Makna perkataan Rasul:
“ Jagalah Allah, niscaya engkau
akan dapati Allah di
hadapanmu …”. Syaikh
Abdirrahman bin Muhammad
bin Qasim al- Hanbaly an-Najdi
-Rahimahullaah- dalam
kitabnya Hasyiyah Tsalatsatil
Ushul, menjelaskan makna
hadits tersebut: “Jagalah
batasan-batasan Allah dan
perintah-perintah-Nya, niscaya
Ia akan menjagamu di
manapun kamu berada ”. “Jika
engkau memohon,
memohonlah kepada Allah,
jika engkau meminta
pertolongan, minta tolonglah
kepada Allah ”.
Ini adalah sebagai perwujudan
pengakuan kita yang selalu
kita ulang-ulang dalam
sholat :Iyyaaka na ’budu
waiyyaaka nasta’iin “Hanya
kepada-Mu lah kami
menyembah dan hanya
kepada-Mu lah kami meminta
pertolongan ”(Q.S. Al-Fatihah:
5). Kalimat yang sering kita
ulang-ulang dalam munajad
kita dengan Penguasa seluruh
dunia ini, akankah benar-
benar membekas dan
mewarnai kehidupan kita?
Sudahkah kita benar-benar
menjiwai makna pernyataan ini
sehingga terminal keluhan dan
pelarian kita yang terakhir
adalah Dia Yang Berkuasa atas
segala sesuatu?
Demikianlah yang seharusnya.
Di saat kita meyakini ada titik
tertentu , sebagai batas semua
makhluk siapapun dia, tidak
akan mampu mengatasinya,
pulanglah kita pada tempat
kita berasal dan tempat kita
kembali. Apakah dengan
penguakan kesadaran yang
paling dalam ini kita masih rela
berbagi permintaan tolong kita
yang sebenarnya hanya Allah
saja yang mampu, kepada
makhluk selain-Nya? Sungguh
hal itu merupakan bentuk
kedzaliman yang paling besar.
Allah mengabadikan salah satu
bentuk nasehat mulya yang
akan senantiasa dikenang :
Artinya: “Dan ingatlah ketika
Luqman berkata kepada
anaknya, dalam keadaan dia
menasehatinya: “Wahai anakku
janganlah engkau
menyekutukan Allah,
sesungguhnya kesyirikan
adalah kedzaliman yang paling
besar ” (Q.S.Luqman:13)
Meminta pertolongan dalam
permasalahan yang hanya
Allah saja yang mampu
memenuhinya, seperti rezeki,
kebahagiaan, kesuksesan,
keselamatan, dan yang
semisalnya, kepada selain Allah
adalah termasuk bentuk
kedzaliman yang terbesar itu
(syirik). Berbeda halnya jika
kita minta tolong dalam
permasalahan yang manusia
memang diberi kemampuan
secara normal oleh Allah
untuk memenuhinya, seperti
tolong menolong sesama
muslim dalam hal finansial,
perdagangan dan semisalnya.
“Ketahuilah…kalaupun seluruh
umat (jin dan manusia)
berkumpul untuk memberikan
satu pemberian yang
bermanfaat kepadamu, tidak
akan bermanfaat hal itu
bagimu, kecuali jika itu telah
ditetapkan Allah (akan
bermanfaat bagimu) …
Ketahuilah… kalaupun seluruh
umat (jin dan
manusia)berkumpul untuk
mencelakakan kamu, tidak
akan mampu
mencelakakanmu sedikitpun,
kecuali jika itu telah ditetapkan
Allah (akan sampai dan
mencelakakanmu) …” Dua bait
ucapan Rasulullah Shalallahu
‘ alaihi Wassalam ini
mempertegas dan memberikan
argumen yang pasti bahwa
Allah sajalah yang berhak
dijadikan tempat bergantung,
meminta pertolongan, karena
hanya Ia saja yang bisa
menentukan kemanfaatan
atau kemudharatan akan
menimpa suatu makhluk.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wassalam juga mengajarkan
kepada kita dzikir seusai sholat
yang menguatkan pengakuan
itu: “Allahumma laa maani’a
limaa a’thoyta walaa mu’tiya
limaa mana’ta.” Artinya: “…
Wahai Allah tidak ada yang
mencegah apa yang Engkau
berikan dan tidak ada yang
bisa memberi apa yang Engkau
cegah/halangi …” (hadits
riwayat Bukhari 2/325 dan
Muslim 5/90, lihat kitab Shahih
al-Waabilus Shayyib minal
Kalamit Thayyib, Syaikh Salim
bin ‘Ied Al-Hilaly). Dalam
hadits itu pula terkandung
pelajaran penting wajibnya
iman terhadap taqdir dari
Allah baik maupun buruk.
