Asy Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani
Beliau berkata: Perkara ini -
menurut keyakinan kami- adalah
masuk ke dalam keumuman
hadits "Jauhilah oleh kalian
perkara-perkara baru karena
setiap perkara baru adalah
bid’ah dan setiap kebid’ahan
adalah sesat", dalam hadits lain
"Setiap kesesatan dalam
Neraka".
Banyak kalangan punya
pendirian tertentu dalam
menyikapi hal ini, mereka
mengatakan, "Ada apa dengan
mencium mushaf? Bukankah ini
hanya untuk menampakkan
sikap membesarkan dan
mengagungkan Al Qur’an?"
Kita katakan kepada mereka,
"Kalian benar, tak ada apa-apa
melainkan hanya pengagungan
terhadap Al Qur’anul Karim,
tetapi perhatikanlah, apakah
sikap pengagungan ini luput atas
generasi umat yang pertama,
yang mereka tiada lain adalah
para sahabat Rosulullah
demikian pula para tabi’in dan
para tabi’ut tabi’in setelahnya?"
Tidak ragu lagi jawabannya
adalah seperti jawaban Ulama
Salaf, " Jika perkara itu baik,
tentu mereka akan mendahului
kita padanya".
Ini satu masalah, masalah yang
lainnya adalah apa hukum asal
mencium sesuatu, bolehkah atau
terlarang?
Di sini perlu kami paparkan
suatu hadits yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim dari
sahabat Abbas bin Rabi’ah, ia
berkata, "Aku melihat Umar bin
Khoththob mencium hajar aswad
dan berkata, "Sesungguhnya aku
tahu engkau adalah batu, tidak
dapat memberi mudharat tidak
pula memberi manfa’at,
sekiranya bukan karena Aku
telah melihat Rasulullah
menciummu Aku tak akan
menciummu"".
Kalau demikian, kenapa Umar
mencium hajar aswad? Apakah
karena filsafat yang muncul
darinya?
Jadi asal hukum mencium ini
hendaknya berjalan di atas
sunnah yang dulu. Ingatlah sikap
Zaid bin Tsabit beliau telah
berkata, "Bagaimana kalian
melakukan sesuatu yang tidak
dilakukan Rasulullah?".
Jika ditanyakan kepada yang
mencium mushaf, "Bagaimana
kalian melakukan sesuatu yang
tidak dilakukan Rasulullah?", ia
akan mengarahkan jawaban
yang aneh sekali, seperti "Hai
saudaraku ada apa dengan ini?
Ini mengagungkan Al Qur`an!",
maka katakan padanya, "Hai
saudaraku, apakah Rasulullah
tidak mengagungkan Al Qur`an?
Tidak ragu lagi bahwa beliau
mengagungkan Al Qur`an,
walau demikian beliau tidak
menciumnya".
Saya katakan, "Tidak ada jalan
untuk mendekatkan diri kepada
Allah kecuali dengan apa yang
telah disyari’atkanNya, oleh
karena itu kita bertindak sesuai
dengan apa yang disyari’atkan
untuk kita dari keta’atan dan
ibadah-ibadah, tidak
menambahinya walau satu kata,
karena hal ini seperti ucapan
Nabi, "Tidak aku tinggalkan
sesuatupun yang Allah telah
perintahkan kalian, kecuali aku
telah perintahkan kalian
dengannya"".
Oleh karena itu maka mencium
mushaf (Al Qur’an) adalah
bid’ah, dan setiap kebid’ahan
adalah sesat, setiap kesesatan
tempatnya di neraka.
Dinukil dari "Kaifa Yajibu ‘Alaina
An-Nufassirol Qur’an"
Sumber: Buletin Al Wala’ Wal
Bara’ Bandung
Edisi ke-5 Tahun ke-1 / 10
Januari 2003 M / 06 Dzul Qo’dah
1423 H
www.ghuroba.blogsome.com/2007/11/14/mencium-mushaf-al-quran/
5 komentar:
kalau menciumnya karena wangi gimana kang? tergantung niatnya bukan ya?
lebih baik di hindari agar terhindar ke dalam bid'ah.
artikel yang bagus..
salam kenal ya
ditunggu kunjungan dan komentar baliknya di blog saya :)
selama kita dengan niat hanya karena Alloh tak apa lah menurutku
selamat hari raya idul adha kawan
Posting Komentar