Hampir setiap malam dia
mendatangi rumah-rumah yang
ada di negeri itu untuk
melakukan aksinya, yaitu
mencuri. Hingga suatu malam
ketika dia kembali melaksanakan
aksinya itu, diapun singgah di
sebuah rumah milik seorang ahli
ibadah. Pada saat yang
bersamaan ketika dia telah
berada di rumah itu, tiba-tiba dia
mendengar suara lantunan Al
Qur’an sedang dibacakan.
Rupanya suara itu berasal dari
sang pemilik rumah yang sedang
berdiri bermunajat kepada
Robb-nya. Sang pencuri pun
hanyut dengan lantunan ayat-
ayat Allah yang sedang
dilantunkan, hingga ketika
sampai pada ayat:
“Belum tibakah waktunya bagi
orang-orang yang beriman,
untuk tunduk hati mereka
mengingat allah dan kepada
kebenaran yang telah turun
(kepada mereka),dan janganlah
mereka seperi orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan al-
kitab kepadanya, kemudian
berlalulah masa yang panjang
atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. dan kebanyakan
diantara mereka adalah orang-
orang yang fasik.” (QS. Al-
Hadid: 16)
Tak terasa air matanya berlinang,
hingga akhirnya dia pun
tersungkur jatuh. Seketika
badannya yang selama ini kokoh,
menjadi rapuh karena
mendengar ayat tadi. Setelah
kejadian itu, dia pun melalui
hari-harinya dengan ketaatan
kepada Allah. Maha suci Allah
yang telah membolak-balikkan
hati, dan menganugerahkan
kepada hambanya hati yang
lembut. Itulah kisah sorang
ulama’ dan hamba yang sholeh,
Al-Imam Al-Fudhoil bin Iyadh
sebagaimana yang disebutkan
oleh Al-Hafizh Adz-Dzahabiy
dalam kitabnya Siyar A’lam An-
Nubala’ (8/423)
Pembaca yang budiman,
pernahkah hati kita bergetar
ketika mendengar ayat-ayat
Allah dilantunkan? Pernahkah
kedua pipi kita ini basah oleh
tetesan air mata, walaupun
setitik saja ketika mendengar
ayat-ayat Allah dibacakan? atau
jangan-jangan tidak pernah!!
Cobalah kita menengok jauh ke
dalam lubuk hati kita! Periksalah
apakah disana masih ada kata
iman? atau sudah tertutupi oleh
noda-noda hitam kemaksiatan.
Bila di dalam hati kita masih ada
keimanan, lalu mengapa ia tidak
bergetar ketika mendengar ayat-
ayat Allah dibacakan? ataukah
hati kita lebih keras daripada
gunung? Padahal Allah -Ta’ala-
telah mengabarkan bahwa jika
seandainya Al-Qur’an ini
diturunkan pada gunung-
gunung yang kokoh, niscaya dia
akan menjadi hancur lebur,
karena takut kepada Allah
sebagaimana yang difirmankan
Allah -Azza wa Jalla-,
“Kalau sekiranya kami
menurunkan Al-Qur’an kepada
sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah
belah disebabkan takut kepada
Allah. Dan perumpamaan-
perumpamaan itu kami buat
untuk manusia supaya mereka
berrfikir .” (QS. Al-Hasyr: 21).
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah-
rahimahullah- berkata,”Kapan
saja mata kering dari tangisan
(yang timbul) karena takut
kepada Allah -Ta’ala-, maka
ketahuilah bahwa keringnya
mata dari tangisan, karena
kerasnya hati. Hati yang paling
jauh dari Allah adalah hati yang
keras”.[Lihat Bada'i'ul Fawa'id
(3/743)]
Setiap orang diantara kita
memiliki kondisi hati yang
berbeda-beda; sesuai dengan
ada-tidaknya penyakit syahwat
dan syubhat yang ada di dalam
hati. Oleh karena itu, setiap
orang harus mempelajari hati,
dan penyakitnya agar kelak ia
bisa mengobati sebelum hati
akut, dan binasa.
Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah -rahimahullah- telah
membagi hati menjadi tiga jenis:
Qolbun Mayyit (Hati yang
Mati)
Hati yang mati adalah hati yang
kosong dari semua jenis
kebaikan. Setan sudah leluasa
untuk melemparkan rasa was-
was di dalam dadanya. Karena
setan telah mengambil hatinya
sebagai tempat tinggalnya, yang
dia telah berkuasa penuh
didalamnya, dan setan bebas
berbuat apa saja di dalamnya. Ini
adalah hatinya orang-orang yang
kafir kepada Allah, yang tidak
memiliki keimanan dan kebaikan
sedikitpun disebabkan karena
kekafiran dan kesyirikan mereka.
Yang kami maksud dengan
keimanan di sini adalah
keimanan terhadap uluhiyyah
(penyembahan hanya kepada
Allah semata), bukan keimanan
pada rububiyyah Allah saja
(meyakini bahwa hanya Allah
Pencipta, Pemberi rizki, Pengatur,
dan lain-lain). Sebab, kalau
hanya mengakui bahwa tidak
ada pencipta, pemberi rizki,
pengatur selain Allah, maka ini
tidaklah cukup. Karena orang-
orang musyrikin di zaman
jahiliyyah pun menetapkan hal
tersebut. Banyak ayat-ayat di
dalam Al-Qur’an yang
menerangkan hal itu. Allah -
Ta’ala- berfirman,
"Dan sesungguhnya jika kamu
tanyakan kepada mereka,
"Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?" Tentu mereka
akan menjawab, "Allah".
Katakanlah, "Segala puji bagi
Allah"; tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui". (QS.
Luqman: 25)
Jadi, orang-orang yang musyrik,
hatinya kosong dari iman dan
kosong dari segala kebaikan,
walaupun ia melakukan amalan
yang sangat banyak. Para ulama
telah bersepakat bahwa tidak
satu pun amalan orang kafir
yang diterima, berdasarkan
firman Allah,
”Tidak boleh bagi orang-orang
musyrik untuk memakmurkan
masjid-masjid Allah tatkala
mereka mempersaksikan
kekafirannya. mereka itulah
orang-orang yang terhapus
amalannya dan mereka kekal di
neraka.". (QS.At-Taubah:17).
Konon kabarnya, Ibnu Abbas
pernah ditanya, “Sesungguhnya
orang-orang yahudi bahwa
mereka tidak pernah diganggu
setan dalam shalatnya". Ibnu
Abbas -radhiyallahu ‘anhu-
berkata, “apa yang dapat
diperbuat oleh setan pada hati
yang hancur (mati)". [Lihat
Shohih Al-Wabil Ash-Shoyyib
(hal.52), cet. Dar Ibn Al-Jauziy]
Qolbun Maridh (Hati yang
Sakit)
Qolbun maridh adalah hati yang
telah disinari dengan cahaya
keimanan, telah beriman kepada
Allah -Ta’ala- dan menyembah
hanya kepada-Nya. Dia telah
menyalakan pelita-pelita
keimanan di dalam hatinya. Tapi
cahaya pelitanya kurang terang
sehingga masih ada sisi hatinya
yang masih gelap, dipenuhi oleh
kegelapan syahwat dan badai-
badai hawa nafsu. Maka setan
mempunyai tempat keluar-
masuk pada hati tersebut,
sehingga berlangsunglah
peperangan (kadang ia menang
dan kadang ia kalah). Di antara
mereka ada orang yang sering
menang atas musuhnya dan
terkadang sebaliknya. Inilah hati
yang berpenyakit; dia masih
mempunyai keimanan, kenal
dengan tauhid, tapi ia
melakukan maksiat dan dosa-
dosa besar. Padahal maksiat
itulah yang mendatangkan
kegelapan pada hatinya. Kadar
kegelapan itu tergantung kepada
kadar maksiat yang dikerjakan.
