Dari Jubair bin Muth’im -
radhiallahu anhu- berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقْرَأُ بِالطُّورِ
فِي الْمَغْرِبِ
“Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam
membaca surat Ath-Thur dalam
shalat Maghrib.” (HR. Al-Bukhari
no. 765 dan Muslim no. 463)
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dia
berkata:
كَانَ مُعَاذٌ يُصَلِّي مَعَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ
يَأْتِي فَيَؤُمُّ قَوْمَهُ
فَصَلَّى لَيْلَةً مَعَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَاءَ
ثُمَّ أَتَى قَوْمَهُ فَأَمَّهُمْ
فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ
الْبَقَرَةِ فَانْحَرَفَ رَجُلٌ
فَسَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى
وَحْدَهُ وَانْصَرَفَ فَقَالُوا
لَهُ أَنَافَقْتَ يَا فُلَانُ
قَالَ لَا وَاللَّهِ وَلَآتِيَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَلَأُخْبِرَنَّهُ فَأَتَى
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا أَصْحَابُ
نَوَاضِحَ نَعْمَلُ بِالنَّهَارِ
وَإِنَّ مُعَاذًا صَلَّى مَعَكَ
الْعِشَاءَ ثُمَّ أَتَى
فَافْتَتَحَ بِسُورَةِ
الْبَقَرَةِ فَأَقْبَلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى مُعَاذٍ فَقَالَ
يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ
اقْرَأْ بِكَذَا وَاقْرَأْ بِكَذَا
“Biasanya Muadz shalat bersama
Nabi Shallallahu’alaihiwasallam,
kemudian dia datang, lalu
mengimami kaumnya. Maka
pada suatu malam, dia
melakukan shalat Isya’ bersama
Nabi Shallallahu’alaihiwasallam,
kemudian setelah itu dia
mendatangi kaumnya, lalu
mengimami mereka. Dalam
shalatnya dia membaca surat Al-
Baqarah, maka seorang laki-laki
keluar dari shalatnya, kemudian
shalat sendirian, lalu pergi. Maka
mereka berkata kepadanya,
“Apakah kamu berlaku munafik
wahai fulan?” Dia menjawab,
“Tidak, demi Allah, aku akan
mendatangi Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam, lalu
aku akan mengabarkan kepada
beliau (perbuatan Muadz ini).”
Lalu dia mendatangi Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam seraya
berkata, “’Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami para pekerja
penyiram (tanaman) bekerja
pada siang hari (sehingga
kecapekan), dan sesungguhnya
Mu’adz shalat Isya’ bersamamu,
kemudian dia datang mengimami
kami dengan membaca surah Al-
Baqarah.” Maka Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam
menghadap Mu’adz seraya
bersabda, “Wahai Mu’adz,
apakah kamu tukang fitnah
(yang membuat orang lari dari
agama, pent.). Bacalah dengan
surat ini dan bacalah dengan
ini.” (HR. Al-Bukhari no. 664 dan
Muslim no. 465)
Dalam riwayat Al-Bukhari:
فَلَوْلَا صَلَّيْتَ
بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى
فَإِنَّهُ يُصَلِّي وَرَاءَكَ
الْكَبِيرُ وَالضَّعِيفُ وَذُو
الْحَاجَةِ
“Mengapa kamu tidak membaca
saja surat ‘Sabbihisma rabbika’,
atau dengan ‘Wasysyamsi wa
dluhaahaa’ atau ‘Wallaili idzaa
yaghsyaa’?” Karena yang ikut
shalat di belakangmu mungkin
ada orang yang lanjut usia,
orang yang lemah, atau orang
yang punya keperluan.”
Al-Bara’ bin Azib -radhiallahu
anhu- berkata:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقْرَأُ فِي الْعِشَاءِ
} وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ {
فَمَا سَمِعْتُ أَحَدًا أَحْسَنَ
صَوْتًا أَوْ قِرَاءَةً مِنْهُ
“Saya pernah mendengar Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam saat
shalat Isya membaca ‘WATTIINI
WAZZAITUUN (surah At-Tiin) ‘.
Dan belum pernah kudengar
seorang pun yang lebih indah
suaranya, atau bacaannya
daripada beliau.” (HR. Al-Bukhari
no. 766 dan Muslim no. 464)
Penjelasan ringkas:
Bacaan surah Nabi -
alaihishshalatu wassalam- di
dalam shalatnya berbeda-beda
antara satu shalat dengan shalat
yang lainnya. Terkadang dalam
shalat maghrib beliau membaca
surah yang pendek dari surah-
surah mufashshal dan terkadang
beliau membaca surah
mufashshal yang panjang, seperti
surah Ath-Thur. Surah-surah
mufashshal adalah mulai dari
surah Qaf sampai An-Naas,
dengan perinciang sebagai
berikut: Surah Qaf sampai An-
Naba` adalah thiwal al-
mufashshal (surah mufashshal
yang panjang), surah An-Naba`
sampai Adh-Dhuha adalah
awasith al-mufashshal (surah
mufashshal yang pertengahan),
dan surah Adh-Dhuha sampai
akhir adalah qishar al-
mufashshal (surah mufashshal
yang pendek).
