Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-
Fauzan hafizhahullah
Pertanyaan : Jika datang ‘Idul
Fithri pada hari Jum’at apakah
boleh bagiku untuk shalat ‘Id
namun aku tidak shalat Jum’at,
atau sebaliknya?
Jawab : Apabila Hari Raya
bertepatan dengan hari Jum’at
maka barangsiapa yang telah
menunaikan shalat ‘id
berjama’ah bersama imam gugur
darinya kewajiban menghadiri
shalat Jum’at, dan hukumnya
bagi dia menjadi sunnah saja.
Apabila dia tidak menghadiri
shalat Jum’at maka tetap wajib
atasnya shalat zhuhur. Ini
berlaku bagi selain imam.
Adapun imam, tetap wajib
atasnya untuk menghadiri Jum’at
dan melaksanakannya bersama
kaum muslimin yang hadir.
Shalat Jum’at pada hari tersebut
tidak ditinggalkan sama sekali.
(Al-Muntaqa min Fatawa Al-
Fauzan VIII/44)
* * *
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts
Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta`
Fatwa no. 2358
Pertanyaan : Pada tahun ini
bertemu dalam sehari dua hari
raya, yaitu : Hari Jum’at dan ‘Idul
Adh-ha. Manakah yang benar :
Kita tetap melaksanakan shalat
zhuhur jika kita tidak shalat
Jum’at, ataukah kewajiban shalat
zhuhur gugur apabila kita tidak
shalat Jum’at?
Jawab : Barangsiapa yang
melaksanakan shalat ‘Id
bertepatan dengan hari Jum’at,
maka dia diberi rukhshah
(keringanan) untuk
meninggalkan shalat Jum’at pada
hari tersebut, kecuali imam.
Adapun imam, tetap wajib
atasnya menegakkan shalat
Jum’at bersama kaum muslimin
yang hadir shalat Jum’at, baik
yang sudah shalat ‘Id maupun
tidak shalat ‘Id. Apabila tidak ada
seorang pun yang hadir, maka
gugurlah kewajiban Jum’at
darinya, dan dia melaksanakan
shalat Zhuhur.
(Para ‘ulama yang berpendapat
demikian) berdalil dengan hadits
yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dalam kitab Sunan-nya
dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-
Syami berkata :
« شهدت معاوية بن أبي
سفيان وهو يسأل زيد بن أرقم
قال: أشهدت مع رسول الله صلى
الله عليه وسلم عيدين اجتمعا
في يوم؟ قال: نعم، قال:
فكيف صنع؟ قال: صلى
العيد ثم رخص في الجمعة،
فقال: من شاء أن يصلي
فليصل،»
“Aku menyaksikan Mu’awiyah
bin Abi Sufyan sedang bertanya
kepada Zaid bin Arqam, “Apakah
engkau menyaksikan bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dua ‘Id bertepatan pada
satu hari?” Zaid menjawab, “Ya.”
Mu’awiyah bertanya lagi,
“Bagaimana yang beliau
lakukan?” Zaid menjawab,
“Beliau mengerjakan shalat ‘Id
kemudian memberikan rukhshah
(keringanan) untuk shalat Jum’at.
Beliau mengatakan, Barangsiapa
yang hendak mengerjakan shalat
(Jum’at), maka silakan
mengerjakan shalat (Jum’at).” [1]
Juga berdalil dengan hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud
dalam Sunan-nya juga dari
shahabat Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa beliau bersabda :
« قد اجتمع في يومكم هذا
عيدان، فمن شاء أجزأه من الجمعة،
وإنا مجمعون »
“Telah terkumpul pada hari
kalian ini dua ‘Id. Barangsiapa
yang mau maka itu sudah
mencukupinya dari shalat Jum’at.
Sesungguhnya kita memadukan
(dua ‘id).” [2]
Dalil-dalil tersebut menunjukkan
bahwa rukhshah (keringanan)
tersebut untuk shalat Jum’at bagi
barangsiapa yang telah
menunaikan shalat ‘Id pada hari
tersebut.
Sekaligus diketahui bahwa tidak
berlaku rukhshah bagi imam,
karena sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits
tersebut, “Sesungguhnya kita
memadukan (dua ‘id).” Juga
berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim dari
shahabat An-Nu’man bin Basyir
radhiyallahu ‘anhuma :
« أن النبي صلى الله عليه
وسلم كان يقرأ في صلاة
الجمعة والعيد بسبح
والغاشية، وربما اجتمعا في
يوم فقرأ بهما فيهما »
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dulu membaca dalam
shalat Jum’at dan shalat ‘Id surat
Sabbihis dan surat Al-Ghasyiyah.
Terkadang dua ‘Id tersebut
bertemu/bertepatan dalam satu
hari, maka beliau membaca dua
surat tersebut dalam dua shalat
(”Id dan Jum’at).”
