Banner 468 X 60

Sabtu, 19 Juni 2010

Perbedaan Antara Jin,Setan Dan Iblis

Penulis : Al-
Ustadz Abu Hamzah Yusuf

Sumber:asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=349



Tema Jin, Setan, dan Iblis masih
menyisakan kontroversi hingga
kini. Namun yang jelas, eksistensi
mereka diakui dalam syariat.
Sehingga, jika masih ada dari
kalangan muslim yang
meragukan keberadaan mereka,
teramat pantas jika diragukan
keimanannya.
Sesungguhnya Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah mengutus nabi
kita Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam dengan risalah
yang umum dan menyeluruh.
Tidak hanya untuk kalangan
Arab saja namun juga untuk
selain Arab. Tidak khusus bagi
kaumnya saja, namun bagi umat
seluruhnya. Bahkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala
mengutusnya kepada segenap
Ats-Tsaqalain: jin dan manusia.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:

قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي
رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُمْ
جَمِيْعًا

Katakanlah: `Wahai manusia,
sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepadamu semua. ” (Al-
A’raf: 158)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ
إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً
وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ
كَافَّةً

Adalah para nabi itu diutus
kepada kaumnya sedang aku
diutus kepada seluruh
manusia. ” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim dari Jabir bin Abdillah
radhiallahu 'anhuma)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga
berfirman:

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ
نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ
يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْآنَ
فَلَمَّا حَضَرُوْهُ قَالُوا
أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ
وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ
مُنْذِرِيْنَ. قَالُوا يَا قَوْمَنَا
إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ
مِنْ بَعْدِ مُوْسَى مُصَدِّقًا
لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي
إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ
مُسْتَقِيْمٍ. يَا قَوْمَنَا
أَجِيْبُوا دَاعِيَ اللهِ وَآمِنُوا
بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ
ذُنُوْبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ
عَذَابٍ أَلِيْمٍ. وَمَنْ لاَ
يُجِبْ دَاعِيَ اللهِ فَلَيْسَ
بِمُعْجِزٍ فِي اْلأَرْضِ
وَلَيْسَ لَهُ مِنْ دُوْنِهِ
أَوْلِيَاءُ أُولَئِكَ فِي
ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ
Dan ingatlah ketika Kami
hadapkan sekumpulan jin
kepadamu yang mendengarkan
Al-Qur`an. Maka ketika mereka
menghadiri pembacaannya lalu
mereka berkata: `Diamlah kamu
(untuk mendengarkannya )’.
Ketika pembacaan telah selesai,
mereka kembali kepada
kaumnya (untuk) memberi
peringatan. Mereka berkata:
`Wahai kaum kami,
sesungguhnya kami telah
mendengarkan kitab (Al-
Qur`an) yang telah diturunkan
setelah Musa, yang
membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya lagi memimpin
kepada kebenaran dan jalan
yang lurus. Wahai kaum kami,
terimalah (seruan) orang yang
menyeru kepada Allah dan
berimanlah kepada-Nya, niscaya
Allah akan mengampuni dosa-
dosa kamu dan melepaskan
kamu dari azab yang pedih. Dan
orang yang tidak menerima
(seruan) orang yang menyeru
kepada Allah, maka dia tidak
akan lepas dari azab Allah di
muka bumi dan tidak ada
baginya pelindung selain Allah.
Mereka itu dalam kesesatan
yang nyata ’.” (Al-Ahqaf: 29-32)
Jin Diciptakan Sebelum Manusia
Tak ada satupun dari golongan
kaum muslimin yang mengingkari
keberadaan jin. Demikian pula
mayoritas kaum kuffar meyakini
keberadaannya. Ahli kitab dari
kalangan Yahudi dan Nashrani
pun mengakui eksistensinya
sebagaimana pengakuan kaum
muslimin, meski ada sebagian
kecil dari mereka yang
mengingkarinya. Sebagaimana
ada pula di antara kaum
muslimin yang mengingkarinya
yakni dari kalangan orang bodoh
dan sebagian Mu ’tazilah.