Seandainya seluruh makhluk
berkumpul dan mengerahkan
segala daya dan upayanya
untuk memberikan sesuatu
pada seseorang, tidak akan
bisa diterimanya jika tidak
ditakdirkan oleh Allah,
demikian pula sebaliknya
dalam hal usaha untuk
mencelakakan.
Kesadaran ini pula yang harus
ditanamkan sejak dini. Orang
tua hendaknya memberikan
gambaran-gambaran yang
mudah dimengerti oleh si anak
tentang kekuasaan Allah dan
taqdirnya. Anak-anak mulai
diajak berpikir secara Islamy,
bahwa segala sesuatu yang
menjadi kepunyaannya itu
adalah pemberian dari Allah
dan telah Allah takdirkan
sampai padanya. Demikian
pula apa yang luput dari usaha
anak itu untuk mencapainya,
telah Allah takdirkan tidak
akan sampai padanya. Telah
diangkat pena-pena dan telah
kering lembaran-
lembaran ….maksudnya, segala
sesuatu yang terjadi di dunia
ini telah tertulis ketentuannya
dan hanya Allah saja yang
mengetahuinya. Allah
berfirman: “Tiada suatu
bencanapun yang menimpa di
bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauh
Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian
itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian
itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa
yang luput dari kamu, dan
supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan
Allah tidak menyukai setiap
orang yang sombong lagi
membanggakan diri, ”(Q.S. Al-
hadiid:22-23).
Sungguh indah rasanya jika
teladan pengajaran dari
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wassalam ini benar-benar kita
tindak lanjuti sebagai upaya
pembekalan bagi anak-anak
kita. Mewarnai kalbu mereka
yang masih putih seputih
kertas tanpa ada goresan
sedikitpun sebelumnya.
Sehingga di saat mereka
beranjak dewasa, kita akan
menuai hasilnya. Orangtua
mana yang tak kan bangga
melihat anak-anaknya tumbuh
menjadi manusia yang
tangguh, beriman dan berilmu
Dien yang mantap serta siap
menghambakan dirinya untuk
Allah semata dan siap
berjuang untuk menegakkan
Kalimat-Nya, berjihad fi
sabiilillah. Tidak ada yang
ditakuti kecuali hanya kepada,
dan karena Allah semata.
Daftar rujukan:
1. Syarah al-Arba’in Hadiitsan
an-Nawawiyah, Imam Ibn
Daqiiqil ‘Ied.
2. Taisiril Kariimir Rahman fi
tafsiiri Kalaamil Mannan,
Syaikh Abdirrahman bin
Naashir As Sa ’di
3. Tafsir Al-Qurthuby.
4. Shahih al-Waabilus Shayyib
minal Kalamit Thayyib, Syaikh
Salim bin ‘Ied al-Hilaly. 5.
Hasyiyah Tsalaatsatil Ushul,
Syaikh Abdirrahman bin
Muhammad bin Qasim al-
Hanbaly an-Najdi.
(Bulletin Al Wala wal Bara Edisi
ke-10 Tahun ke-1 / 21
Februari 2003 M / 19 Dzul
Hijjah 1423 H. Url sumber
http://fdawj.atspace.org/awwb/
th1/10.htm)
Sumber:
http://
rumahbelajarku.wordpress.com/2010/05/16/
menanamkan-pondasi-akidah-
yang-kokoh-sejak-usia-dini/
0 komentar:
Posting Komentar