Barangsiapa yang tidak
menghadiri shalat Jum’at bagi
yang telah menunaikan shalat
‘Id, maka tetap wajib atasnya
untuk shalat Zhuhur,
berdasarkan keumuman dalil-
dalil yang menunjukkan
kewajiban shalat Zhuhur bagi
yang tidak shalat Jum’at.
وبالله التوفيق وصلى الله
على نبينا محمد وآله وصحبه
وسلم .
Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts
Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta`
Ketua : ‘Abdul ‘Aziz
bin ‘Abdillah bin Baz
Wakil Ketua : ‘Abdurrazzaq
‘Afifi
Anggota : ‘Abdullah bin
Ghudayyan
Anggota : ‘Abdullah bin
Qu’ud.
* * *
Adapun dalam fatwo 2140, Al-
Lajnah menyatakan sebagai
berikut :
Apabila ‘Id bertepatan dengan
hari Jum’at, maka gugur
kewajiban menghadiri shalat
Jum’at bagi orang yang telah
menunaikan shalat ‘Id. Kecuali
bagi imam, kewajiban shalat
Jum’at tidak gugur darinya.
Terkecuali apabila memang tidak
ada orang yang berkumpul/hadir
(ke masjid) untuk shalat Jum ’at.
Di antara yang berpendapat
demikian adalah adalah : Al-
Imam Asy-Sya’bi, Al-Imam An-
Nakha’i, Al-Imam Al-Auza’i. Ini
adalah madzhab shahabat
‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Sa’id, Ibnu
‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Ibnu Az-
Zubair radhiyallahu ‘anhum dan
para ‘ulama yang sependapat
dengan mereka. … .
* * *
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
‘Abdillah bin Baz rahimahullah
Pertanyaan : Apa hukum shalat
Jum’at jika bertepatan dengan
hari ‘Id, apakah wajib
menegakkannya atas seluruh
kaum muslimin, ataukah hanya
wajib atas sekelompok tertentu
saja? Karena sebagian orang
berkeyakinan bahwa apabila hari
‘Id bertepatan dengan hari
Jum’at berarti tidak ada shalat
shalat Jum’at.
Jawab : Tetap wajib atas imam
dan khathib shalat Jum’at untuk
menegakkan shalat Jum’at, hadir
ke masjid, dan shalat berjama’ah
mengimami orang-orang yang
hadir di masjid. Karena dulu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menegakkan shalat Jum’at
pada hari ‘Id, beliau ‘alahish
shalatu was salam melaksanakan
shalat ‘Id dan shalat Jum’at.
Terkadang beliau dalam shalat
‘Id dan shalat Jum’at sama-sama
membaca surat Sabbihisma dan
surat Al-Ghasyiyah, sebagaimana
dikatakan oleh shahabat An-
Nu’man bin Basyir radhiyallahu
‘anhuma dalam riwayat yang
shahih dari beliau dalam kitab
Shahih (Muslim).
Namun bagi orang yang yang
telah melaksanakan shalat ‘Id,
boleh baginya untuk
meninggalkan shalat Jum’at dan
hanya melaksanakan shalat
Zhuhur di rumahnya atau
berjama’ah dengan beberapa
orang saudaranya, apabila
mereka semua telah
melaksanakan shalat ‘Id.
Apabila dia melaksanakan shalat
Jum’at berjama’ah maka itu
afdhal (lebih utama) dan akmal
(lebih sempurna). Namun
apabila ia meninggalkan shalat
Jum’at, karena ia telah
melaksanakan shalat ‘Id, maka
tidak mengapa, namun tetap
wajib atasnya melaksanakan
shalat Zhuhur, baik sendirian
ataupun berjama’ah.
Wallahu Waliyyut Taufiq
(Majmu Fatawa wa Maqalat
Mutanawwi’ah XII/341-342)
* * *
Dalam fatwanya yang lain, ketika
beliau mengingkari pendapat
yang menyatakan bahwa jika ‘Id
bertepatan dengan hari Jum’at,
maka bagi orang yang telah
melaksanakan shalat ‘Id gugur
kewajiban shalat Jum’at dan
shalat Zhuhur sekaligus, Asy-
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz
rahimahullah mengatakan :
“Ini juga merupakan kesalahan
yang sangat jelas. Karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala
mewajibkan atas hamba-hamba-
Nya shalat 5 waktu dalam sehari
semalam, dan kaum muslimin
telah berijma’ atas kewajiban
tersebut. Yang kelima pada hari
Jum’at adalah kewajiban shalat
Jum’at. Hari ‘Id apabila
bertepatan dengan hari Jum’at
termasuk dalam kewajiban
tersebut. Kalau seandainya
kewajiban shalat Zhuhur gugur
dari orang yang telah
melaksanakan shalat ‘Id niscaya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
akan mengingatkan hal tersebut.