Jelasnya, keberadaan jin
merupakan hal yang tak dapat
disangkal lagi mengingat
pemberitaan dari para nabi
sudah sangat mutawatir dan
diketahui orang banyak. Secara
pasti, kaum jin adalah makhluk
hidup, berakal dan mereka
melakukan segala sesuatu
dengan kehendak. Bahkan
mereka dibebani perintah dan
larangan, hanya saja mereka
tidak memiliki sifat dan tabiat
seperti yang ada pada manusia
atau selainnya. (Idhahu Ad-
Dilalah fi ’Umumi Ar-Risalah hal.
1, lihat Majmu’ul Fatawa, 19/9)
Anehnya orang-orang filsafat
masih mengingkari keberadaan
jin. Dan dalam hal inipun
Muhammad Rasyid Ridha telah
keliru. Dia mengatakan:
“ Sesungguhnya jin itu hanyalah
ungkapan/ gambaran tentang
bakteri-bakteri. Karena ia tidak
dapat dilihat kecuali dengan
perantara
mikroskop. ” (Nashihatii li Ahlis
Sunnah minal Jin oleh Asy-Syaikh
Muqbil bin Hadi rahimahullahu)
Jin lebih dahulu diciptakan
daripada manusia sebagaimana
dikabarkan Allah Subhanahu wa
Ta'ala dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ
مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ
مَسْنُوْنٍ. وَالْجَانَّ
خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ
نَارِ السَّمُوْمِ
“Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia (Adam)
dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk. Dan Kami telah
menciptakan jin sebelum (Adam)
dari api yang sangat panas. ” (Al-
Hijr: 26-27)
Karena jin lebih dulu ada, maka
Allah Subhanahu wa Ta'ala
mendahulukan penyebutannya
daripada manusia ketika
menjelaskan bahwa mereka
diperintah untuk beribadah
seperti halnya manusia. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku. ” (Adz-
Dzariyat: 56)
Jin, Setan, dan Iblis
Kalimat jin, setan, ataupun juga
Iblis seringkali disebutkan dalam
Al-Qur`an, bahkan mayoritas
kita pun sudah tidak asing lagi
mendengarnya. Sehingga
eksistensinya sebagai makhluk
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak
lagi diragukan, berdasarkan Al-
Qur`an dan As-Sunnah serta
ijma ’ ulama Ahlus Sunnah wal
Jamaah. Tinggal persoalannya,
apakah jin, setan, dan Iblis itu
tiga makhluk yang berbeda
dengan penciptaan yang
berbeda, ataukah mereka itu
bermula dari satu asal atau
termasuk golongan para
malaikat?
Yang pasti, Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah menerangkan asal-
muasal penciptaan jin dengan
firman-Nya:
وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ
قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ
“Dan Kami telah menciptakan jin
sebelum (Adam) dari api yang
sangat panas. ” (Al-Hijr: 27)
Juga firman-Nya:
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ
مِنْ نَارٍ
“Dan Dia menciptakan jin dari
nyala api.” (Ar-Rahman: 15)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ
نُوْرٍ وَخُلِقَتِ الْجَانُّ مِنْ
مَّارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ
مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
“Para malaikat diciptakan dari
cahaya, jin diciptakan dari nyala
api, dan Adam diciptakan dari
apa yang disifatkan kepada
kalian. ” (HR. Muslim no. 2996
dari ’Aisyah radhiallahu 'anha)
Adapun Iblis, maka Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman
tentangnya:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ
اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ
إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ
“Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat:
‘ Sujudlah kamu kepada Adam’,
maka sujudlah mereka kecuali
Iblis. Dia adalah dari golongan
jin …” (Al-Kahfi: 50)
Ibnu Katsir rahimahullahu
berkata: “Iblis mengkhianati asal
penciptaannya, karena dia
sesungguhnya diciptakan dari
nyala api, sedangkan asal
penciptaan malaikat adalah dari
cahaya. Maka Allah Subhanahu
wa Ta'ala mengingatkan di sini
bahwa Iblis berasal dari kalangan