Semakin besar maksiat tersebut,
maka akan semakin besar pula
kegelapan yang akan
meredupkan cahaya
keimanannya. Hati yang seperti
ini masih bisa terobati dengan
resep-resep yang bisa
menyehatkan hatinya. Tapi juga
terkadang tidak bisa lagi
mengambil manfaat dari terapi
dan obat yang diberikan
kepadanya, kecuali sedikit saja.
Bahkan terkadang penyakitnya
semakin bertambah parah
sehingga hati yang sakit
terkadang menjadi mati. Na’udzu
billahi min dzalik.
Allah -Ta’ala- berfirman,
"Dalam hati mereka ada
penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka
siksa yang pedih, disebabkan
mereka berdusta". (QS. Al-
Baqoroh: 10).
Qolbun Salim (Hati yang Sehat)
Qolbun Salim adalah hati yang
dipenuhi oleh keimanan, hatinya
telah bersinar dengan cahaya
keimanan, telah hilang darinya
badai-badai syahwat, telah
dilepaskan darinya kegelapan-
kegelapan maksiat. Cahaya itu
sangat terang di dalam hatinya.
Seandainya bisikan dan godaan
mendekat kepadanya, maka
godaan tersebut akan terbakar.
Oleh karena itu, hati seperti ini
diperumpamakan seperti langit
yang dijaga oleh bintang-bintang.
Seandainya ada setan mendekat
ke langit untuk mencuri berita,
maka akan dilemparkan bintang-
bintang itu kepadanya, dan setan
akan terbakar. Tidaklah
kehormatan langit itu, lebih
besar daripada kehormatan hati
seorang mukmin. Penjagaan
Allah terhadap hati yang seperti
ini adalah penjagaan yang lebih
sempurna daripada penjagaan
kepada langit, sebab langit
adalah tempat beribadahnya
para malaikat, tempat tinggalnya
wahyu, dan di dalamnya ada
cahaya-cahaya ketaatan dari
para malaikat. Tetapi hatinya
seorang mukmin adalah tempat
tinggalnya tauhid, cinta kepada
Allah -Ta’ala- , pengenalan
kepada Allah, penghambaan
kepada-Nya; semuanya itu
memiliki cahaya-cahaya. Maka
tentunya penjagaan dari makar-
makar musuh (setan) terhadap
hati seorang mukmin lebih
pantas lagi. [Lihat Shohih Al-
Wabil (hal. 51)]
Setelah kita mengetahui jenis-
jenis hati ini, maka kita akan tahu
kondisi hati kita masing-masing.
Apabila hati anda sakit, maka
jangan engkau biarkan dia
semakin parah sakitnya. Namun,
obatilah dia dengan taubat dan
menjaga diri dari dosa, jangan
sampai karena lamanya dia sakit
yang menyebabkan hati mati.
Lantaran itu, ia mendapatkan
azab yang pedih.
Ibnul Qayyim-rahimahullah-
berkata, “Tidak ada azab yang
dikenakan kepada seorang
hamba yang lebih besar
daripada hati yang keras dan
jauh dari Allah -Azza wa Jalla-".
[Lihat Al Fawa'id (hal. 97), cet.
Darul Kutub]
Oleh karena itu, lunaknya hati
dan cucuran air mata disaat
mendengar dan membaca Al-
Qur’an adalah ciri-ciri kaum salaf
-radhiyallahu ‘anhum-(Rasulullah
-Shollallahu ‘alaihi
wasallam- ,dan para
sahabatnya). Allah -Azza wa
Jalla- berfirman,
"Katakanlah: "Berimanlah kamu
kepadanya atau tidak usah
beriman (sama saja bagi Allah).