Karena ini merupakan
permasalahan yang tidak
diketahui oleh umat. Tatkala
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan rukhshah
(keringanan) untuk
meninggalkan shalat Jum’at bagi
orang yang sudah melaksanakan
shalat ‘Id dan tidak
menyebutkan gugurnya
kewajiban shalat Zhuhur, maka
diketahui bahwa kewajiban
(shalat Zhuhur) tersebut masih
tetap berlaku. Berdasarkan
hukum asal dan dalil-dalil syar’i,
serta ijma’ (kaum muslimin) atas
kewajiban shalat
5 waktu dalam
sehari semalam.
Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tetap melaksanakan
shalat Jum’at pada (hari yang
bertepatan dengan) hari ‘Id,
sebagaimana terdapat dalam
hadits-hadits, di antaranya hadits
yang diriwayatkan oleh Muslim
dalam kitab Shahih-nya dari
shahabat An-Nu’man bin Basyir :
« أن النبي صلى الله عليه
وسلم كان يقرأ في صلاة
الجمعة والعيد بسبح
والغاشية، وربما اجتمعا في
يوم فقرأ بهما فيهما »
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dulu membaca dalam
shalat Jum’at dan shalat ‘Id surat
Sabbihis dan surat Al-Ghasyiyah.
Terkadang dua ‘Id tersebut
bertemu/bertepatan dalam satu
hari, maka beliau membaca dua
surat tersebut dalam dua shalat
(”Id dan Jum’at).”
Adapun apa yang diriwayatkan
dari shahabat ‘Abdullah bin Az-
Zubair bahwa beliau
melaksanakan shalat ‘Id
kemudian tidak keluar lagi baik
untuk shalat Jum’at maupun
shalat Zhuhur, maka itu dibawa
pada kemungkinan bahwa beliau
memajukan shalat Jum’at, dan
mencukupkan dengan itu dari
mengerjakan shalat ‘Id dan
shalat Zhuhur. Atau pada
kemungkinan bahwa beliau
berkeyakinan bahwa imam pada
hari tersebut memiliki hukum
yang sama dengan yang lainnya,
yaitu tidak wajib keluar untuk
melaksanakan shalat Jum’at,
namun beliau tetap shalat
Zhuhur di rumahnya.
Kemungkinan mana pun yang
benar, kalau pun taruhlah yang
benar dari perbuatan beliau
bahwa beliau berpendapat
gugurnya kewajiban shalat
Jum’at dan Zhuhur yang sudah
shalat ‘Id maka keumuman dalil-
dalil syar’i, prinsip-prinsip yang
diikuti, dan ijma’ yang ada bahwa
wajib shalat Zhuhur atas
siapayang tidak shalat Jum’at dari
kalangan para mukallaf, itu
semua lebih dikedepankan
daripada apa yang diamalkan
oleh Ibnu Az-Zubair radhiyallahu
‘anhu. … .
(Majmu’ Fatawa wa Maqalat
Mutanawwi’ah XXX/261-262)
* * *
Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin
rahimahullah :
Kenyataannya masalah ini
terdapat perbedaan di kalangan
‘ulama rahimahumullah.
Pendapat yang kuat, yang
ditunjukkan oleh As-Sunnah,
bahwa ….
Kita katakan, Apabila hari Jum’at
bertepatan dengan ‘Id maka
engkau wajib shalat ‘Id.
Barangsiapa yang telah
melaksanakan shalat ‘Id, maka
bagi dia bebas memilih apakah
dia mau hadir shalat Jum’at
bersama imam, ataukah ia shalat
Zhuhur di rumahnya.
Kedua, tetap wajib mengadakan
shalat Jum’at di suatu negeri/
daerah. Barangsiapa yang hadir
maka dia shalat Jum’at,
barangsiapa yang tidak hadir
maka dia shalat Zhuhur di
rumahnya.
Ketiga, pada hari itu shalat
Zhuhur tidak dilaksanakan di
masjid, karena yang wajib
dilaksanakan adalah shalat
Jum’at, sehingga tidak dilakukan
shalat Zhuhur (di masjid).
Inilah pendapat yang kuat, yang
ditunjukkan oleh dalil-dalil As-
Sunnah.
(Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb – Asy-
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin)
* * *
[1] HR. Ahmad (IV/372), Abu
Dawud 1070, An-Nasa`i 1591,
Ibnu Majah 1310. Hadits ini
dishahihkan oleh Ibnu Madini,
Al-Hakim, dan Adz-Dzahabi.
Dishahihkan pula oleh Asy-
Syaikh Al-Albani dalam Shahih
Sunan Abi Dawud – Al-Umm no.
981. (pent)
[2] HR. Abu Dawud 1073, Ibnu
Majah 1311. dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani dalam
Shahih Sunan Abi Dawud – Al-
Umm no. 983.
[sumber:http://www.assalafy.org/
mahad/?p=402#_ftnref1]
www.al-atsariyyah.com/?p=1358#more-1358
0 komentar:
Posting Komentar