jin, dalam arti dia diciptakan dari
api. Al-Hasan Al-Bashri berkata:
‘ Iblis tidak termasuk malaikat
sedikitpun. Iblis merupakan asal
mula jin, sebagaimana Adam
sebagai asal mula
manusia ’.” (Tafsir Al-Qur`anul
’Azhim, 3/94)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin
Nashir As-Sa ’di rahimahullahu
mengatakan: “Iblis adalah abul
jin (bapak para jin).” (Taisir Al-
Karim Ar-Rahman, hal. 406 dan
793)
Sedangkan setan, mereka adalah
kalangan jin yang durhaka. Asy-
Syaikh Muqbil bin Hadi
rahimahullahu pernah ditanya
tentang perbedaan jin dan setan,
beliau menjawab: “Jin itu meliputi
setan, namun ada juga yang
shalih. Setan diciptakan untuk
memalingkan manusia dan
menyesatkannya. Adapun yang
shalih, mereka berpegang teguh
dengan agamanya, memiliki
masjid-masjid dan melakukan
shalat sebatas yang mereka
ketahui ilmunya. Hanya saja
mayoritas mereka itu
bodoh. ” (Nashihatii li Ahlis
Sunnah Minal Jin)
Siapakah Iblis?1
Terjadi perbedaan pendapat
dalam hal asal-usul iblis, apakah
berasal dari malaikat atau dari
jin.
Pendapat pertama menyatakan
bahwa iblis berasal dari jenis jin.
Ini adalah pendapat Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullahu. Beliau
menyatakan: “Iblis tidak pernah
menjadi golongan malaikat
sekejap matapun sama sekali.
Dan dia benar-benar asal-usul
jin, sebagaimana Adam adalah
asal-usul
manusia. ” (Diriwayatkan Ibnu
Jarir dalam tafsir surat Al-Kahfi
ayat 50, dan dishahihkan oleh
Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya)
Pendapat ini pula yang
tampaknya dikuatkan oleh Ibnu
Katsir, Al-Jashshash dalam
kitabnya Ahkamul Qur‘an
(3/215), dan Asy-Syinqithi dalam
kitabnya Adhwa`ul Bayan
(4/120). Penjelasan tentang dalil
pendapat ini beliau sebutkan
dalam kitab tersebut. Secara
ringkas, dapat disebutkan
sebagai berikut:
1. Kema ’shuman malaikat dari
perbuatan kufur yang dilakukan
iblis, sebagaimana firman Allah:
لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“…yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. ” (At-
Tahrim: 6)
لاَ يَسْبِقُوْنَهُ بِالْقَوْلِ
وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُوْنَ
“Mereka itu tidak mendahului-
Nya dengan perkataan, dan
mereka mengerjakan perintah-
perintah-Nya. ” (Al-Anbiya`: 27)
2. Dzahir surat Al-Kahfi ayat 50
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ
اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ
إِبْلِيْسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ
فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ
“Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat:
‘ Sujudlah kamu kepada Adam’,
maka sujudlah mereka kecuali
iblis. Dia adalah dari golongan
jin, lalu ia mendurhakai perintah
Rabbnya. ”
Allah menegaskan dalam ayat ini
bahwa iblis dari jin, dan jin
bukanlah malaikat. Ulama yang
memegang pendapat ini
menyatakan: “Ini adalah nash Al-
Qur`an yang tegas dalam
masalah yang diperselisihkan ini.”
Beliau juga menyatakan: “Dan
hujjah yang paling kuat dalam
masalah ini adalah hujjah
mereka yang berpendapat
bahwa iblis bukan dari malaikat.”
Adapun pendapat kedua yang
menyatakan bahwa iblis dari
malaikat, menurut Al-Qurthubi,
adalah pendapat jumhur ulama
termasuk Ibnu ‘Abbas
radhiallahu 'anhuma. Alasannya
adalah firman Allah:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ
اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ
إِبْلِيْسَ أَبَى
وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ
الْكَافِرِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat:
‘ Sujudlah kamu kepada Adam,’
maka sujudlah mereka kecuali
Iblis; ia enggan dan takabur dan
adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir. ” (Al-
Baqarah: 34)
Juga ada alasan-alasan lain
berupa beberapa riwayat
Israiliyat.