Sesungguhnya orang-orang yang
diberi pengetahuan sebelumnya
apabila Al Quran dibacakan
kepada mereka, mereka
menyungkur atas muka mereka
sambil bersujud. Dan mereka
berkata, "Maha Suci Tuhan kami,
Sesungguhnya janji Tuhan kami
pasti dipenuhi". (QS. Al-Israa’:
107-109).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-
rahimahullah- berkata,
"Sesungguhnya sesuatu yang
terjadi berupa terenyuhnya hati,
air mata menetes dan tubuh
yang merinding di saat
mendengar ayat-ayat Allah atau
dzikir-dzikir yang disyari’atkan,
maka ini adalah seutama-utama
keadaan yang telah disebutkan
dalam Al-Kitab dan As-Sunnah”.
[Lihat Majmu' Al-Fatawa
(22/522)]
Allah –Subhaana wa Ta’ala-
berfirman,
"Allah telah menurunkan
perkataan yang paling baik
(yaitu) Al Quran yang serupa
(mutu ayat-ayatnya) lagi
berulang-ulang, gemetar
karenanya kulit orang-orang
yang takut kepada Tuhannya.
Kemudian menjadi tenang kulit
dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk
Allah. Dengan Kitab itu Dia
menunjuki siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang disesatkan
oleh Allah, niscaya tak ada
baginya seorang pemimpin pun".
(QS.Az-Zumar: 23)
Allah – Subhaana wa Ta’ala –
berfirman,
"Apabila dibacakan ayat-ayat
Allah yang Maha Pemurah
kepada mereka, Maka mereka
menyungkur dengan bersujud
dan menangis". (QS. Maryam:
58)
Ahli Tafsir Negeri Andalusia,
Al-Imam Al-Qurthubi-
radhiyallahu ‘anhu- berkata, ”Di
dalam ayat ini terdapat bukti
bahwa ayat-ayat Allah punya
pengaruh terhadap hati”. [Lihat
Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an
(11/111)]
Saudaraku, ikutilah jejak-jejak
orang-orang shalih dan orang-
orang terbaik dari kalangan
umat ini. Bila salah seorang dari
mereka melewati ayat-ayat yang
menyebutkan tentang neraka,
terasa akan copot hatinya,
karena takut kepada neraka dan
ngeri tentang siksanya. Bila
mereka melewati ayat-ayat yang
menyebutkan tentang surga dan
kenikmatannya, terasa
persendian mereka gemetar,
karena khawatir akan
diharamkan untuk merasakan
kenikmatan yang kekal itu. Dua
keadaan inilah yang memberikan
pengaruh hingga meneteslah air
matanya dan khusyu hatinya.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- sendiri telah
menganjurkan umatnya untuk
khusyu’, menghinakan diri dan
menangis saat membaca Al
Qur’an, karena takut kepada
Allah -Ta’ala-.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- bersabda,
عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا
النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ
خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ
بَاتَتْ تَحْرِسُ فِيْ
سَبِيْلِ اللهِ
“Dua mata yang tidak akan
disentuh oleh api neraka:
(pertama) mata yang menangis
karena takut kepada Allah,
(kedua) mata yang bermalam
dalam keadaan berjaga di jalan
Allah”. [HR. At-Tirmidziy dalam
Sunan-nya (1639). Hadits ini di-
shahih-kan oleh Syaikh Al-
Albany dalam Takhrij Al-Miskah
(3829)]
Sumber : Buletin Jum’at Al-
Atsariyyah edisi 83 Tahun II.
Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas.
Alamat : Pesantren Tanwirus
Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58,
Kel. Borong Loe, Kec. Bonto
Marannu, Gowa-Sulsel. HP :
08124173512 (a/n Ust. Abu
Fa’izah).
www.almakassari.com/artikel-islam/akhlak/sakit-hati.html#more-333
(Judul asli: Sakit Hati)
0 komentar:
Posting Komentar