di antara para nabi
Allah dan rasul-Nya, serta
makhluk pilihan-Nya!?
Jika ada yang mengatakan
bahwa yang semisal dengan
penetapan ini ada juga di dalam
Taurat!
Maka kami katakan: sangat
mungkin ini merupakan salah
satu perubahan yang dilakukan
Ahlul Kitab, sebagaimana yang
Allah saksikan tentang mereka
bahwa mereka telah mengubah
Al-Kitab dengan tangan-tangan
mereka sendiri kemudian mereka
menyatakan: ini dari Allah.
Bahkan di dalam Taurat yang
sudah diubah-ubah pun juga
terdapat tuduhan terhadap para
nabi dengan kekufuran dan
kekejian, maka bagaimana
mungkin bisa bersandar dan
berhujjah dengan kitab mereka
yang demikian kondisinya!?
Kita memohon kepada Allah
agar memberikan taufiq-Nya
kepada kaum muslimin
semuanya untuk bisa
menjalankan hal-hal yang
dicintai dan diridhai-Nya, baik
dalam bentuk ucapan maupun
perbuatan. Sesungguhnya Rabb
kita Maha Mendengar do ’a.
Diterjemahkan dari: http://
sahab.net/home/index.php?
Site=News&Show=663
[1] Permasalahan seperti ini
pernah juga difatwakan oleh
Asy-Syaikh Shalih bin
Muhammad Al-Luhaidan (lihat
http://asysyariah.com/
syariah.php?
menu=detil&id_online=379).
Sehingga Asy-Syaikh Rabi ’
menyatakan ungkapan seperti ini
ada kemungkinan beliau belum
mengetahui adanya fatwa Asy-
Syaikh Shalih Al-Luhaidan
tersebut, atau mungkin juga
beliau lebih dahulu dalam
menyampaikan fatwa ini sebelum
Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan.
Wallahu a ’lam.
www.assalafy.org

0 komentar:

Posting Komentar