Pendapat yang kuat adalah
pendapat yang pertama, insya
Allah, karena kuatnya dalil
mereka dari ayat-ayat yang jelas.
Adapun alasan pendapat kedua
(yakni surat Al-Baqarah ayat 34),
sebenarnya ayat tersebut tidak
menunjukkan bahwa iblis dari
malaikat. Karena susunan
kalimat tersebut adalah susunan
istitsna` munqathi ’ (yaitu yang
dikecualikan tidaklah termasuk
jenis yang disebutkan).
Adapun cerita-cerita asal-usul
iblis, itu adalah cerita Israiliyat.
Ibnu Katsir menyatakan: “Dan
dalam masalah ini (asal-usul
iblis), banyak yang diriwayatkan
dari ulama salaf. Namun
mayoritasnya adalah Israiliyat
(cerita-cerita dari Bani Israil) yang
(sesungguhnya) dinukilkan untuk
dikaji –wallahu a’lam–, Allah
lebih tahu tentang keadaan
mayoritas cerita itu. Dan di
antaranya ada yang dipastikan
dusta, karena menyelisihi
kebenaran yang ada di tangan
kita. Dan apa yang ada di dalam
Al-Qur`an sudah memadai dari
yang selainnya dari berita-berita
itu. ” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/94)
Asy-Syinqithi menyatakan: “Apa
yang disebutkan para ahli tafsir
dari sekelompok ulama salaf,
seperti Ibnu ‘Abbas dan
selainnya, bahwa dahulu iblis
termasuk pembesar malaikat,
penjaga surga, mengurusi urusan
dunia, dan namanya adalah
‘ Azazil, ini semua adalah cerita
Israiliyat yang tidak bisa dijadikan
landasan. ” (Adhwa`ul Bayan,
4/120-121)
Siapakah Setan?2
Setan atau Syaithan (شَيْطَانٌ)
dalam bahasa Arab diambil dari
kata ( شَطَنَ) yang berarti jauh.
Ada pula yang mengatakan
bahwa itu dari kata ( شَاطَ) yang
berarti terbakar atau batal.
Pendapat yang pertama lebih
kuat menurut Ibnu Jarir dan
Ibnu Katsir, sehingga kata
Syaithan artinya yang jauh dari
kebenaran atau dari rahmat
Allah Subhanahu wa Ta'ala (Al-
Misbahul Munir, hal. 313).
Ibnu Jarir menyatakan, syaithan
dalam bahasa Arab adalah setiap
yang durhaka dari jin, manusia
atau hewan, atau dari segala
sesuatu.
Demikianlah Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ
نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ
اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ
زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
“Dan demikianlah Kami jadikan
bagi tiap-tiap nabi itu musuh,
yaitu setan-setan (dari jenis)
manusia dan (dari jenis) jin,
sebahagian mereka membisikkan
kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu
(manusia). ” (Al-An’am: 112)
(Dalam ayat ini) Allah
menjadikan setan dari jenis
manusia, seperti halnya setan
dari jenis jin. Dan hanyalah setiap
yang durhaka disebut setan,
karena akhlak dan perbuatannya
menyelisihi akhlak dan
perbuatan makhluk yang
sejenisnya, dan karena jauhnya
dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir,
1/49)
Ibnu Katsir menyatakan bahwa
syaithan adalah semua yang
keluar dari tabiat jenisnya
dengan kejelekan (Tafsir Ibnu
Katsir, 2/127). Lihat juga Al-
Qamus Al-Muhith (hal. 1071).
Yang mendukung pendapat ini
adalah surat Al-An’am ayat 112:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ
نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ
اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي
بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ
زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا
“Dan demikianlah Kami jadikan
bagi tiap-tiap nabi itu musuh,
yaitu setan-setan (dari jenis)
manusia dan (dari jenis) jin,
sebahagian mereka membisikkan
kepada sebahagian yang lain
perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu
(manusia). ” (Al-An’am: 112)
Al-Imam Ahmad meriwayatkan
dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu,
ia berkata: Aku datang kepada
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
dan beliau berada di masjid.
