Banner 468 X 60

Selasa, 25 Mei 2010

Menanamkan Pondasi Akidah Yang Kokoh Sejak Usia Dini bag 1

Oleh: al-Ustadz Abu Hamzah
Yusuf
Setiap mukmin pasti tidak bisa
memungkiri pengakuan dalam
lubuk hatinya yang paling
dalam bahwa Rasulullah
Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah figur guru/
pengajar yang terbaik.
Sehingga metode Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wassalam
dalam menanamkan keyakinan
aqidah kepada para
Sahabatnya, termasuk yang
masih sangat muda belia,
adalah metode yang paling
relevan diterapkan dalam
berbagai situasi zaman.
Di saat setiap orang tua
muslim mulai khawatir dengan
keimanan dan moral anaknya,
para pendidik mulai
mencemaskan perkembangan
kepribadian peserta didiknya,
patutlah kita menengok
kembali bagaimana Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wassalam
memberikan contoh peletakan
pondasi keimanan yang kokoh
kepada seorang sahabat,
sekaligus sepupu beliau yang
masih kecil waktu itu, yakni
Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu.
Bukti sejarah memaparkan
keunggulan metode
pengajaran Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wassalam
tersebut yang membuahkan
pribadi yang beriman dan
berilmu seperti Ibnu Abbas
radliyallahu ‘anhu. Kita
kemudian mengenal beliau
sebagai seorang Ulama ’ di
kalangan sahabat Nabi,
seorang ahli tafsir, sekaligus
seorang panutan yang
menghiasi dirinya dengan
akhlaqul karimah, sikap wara’,
taqwa, dan perasaan takut
hanya kepada Allah semata.
Begitu banyak keutamaan Ibnu
Abbas radliyallahu ‘anhu yang
tidak bisa kita sebutkan hanya
dalam hitungan jari. Beliau
adalah seseorang yang
didoakan oleh Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wassalam:
“Wahai Allah, pahamkanlah ia
dalam permasalahan Dien, dan
ajarilah ia ta ’wil (ilmu tafsir Al
Quran)”. Beliau pula yang dua
kali didoakan Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wassalam
supaya dianugerahi hikmah
oleh Allah. Tidak ada yang
menyangsikan maqbulnya doa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, manusia yang paling
bertaqwa di sisi Allah. Mari
kitak simak salah satu metode
pengajaran agung itu, untuk
selanjutnya kita gunakan pula
dalam membimbing anak-anak
kita meretas jalan menuju
hidayah dan bimbingan Allah.
Disebutkan dalam suatu hadits:
Dari Ibnu Abbas radliyallahu
‘ anhu: “Pada suatu hari aku
pernah berboncengan di
belakang Nabi (di atas
kendaraan), beliau berkata
kepadaku: “Wahai anak, aku
akan mengajari engkau
beberapa kalimat: Jagalah
Allah, niscaya Allah akan
menjagamu … Jagalah Allah,
niscaya engkau akan dapati
Allah di hadapanmu … Jika
engkau memohon, mohonlah
kepada Allah … Jika engkau
meminta tolong, minta
tolonglah kepada Allah…
Ketahuilah…kalaupun seluruh
umat (jin dan manusia)
berkumpul untuk memberikan
satu pemberian yang
bermanfaat kepadamu, tidak
akan bermanfaat hal itu
bagimu, kecuali jika itu telah
ditetapkan Allah (akan
bermanfaat bagimu) …
Ketahuilah… kalaupun seluruh
umat (jin dan
manusia)berkumpul untuk
mencelakakan kamu, tidak
akan mampu
mencelakakanmu sedikitpun,
kecuali jika itu telah ditetapkan
Allah (akan sampai dan
mencelakakanmu) … Pena telah
diangkat… dan telah kering
lembaran-lembaran…(hadits
riwayat Tirmidzi, Hasan, shahih)
Inilah salah satu wasiat
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wassalam yang mewarnai
kalbu Ibnu Abbas,
menghunjam dan mengakar,
serta membuahkan keimanan
yang mantap kepada Allah.
Kita juga melihat bagaimana
metode dakwah Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wassalam,
hal pertama kali yang
ditanamkan adalah tauhid,
bagaimana seharusnya
manusia memposisikan dirinya
di hadapan Allah. Manusia
seharusnya mencurahkan
segala hidup dan
kehidupannya untuk
menghamba hanya kepada
Allah. Tidaklah Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wassalam
mendahulukan sesuatu
sebelum masalah tauhid
diajarkan. Kalau manusia ingin
selalu berada dalam penjagaan
Allah, maka dia harus
‘ menjaga’ Allah. Makna
perkataan Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wassalam:
“Jagalah Allah, niscaya Allah
akan menjagamu…” dijelaskan
oleh seorang Ulama’ bernama
Ibnu Daqiqiel ‘Ied -
Rahimahullah-: “Jadilah
engkau orang yang taat
kepada Rabbmu, mengerjakan
perintah-perintah-Nya, dan
berhenti dari (mengerjakan)
larangan-larangan-Nya ”.
(Syarah al-Arba’in hadiitsan
an-nawawiyah).
Kita jaga batasan-batasan
Allah dan tidak melampauinya.
Batasan-batasan itu adalah
syariat Allah, penentuan
hukum halal dan haram dari
Allah, yang memang hanya
Allah sajalah yang berhak
menetapkan hukum tersebut,
sebagaimana dalam ayat:
Artinya: “…penetapan hukum
hanyalah hak
Allah ” (Q.S.Yusuf: 40 ) Allah
mencela orang-orang yang
melampaui batasan-batasan-
Nya: Artinya: “…dan
barangsiapa yang melampaui
batasan-batasan Allah, maka
mereka itu adalah orang-
orang yang dhalim ”(Q.S.
Albaqarah:229). Imam al-
Qurthubi -Rahimahullaah-
dalam kitab tafsirnya tentang
ayat ini menyebutkan:
“ Batasan itu terbagi dua, yaitu:
“Batasan perintah (untuk)
dikerjakan dan batasan
larangan (untuk) ditinggalkan.”
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wassalam dalam hadits ini
memberikan sinyalemen
bahwa barangsiapa yang
senantiasa menjaga batasan-
batasan Allah itu maka dia
akan senantiasa dalam
penjagaan Allah. Maka
siapakah lagi yang lebih baik
penjagaannya selain Allah?
Sesungguhnya Allah adalah
sebaik-baik penjaga. Dalam
AlQuran disebutkan: “Dan jika
mereka berpaling, maka
ketahuilah bahwasanya Allah
Pelindungmu. Dia adalah
sebaik-baik Pelindung dan
sebaik-baik Penolong ”(Q.S. Al-
Anfaal:40). Syaikh
Abdirrahman bin Naashir As-
Sa ’di -Rahimahullaah- dalam
tafsirnya menjelaskan: ”Allah
lah yang memelihara hamba-
hambanya yang mu ’min,dan
menyampaikan pada mereka
(segala) kebaikan/mashlahat,
dan memudahkan bagi mereka
manfaat-manfaat Dien
maupun kehidupan dunianya,
dan Allah yang menolong dan
melindungi mereka dari makar
orang-orang fujjar, dan
permusuhan secara terang-
terangan dari orang-orang
yang jelek akhlaq dan
Diennya. ” (Kitab Taisiril Kariimir
Rahman fi Tafsiiri Kalaamil
Mannaan).

0 komentar:

Posting Komentar