Adapun dalam shalat isya, maka
beliau telah memerintahkan
Muadz untuk membaca surah
Al-A’la atau Adh-Dhuha atau Al-
Lail, sementara beliau sendiri
membaca surah At-Tiin.
Pelajaran lain dari hadits-hadits
di atas:
a. Surah maghrib, isya
termasuk shalat jahriyah.
Karenanya para sahabat
mengetahui surah yang Nabi -
alaihishshalatu wassalam- baca.
b. Suatu masjid yang punya
imam ratib tidak mengerjakan
shalat berjamaah kecuali setelah
imam ratib datang.
c. Semangat para sahabat
untuk shalat di belakang Nabi -
alaihishshalatu wassalam-.
d. Seorang imam ratib harus
shalat lagi mengimami
makmumnya walaupun dia telah
shalat sebelumnya.
e. Orang yang sudah shalat
wajib lalu masuk ke sebuah
masjid yang tengah didirikan
shalat wajib yang sama, maka
hendaknya dia ikut shalat
bersama mereka, dan shalat
wajibnya untuk kedua kalinya ini
dihukumi sebagai shalat sunnah.
f. Bolehnya orang yang shalat
sunnah mengimami orang yang
shalat wajib.
g. Bolehnya imam berbeda
niatnya dengan makmum.
h. Bolehnya memisahkan diri
dari jamaah shalat lalu shalat
sendiri jika ada uzur syar’i yang
membolehkan. Bahkan
terkadang wajib bagi dia untuk
keluar dari jamaah shalat,
misalnya jika dia berhadats.
i. Harusnya mengklarifikasi
sebuah perbuatan kepada
pelakunya sebelum menjatuhkan
hukum kepadanya, apalagi kalau
hukumnya berupa pengkafiran
atau menghukumi seorang itu
munafik.
j. Bolehnya makmum
mengadukan imam masjid
kepada penguasa jika imamnya
melakukan kesalahan dalam
shalat.
k. Orang yang melakukan
suatu amalan yang lahiriahnya
jelek, hendaknya dia
menyebutkan uzurnya ketika
melaksanakan amalan tersebut.
Agar dia tidak mendapatkan
tuduhan dan celaan yang tidak
pantas dia terima.
l. Dalam meluruskan
kekeliruan hendaknya tidak
pandang bulu, walaupun yang
melakukan kekeliruan itu adalah
seorang yang berilmu atau orang
yang dekat dengan dirinya.
m. Ancaman yang keras bagi
orang/dai yang membuat
manusia lari dari dakwah
ahlussunnah, baik akibat
kesalahan mereka dalam
menerapkan manhaj ataukah
karena memang sifatnya yang
keras dan kurang merahmati
orang awam. Dia dinyatakan
oleh Nabi -alaihishshalatu
wassalam- sebagai tukan fitnah,
yakni yang membuat kerusakan.
n. Bolehnya mentahdzir tanpa
menasehati terlebih dahulu.
o. Di antara sikap dari:
Berlemah lembut dan penuh
kompromi kepada orang awam,
selama tidak mengantarkan
kepada perbuatan melanggar
agama.
p. Harusnya dibedakan antara
kesalahan manhaj dan metode
dengan kesalahan penerapan.
Kesalahan manhaj bisa
mengeluarkan seseorang dari
ahlussunnah, tapi tidak demikian
dengan kesalahan penerapan.
q. Di antara sifat syariat Islam
adalah: Tatkala dia melarang
dari sesuatu karena suatu sebab
maka dia akan menganjurkan
sesuatu yang mirip dengan itu
tapi tidak melanggar sunnah.
r. Yang menjadi patokan
dalam ibadah adalah kualitas
(ikhlas dan mutaba’ah), bukan
kuantitas. Karenanya tidak
selamanya orang yang
bacaannya panjang itu lebih
besar pahalanya daripada yang
bacaannya pendek, bisa saja
sebaliknya.
s. Hendaknya imam
memperhatikan maslahat dan
keadaan makmum dalam hal
panjangnya bacaan, lamanya
ruku’ dan sujud, dan seterusnya.
Dan bukan hanya memandang
dirinya, apakah dia sanggup
mengerjakannya ataukah tidak.
t. Disunnahkan untuk
memperindah suara dalam
melantunkan ayat-ayat suci Al-
Qur`an, selama masih dalam
koridor kaidah-kaidah tajwid.
Wallahu Ta’ala A’lam, wafauqa
kulli dzi ilmin alim.
www.al-atsariyyah.com/?p=1963#more-1963
0 komentar:
Posting Komentar