Akupun duduk. Dan beliau
menyatakan: “Wahai Abu Dzar
apakah kamu sudah shalat?”
Aku jawab: “Belum.” Beliau
mengatakan: “Bangkit dan
shalatlah.” Akupun bangkit dan
shalat, lalu aku duduk. Beliau
berkata: “Wahai Abu Dzar,
berlindunglah kepada Allah dari
kejahatan setan manusia dan
jin. ” Abu Dzar berkata: “Wahai
Rasulullah, apakah di kalangan
manusia ada setan ?” Beliau
menjawab: “Ya.”
Ibnu Katsir menyatakan setelah
menyebutkan beberapa sanad
hadits ini: “Inilah jalan-jalan
hadits ini. Dan semua jalan-jalan
hadits tersebut menunjukkan
kuatnya hadits itu dan
keshahihannya. ” (Tafsir Ibnu
Katsir, 2/172)
Yang mendukung pendapat ini
juga hadits Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam riwayat
Muslim:
الْكَلْبُ اْلأَسْوَدُ شَيْطَانٌ
“Anjing hitam adalah setan.”
Ibnu Katsir menyatakan:
“ Maknanya –wallahu a’lam–
yaitu setan dari jenis
anjing. ” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Ini adalah pendapat Qatadah,
Mujahid dan yang dikuatkan
oleh Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Asy-
Syaukani dan Asy-Syinqithi.
Dalam masalah ini ada tafsir lain
terhadap ayat itu, tapi itu adalah
pendapat yang lemah. (ed)
Ketika membicarakan tentang
setan dan tekadnya dalam
menyesatkan manusia, Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قَالَ أَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ
يُبْعَثُوْنَ. قَالَ إِنَّكَ مِنَ
الْمُنْظَرِيْنَ. قَالَ فَبِمَا
أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ
صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ.
ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ
أَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ
وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ
شَمَائِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ
أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِيْنَ
“Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah
aku sampai waktu mereka
dibangkitkan ’, Allah berfirman:
‘Sesungguhnya kamu termasuk
mereka yang diberi tangguh.’
Iblis menjawab: ‘Karena Engkau
telah menghukumiku tersesat,
aku benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka
dari jalan Engkau yang lurus.
Kemudian aku akan mendatangi
mereka dari muka dan dari
belakang mereka, dari kanan
dan kiri mereka. Dan Engkau
tidak akan mendapati
kebanyakan mereka bersyukur
(taat). ” (Al-A’raf: 14-17)
Setan adalah turunan Iblis,
sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:
أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ
وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ
دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ
بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً
“Patutkah kamu mengambil dia
dan turunan-turunannya sebagai
pemimpin selain-Ku, sedang
mereka adalah musuhmu? Amat
buruklah Iblis itu sebagai
pengganti (Allah) bagi orang-
orang yang dzalim. ” (Al-Kahfi:
50)
Turunan-turunan Iblis yang
dimaksud dalam ayat ini adalah
setan-setan. (Taisir Al-Karim Ar-
Rahman, hal. 453)
Penggambaran Tentang Jin
Al-jinnu berasal dari kata janna
syai`un yajunnuhu yang
bermakna satarahu (menutupi
sesuatu). Maka segala sesuatu
yang tertutup berarti
tersembunyi. Jadi, jin itu disebut
dengan jin karena keadaannya
yang tersembunyi.
Jin memiliki roh dan jasad. Dalam
hal ini, Syaikhuna Muqbil bin
Hadi rahimahullahu mengatakan:
“Jin memiliki roh dan jasad.
Hanya saja mereka dapat
berubah-ubah bentuk dan
menyerupai sosok tertentu, serta
mereka bisa masuk dari tempat
manapun. Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan
kepada kita agar menutup pintu-
pintu sembari beliau
mengatakan: ‘Sesungguhnya
setan tidak dapat membuka yang
tertutup ’. Beliau memerintahkan
agar kita menutup bejana-bejana
dan menyebut nama Allah
Subhanahu wa Ta'ala atasnya.
Demikian pula bila seseorang
masuk ke rumahnya kemudian
membaca bismillah, maka setan
mengatakan: ‘Tidak ada
kesempatan menginap’. Jika
seseorang makan dan
mengucapkan bismillah, maka
setan berkata: ‘Tidak ada
kesempatan menginap dan
bersantap malam ’.” (Nashihatii li
Ahlis Sunnah Minal Jin)
Jin bisa berujud seperti manusia
dan binatang. Dapat berupa ular
dan kalajengking, juga dalam
wujud unta, sapi, kambing, kuda,
bighal, keledai dan juga burung.
Serta bisa berujud Bani Adam
seperti waktu setan mendatangi
kaum musyrikin dalam bentuk
Suraqah bin Malik kala mereka
hendak pergi menuju Badr.
Mereka dapat berubah-ubah
dalam bentuk yang banyak,
seperti anjing hitam atau juga
kucing hitam. Karena warna
hitam itu lebih signifikan bagi
kekuatan setan dan mempunyai
kekuatan panas. (Idhahu Ad-
Dilalah, hal. 19 dan 23)
Kaum jin memiliki tempat tinggal
yang berbeda-beda. Jin yang
shalih bertempat tinggal di
masjid dan tempat-tempat yang
baik. Sedangkan jin yang jahat
dan merusak, mereka tinggal di
kamar mandi dan tempat-tempat
yang kotor. (Nashihatii li Ahlis
Sunnah Minal Jin)
Tulang dan kotoran hewan
adalah makanan jin. Di dalam
sebuah hadits, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata kepada Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu:
ابْغِنِي أَحْجَارًا
أَسْتَنْفِضْ بِهَا وَلاَ
تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلاَ
بِرَوْثَةٍ. فَأَتَيْتُهُ
بِأَحْجَارٍ أَحْمَلُهَا فِي
طَرَفِ ثَوْبِي حَتَّى
وَضَعْتُهَا إِلَى جَنْبِهِ
ثُمَّ انْصَرَفْتُ حَتَّى إِذَا
فَرَغَ مَشَيْتُ فَقُلْتُ: مَا
بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثَةِ؟
قَالَ: هُمَا مِنْ طَعَامِ الْجِنِّ
وَإِنَّهُ أَتَانِي وَفْدُ جِنِّ
نَصِيْبِيْنَ وَنِعْمَ الْجِنُّ
فَسَأَلُوْنِي الزَّادَ
فَدَعَوْتُ اللهَ لَهُمْ أَنْ لاَ
يَمُرُّوا بِعَظْمٍ وَلاَ
بِرَوْثَةٍ إِلاَّ وَجَدُوا
عَلَيْهَا طَعَامًا
“Carikan beberapa buah batu
untuk kugunakan bersuci dan
janganlah engkau carikan tulang
dan kotoran hewan. ” Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu
berkata: “Aku pun membawakan
untuknya beberapa buah batu
dan kusimpan di sampingnya.
Lalu aku menjauh hingga beliau
menyelesaikan hajatnya. ”
Aku bertanya: “Ada apa dengan
tulang dan kotoran hewan?”
Beliau menjawab: “Keduanya
termasuk makanan jin. Aku
pernah didatangi rombongan
utusan jin dari Nashibin, dan
mereka adalah sebaik-baik jin.
Mereka meminta bekal
kepadaku. Maka aku berdoa
kepada Allah untuk mereka agar
tidaklah mereka melewati tulang
dan kotoran melainkan mereka
mendapatkan makanan. ” (HR.
Al-Bukhari no. 3860 dari Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu,
dalam riwayat Muslim
disebutkan: “Semua tulang yang
disebutkan nama Allah
padanya ”, ed)
Gambaran Tentang Iblis dan
Setan
Iblis adalah wazan dari fi ’il,
diambil dari asal kata al-iblaas
yang bermakna at-tai`as (putus
asa) dari rahmat Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
Mereka adalah musuh nomer
wahid bagi manusia, musuh bagi
Adam dan keturunannya.
Dengan kesombongan dan
analoginya yang rusak serta
kedustaannya, mereka berani
menentang perintah Allah
Subhanahu wa Ta'ala saat
mereka enggan untuk sujud
kepada Adam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ
اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ
إِبْلِيْسَ أَبَى
وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ
الْكَافِرِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami
berfirman kepada para malaikat:
‘ Sujudlah kamu kepada Adam,’
maka sujudlah mereka kecuali
Iblis. Ia enggan dan takabur, dan
adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir. ” (Al-
Baqarah: 34)
Malah dengan analoginya yang
menyesatkan, Iblis menjawab:
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ
خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ
وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ
“Aku lebih baik darinya: Engkau
ciptakan aku dari api sedang dia
Engkau ciptakan dari tanah. ” (Al-
A’raf: 12)
Analogi atau qiyas Iblis ini adalah
qiyas yang paling rusak. Qiyas ini
adalah qiyas batil karena
bertentangan dengan perintah
Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
menyuruhnya untuk sujud.
Sedangkan qiyas jika berlawanan
dengan nash, maka ia menjadi
batil karena maksud dari qiyas
itu adalah menetapkan hukum
yang tidak ada padanya nash,
mendekatkan sejumlah perkara
kepada yang ada nashnya,
sehingga keberadaannya menjadi
pengikut bagi nash.
Bila qiyas itu berlawanan dengan
nash dan tetap digunakan/
diakui, maka konsekuensinya
akan menggugurkan nash. Dan
inilah qiyas yang paling jelek!
Sumpah mereka untuk
menggoda Bani Adam terus
berlangsung sampai hari kiamat
setelah mereka berhasil
menggoda Abul Basyar (bapak
manusia) Adam dan vonis sesat
dari Allah Subhanahu wa Ta'ala
untuk mereka. Allah Subhanahu
wa Ta'ala mengingatkan kita
dengan firman-Nya:
يَابَنِي آدَمَ لاَ
يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ
كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ
الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا
لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا
سَوْآتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ
وَقَبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ
تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا
الشَّيَاطِيْنَ أَوْلِيَاءَ
لِلَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ
“Hai anak Adam, janganlah
sekali-kali kamu dapat ditipu
oleh setan sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu
bapakmu dari surga. Ia
menanggalkan pakaian
keduanya untuk memperlihatkan
kepada keduanya auratnya.
Sesungguhnya ia dan pengikut-
pengikutnya melihat kamu dari
suatu tempat yang kamu tidak
bisa melihat mereka.
Sesungguhnya Kami telah
menjadikan setan-setan itu
pemimpin-pemimpin bagi orang-
orang yang tidak beriman. ” (Al-
A’raf: 27)
Karena setan sebagai musuh
kita, maka kita diperintahkan
untuk menjadi musuh setan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ
فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّا إِنَّمَا
يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُوْنُوا
مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيْرِ
“Sesungguhnya setan itu adalah
musuh bagimu, maka anggaplah
ia musuhmu, karena
sesungguhnya setan-setan itu
hanya mengajak golongannya
supaya mereka menjadi
penghuni neraka yang menyala-
nyala.” (Fathir: 6)
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
أَفَتَتَّخِذُوْنَهُ
وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ
دُوْنِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ
بِئْسَ لِلظَّالِمِيْنَ بَدَلاً
“Patutkah kamu mengambil dia
dan turunan-turunannya sebagai
pemimpin selain-Ku, sedangkan
mereka adalah musuhmu? Amat
buruklah Iblis itu sebagai
pengganti (Allah) bagi orang-
orang yang dzalim. ” (Al-Kahfi:
50)
Semoga kita semua terlindung
dari godaan-godaannya. Wal
’ ilmu ’indallah.
1 Tambahan dari redaksi
2 Tambahan dari redaksi

0 komentar:

Posting Komentar